"Kamu lagi?"
"Iya, saya lagi. Terkejut kamu ya?"
Dengan senyum pasti, Dilan menunjukkan bahwa ia bangga bisa bertemu dengan Rangga kembali.
"Mau apa?"
"Kalau saya ada di lomba puisi, kira-kira saya mau apa ya?"
"..."
"Puasa bicara lagi?"
"Aneh, kemarin baru saja ikut lomba. Kenapa ikut lagi?"
"Mau tahu saja"
Dilan berkedip, Rangga bergemik. Kalau dilihat-lihat sepertinya Rangga enggan untuk hadir di pembicaraan ini. Rangga enggan untuk membalas setiap pertanyaan Dilan yang kadang tak masuk akal. Tapi, entah kenapa Rangga tidak bisa menolak untuk tersenyum setiap Dilan mencoba mencairkan suasana. Aneh memang, tapi lucu juga.
"Sudah lihat temanya?"
"Tema apa?"
"..."
"..."
Keduanya kemudian tertawa. Dilan tertawa lepas, sementara Rangga tertawa lemas. Kecanggungan yang hadir di tengah-tengah mereka kian menjadi. Tapi bukannya berusaha untuk menghindar, mereka berdua justru memilih untuk menikmatinya.
"Temanya tentang kecintaan terhadap Indonesia."
"Bagus dong."
"Apa bagusnya?"
"Bagus, jadi kita seakan berterimakasih kepada pemerintah. Kan bagus?"
"Buat apa berterimakasih?"
Kali ini kecanggungan berubah menjadi ketegangan. Rangga memasang raut wajah serius, kemudian hening. Hening untuk waktu yang lama.
"Kamu, diam saja. Kenapa?"
"Kamu, lebih baik diam. Bisa?"
Kembali hening. Kehangatan yang awalnya pelan-pelan terbentuk hilang. Seakan mereka kembali lagi ke waktu pertemuan pertama. Rangga dan hawa dinginnya semakin menjadi, Dilan bisa mati beku.
"Kamu, gelombang ke berapa?"
"Bukan urusanmu kan?"
"Jangan tak acuh begitu, nanti manisnya kamu hilang."
Rangga kaget, Dilan kaget, dan semesta ikut kaget. Keheningan diperpanjang, Rangga rasanya ingin menggelinjang. Manis? Ah mana mungkin. Tapi ia tak salah dengar, Dilan memang baru saja menyebutnya manis. Tapi masih saja, Rangga tidak suka dengan antusias Dilan terhadap pemerintah. Apa hebatnya pemerintah? Apa berjasanya mereka?
Rangga lahir dari keluarga yang jauh kurang beruntung dari keluarga Dilan. Ayahnya seorang yang dianggap simbol perjuangan, menulis tesis tentang busuknya orang-orang pemerintahan. Berani memang, tapi akibatnya? Rangga dan keluarga tidak jauh-jauh dari teror. Dituduh komunis dan sebagainya. Membuat ia enggan mendekati siapapun yang memiliki relasi dengan pemerintah.
Makanya, mendengar Dilan menyanjung pemerintah, sedikit membuatnya kecewa. Ia berharap lebih dari Dilan, karena sebenarnya Rangga mulai menggolongkan Dilan sebagai orang yang 'asik' untuk dijadikan teman.
"Aneh..."
Rangga bergegas meninggalkan aula dan mencari ruangan gelombangnya. Dilan ditinggal begitu saja.
Dilan, baru saja merayu seorang yang mungkin benci padanya. Seorang yang mungkin tak punya rasa yang sama.
Dilan, baru saja memilih jalan yang tak mudah baginya. Jalan berliku panjang yang mungkin ia tersesat di dalamnya.
Jalan berliku penuh rintangan yang dipanggil orang jalan asmara.
Dua kali bertemu Rangga, dua kali ia jatuh kepadanya. Masalah apakah Rangga akan menadahkan kedua tangan untuk menangkapnya dan mendirikannya kembali, itu masalah nanti. Yang penting Rangga harus tahu, Dilan akan menjadikannya pacar.
Dia Ranggaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rangga Dilan Series
RomanceRangga, remaja yang mencinta puisi dengan segenap jiwa bertemu dengan Dilan, remaja pencinta penyair-penyair yang ada di semesta. Lantas kemanakah mereka akan berlabuh? Pulau asmara atau ujung tubir derita?