Keduanya tak kunjung menghubungi satu sama lain. Rangga merasa tersakiti, Dilan merasa telah menyakiti. Mungkin memang tak ada jalan lain selain kata pisah. Mereka memang tercipta untuk bertemu, lalu berpisah. Tak boleh berikatan, karena mereka akan menderita. Rangga sudah muak dengan rasa sakit hati, bosan. Sudah terlalu sering, sampai dia sudah paham bagaimana mengatasinya, perjalanan jauh.
Kali ini akan sangat jauh, sampai rasa sakitnya bis mereda. Tak hilang sebab jika itu hilang dia akan kehilangan alasan untuk membenci Dilan. Tunggu, bukan membenci. Ia hanya tak ingin rasa yang dia miliki padanya hilang. Sebab jauh di lubuk hati paling dalam, Rangga masih.
Berbeda dengan Dilan, ia bingung. Ia berada di persimpangan dan tak tahu harus ambil jalan yang mana. Satu sisi dia tahu jalan bersama Rangga akan sangat menyulitkannya bahkan bisa membuatnya gila. Satu sisi dia ingin hal sederhana dan membuatnya bahagia, dengan wanitanya. Ia merasa terlalu lelah dengan drama.
Jikalau memilih Rangga, apa kata bunda? Ayah juga pasti menyesal membesarkannya. Adik dan kakak-kakaknya juga. Terlebih apa yang akan dia katakan kepada Rangga, lagi? Sudah seperti minum obat harian, banyaknya kelakuan Dilan yang menyakiti Rangga. Dilan masih goyah akan pilihannya, ia takut Rangga kecewa.
Bukan. Ia malu dengan Rangga. Rangga bisa menetapkan pendiriannya akhir-akhir ini. Sudah lima tahun berlalu dan Rangga benar sudah menunjukkan kedewasaannya. Dilan malu akan itu, bahkan setelah lima tahun berlalu ia masih ragu akan apa yang dia benar-benar inginkan. Masih seperti anak remaja yang baru mengenal cinta.
Kembali ke Rangga yang benar akan pergi jauh, sangat jauh sampai ia yakin tak ada yang menduganya. Republik Hellenik, atau yang mungkin orang kenal dengan Yunani. Iya, pasti. Rangga sudah yakin untuk menetap sementara waktu di sana. Dia ingin menenangkan diri dan hanyut di dalam cerita dewa-dewa yunani kuno. Dia ingin belajar segalanya.
Lagi pula, ia hanya tinggal sendiri. Kerabat paling dekatnya juga hanya Cinta. Itupun karena mereka memutuskan untuk menjalin silahturahmi lepas kandasnya asmara mereka. Berteman baik sampai sekarang. Ia hanya perlu pamit ke Cinta. Dilan? Perlukah dia pamit ke Dilan? Bertemu dengannya benar-benar untuk menutup cerita mereka?
Mungkin perlu, Rangga masih bingung untuk memutuskan.
Sementara Dilan tak akan ke mana-mana. Dia akan tetap di sini, berdiam diri dalam kebingungan. Sampai dia teringat kata-kata Milea saat mereka berpisah, bahagia butuh proses. Lantas kenapa dia takut akan proses tersebut? Kenapa dia takut akan sakit yang akan dia terima jika dia memilih Dilan? Bukankah bersakit dahulu bahagia kemudian?
Masih bingung, Dilan mencoba mencerna baik-baik pro dan kontra jika dia memilih satu jalan. Ditimbang baik-baik jangan sampai ia berubah pikiran dan putar balik. Sampai dia akhirnya yakin dan pasti akan pilihannya.
Dilan sudah tahu apa yang dia butuhkan.
Rangga mengambil baju hangatnya dan memakainya. Dilan mengambil jaket kulitnya dan memakainya.
Rangga menyalakan mesin mobilnya, Dilan menyalakan mesin motornya. Mereka berdua sudah memiliki jawaban akan pertanyaan yang sudah cukup lama menghantui.
Jikalau takdir meresteui mereka akan bertemu di tempat pertama kali mereka bertemu. Lapangan Benteng, dimana lomba puisi lima tahun lalu diadakan.
Jikalau takdir merestui mereka akan bertemu entah untuk terakhir kali atau akan lahir pertemuan-pertemuan selanjutnya.
Jikalau takdir merestui, semoga tak akan ada jiwa yang tersakiti malam ini.
Tragic Author,
Rangga dan Dilan Bagian Bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rangga Dilan Series
RomanceRangga, remaja yang mencinta puisi dengan segenap jiwa bertemu dengan Dilan, remaja pencinta penyair-penyair yang ada di semesta. Lantas kemanakah mereka akan berlabuh? Pulau asmara atau ujung tubir derita?