4

1.6K 267 7
                                    

«●»

"Bagaimana kalau kita mulai saja dulu readingnya?" ucap sutradara Jung membuka forum latihan ketiga mereka. Saat itu sutradara Jung sudah mulai kehilangan kesabarannya karena Taehyung belum juga datang. Ditambah dengan Jiyong yang juga sudah terlihat sangat kesal karena harus menunggu lebih dari 60 menit.

"Reading??" tanya Jiyong dengan ekspresi ketusnya. Bagaimana tidak? Jika reading yang sutradara maksud adalah membaca naskah guna mencari ekspresi yang pas untuk menyampaikan pesan dalam naskah, bagaimana Jiyong dapat melakukannya? Kalau tidak ada lawan mainnya disana. "Bagaimana aku bisa mulai reading kalau lawan mainku tidak disini?!"

Namun bersamaan dengan selesainya Jiyong mengeluh, akhirnya Kim Taehyung datang juga. Bocah itu datang tetap dengan langkahnya yang angkuh kemudian duduk di tempatnya dan berpose. Kim Taehyung berpose seolah-olah ia sedang serius berlatih, untuk kemudian mengunggah fotonya ke akun istagramnya. Pencitraan. Managernya berada disana untuk mengambil foto pencintraan itu.

"Singer," seru Jiyong yang tanpa aba-aba memulai readingnya. Ia tidak lagi peduli dengan kesiapan orang lain disana, yang diinginkannya hanyalah keberlangsungan semua jadwal latihan yang sesuai dengan rencana. "Apa aku orang yang kau cintai?" lanjut Jiyong membaca naskah di hadapannya.

"Kau meragukanku?" balas Taehyung, dari nada bicaranya, siapapun yang mendengarnya tahu kalau bocah itu tidak ingin berada disana.

"Bukan begitu," balas Jiyong yang kesulitan mengekspresikan dialognya karena terlalu kesal dengan sikap angkuh bocah dihadapannya. Bahkan walaupun saat ini karir bocah itu sedang diatas awan, tetap saja G Dragon bukanlah seseorang yang pantas menerima sikap angkuh itu.

"Bagiku hanya ada hyung seorang," lanjut Taehyung yang tetap konsisten dengan nada malasnya. Sama sekali tidak menjiwai peran yang harus ia bawakan. "Hyung satu-satunya, dari sekian banyak orang di dunia,"

"Sialan," umpat Jiyong ketika ia mulai kesuliatan menahan dirinya.

Tidak berjalan lama, Joonyoung harus menyelesaikan latihan itu. Mood Jiyong yang sudah tidak tertolong ditambah bocah angkuh yang tidak punya sopan santun.

"Joonyoung-ah, ganti aktornya," ucap Jiyong setelah Joonyoung mengakhiri latihan hari ini dan setelah semua anggota tim produksi keluar dari ruang meeting.

"Hei, jangan begitu! Tidak ada orang lain yang dapat memerankan Walter sebaik dirimu," seru Joonyoung. "Jangan berhenti sekarang hyung... ini karakter yang sangat sulit. Tidak ada orang yang dapat menggantikanmu, apapun yang terjadi kau tidak boleh berhenti hyung,"

"Bukan aku, tapi si bajingan kecil itu," jawab ketus Jiyong. "Dia pikir karirku tidak pernah berada di tempatnya? Haruskah aku merilis album sekarang dan membuatnya kembali kebawah? Dasar bajingan tidak tahu sopan santun,"

"Mana bisa? Kita tidak bisa melakukannya, maksudku aku tidak bisa melakukannya. Teaterku bisa hancur oleh fans-fansnya kalau aku mengeluarkannya... bersabarlah hyung, pikirkan aku juga hm?"

"Kalau begitu buatlah dia jadi aktor yang layak! Atau cari saja aktor lain!" seru Jiyong yang kemudian meninggalkan Joonyoung di ruang meetingnya.

Seperti hari-hari sebelumnya, seusai latihan Jiyong pergi ke rumah kekasihnya. Meminta gadisnya itu membuatkannya makan malam atau setidaknya menghibur dan mengurangi rasa kesalnya.

"Haruskah aku merilis lagu baruku sekarang?" tanya Jiyong yang duduk di sofa, di gudang seni milik Lisa. Sementara gadis yang ia ajak bicara kini sedang bermain dengan kuas dan catnya. "Aku seniornya, baik di industri musik maupun teater-

"Kau bilang akan menunggu Seungri selesai wamil dan menunggu Hyorin eonni melahirkan anaknya," jawab Lisa tanpa menoleh. "Tapi sejak kapan oppa senang dianggap senior dan sangat ingin di hormati begini?" tanya Lisa yang kemudian menoleh, untuk melihat Jiyong dan memberinya sebuah senyuman meledek.

"Anniyo, bukan begitu, tapi dia membuat semua orang menunggu dan sama sekali tidak serius- heish... sudahlah! Lupakan saja, kau senang?!"

"Kurasa oppa yang terlihat lebih senang," jawab Lisa masih dengan senyum jahilnya.

"Tsk... ya aku akan bersenang-senang sendiri," gerutu Jiyong, hanya asal bicara karena sejak kedatangannya 1 jam lalu, yang ia lakukan di sana hanyalah mengeluh.

"Ah iya, Joon oppa bilang dia dan Taehyung akan datang kesini besok malam. Ia ingin mengajak Taehyung makan malam disini besok malam,"

"Disini? Kenapa disini?" tanya Jiyong yang langsung meninggalkan sofanya dan berjongkok di sebelah Lisa. Seperti seekor anak anjing yang merindukan majikannya.

"Entahlah, mungkin karena Joon oppa merindukanku? Jadi tolong pindahkan alat-alat musikmu ke kamarku, kita butuh ruang tamu dan kamar tamu dilantai satu,"

"Untuk apa kamar tamu??"

"Kalau kalau Joonyoung mabuk dan menginap disini? Oppa tidak akan menyuruhnya tidur di ruang tamu kan?"

"Hhh... baiklah, kalau begitu aku akan menginap disini malam ini agar bisa membereskan kamar tamunya,"

"Untuk apa menginap? Oppa hanya perlu memindahkan-"

"Oppa tidak boleh menginap?" tanya Jiyong dengan bibir yang kemudian ia kerucutkan. "Joonyoung boleh menginap dan aku tidak?"

"Untuk apa oppa menginap disini kalau 5 dari 7 hari oppa memang tidur disini? Oppa sudah seperti tinggal disini setelah oppa membiarkan apartementmu berantakan," jawab Lisa sementara Jiyong hanya terkekeh. Apartementnya yang berantakan tentu saja hanya alasan agar ia bisa lebih lama bersama dengan Lisa. Hari-hari berlalu dan semakin lama, Jiyong justru semakin menginkan Lisa.

Latihan kembali dimulai keesokan harinya. Dengan Jiyong yang lagi-lagi harus menunggu serta melihat ketidak seriusan Taehyung dalam proses latihan mereka.

"Jika hyung bisa memahami perasaan Clare yang berhianat, dengan begitu bicara tentangnya tidak akan jadi masalah kan?" ucap Taehyung, membaca kata per kata dalam naskahnya. Hanya membaca tanpa memberikan emosi apapun dalam dialog itu. "Karena itu semuanya- ups- karena itu semuanya- haha... apa benar begini kalimatnya? Haha ini lucu," canda Taehyung yang sama sekali tidak terasa lucu bagi siapapun yang mendengarnya.

Jiyong tidak dapat menahannya lagi. Sampai kapan mereka harus berlatih tanpa hasil seperti itu? Bahkan walaupun Joonyoung tidak lagi peduli dengan hasil akhir pementasan itu, Jiyong tidak ingin jatuh bersama Taehyung. Jiyong masih menyukai sensasi berdiri di atas panggung, ditambah pementasan kali ini akan menjadi penampilan terakhirnya sebelum ia mulai kembali sibuk dengan Big Bang dan album barunya. Ia tidak ingin mengakhiri hobinya dengan pementasan yang buruk bersama Taehyung.

Secara tiba-tiba Jiyong bangkit dari kursinya dan tanpa bisa di cegah pria itu menutup mata Taehyung dengan sebelah tangannya. Jiyong sedang memaksa Taehyung untuk merakan bagaimana karakter Singer dalam naskah itu.

"Singer, aku adalah orang yang kau cintai kan?" ucap Jiyong yang memainkan tokoh Walter dengan segala emosinya.

Namun alih-alih memberi respon sebagaimana pada naskahnya, Taehyung justru mencoba melepaskan tangan Jiyong dari matanya.

"Heish! Sial-" umpatan Taehyung belum selesai ketika bocah itu kemudian berdiri dan mendorong kasar tangan Jiyong dari wajahnya.

Dalam naskahnya, Walter lebih kuat dibanding Singer. Begitupun dengan Jiyong yang lebih kuat dibanding dengan Taehyung. Taehyung akan mendorong Jiyong agar menjauhi dirinya, namun Jiyong sudah lebih dulu mendorong Taehyung menjauh dan membuat bocah itu terhuyun menambrak dinding ruang meeting.

Taehyung dapat merakan emosi Walter dalam setiap gerakan Jiyong. Jiyong mendorongnya sesuai dengan naskah yang dibacanya. Tanpa mengatakan apapun, kini pria yang berdiri didepannya terasa seperti sosok Walter sungguhan.

"Sekarang semuanya diam," ucap Jiyong sembari menunjuk tim produksi didalam ruang meeting itu. "Diatas panggung, diam dapat membangun rasa penasaran para penonton tapi itu tidak bertahan lama. Kalau kau diam terlalu lama, kau akan kehilangan minat para penonton. Kau harus selalu siap merespon," jelas Jiyong sementara Taehyung tidak dapat berhenti menatap Jiyong.

Untuk pertama kalinya, bocah itu merasa sangat ingin menyampaikan emosinya seperti Jiyong. Untuk pertama kalinya, karakter Walter yang selama ini ia baca terasa sangat nyata.

«●»

Untold StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang