Chapter 23

65 6 0
                                    

Dua hari kemudian, Jimin pulang lebih cepat daripada yang direncanakan.

Tanpa mau mengakui kenyataan itu pada diri sendiri, Sae Rin menghabiskan berjam-jam mempersiapkan diri untuk peristiwa tersebut. Pada pukul tujuh malam, kukunya sudah dicat merah muda dan ikal-ikal rambutnya sudah dirapikan, tetapi ia belum memakai make-up dan sibuk mencoba setiap pakaian pemberian Hye Rin. Mobil berhenti ketika Sae Rin sedang mengenakan gaun pendek bermotif bunga lili dengan pinggiran berenda dan berjuang mengancingkan ritsletingnya.

"Oh, tidak..." Sae Rin mengerang, tahu bahwa pakaiannya berlebihan dan ia paling suka pakaian pertama yang dicobanya. Tetapi ia menjejalkan kakinya ke sepatu, menggendong Min Jae yang sudah mengenakan piama, dan berjalan ke tangga.

Sae Rin melihat Jimin lebih dulu: pria itu sedang menyeberangi aula di bawah, wajahnya yang tirus dan gelap terlihat serius. Dia terlihat tampan dan debar jantung Sae Rin semakin cepat, mulutnya mengering. Jimin mendongak dan berhenti berjalan untuk menatap mereka. Wajah Sae Rin memerah.

Mata gelap Jimin menatap Sae Rin dan ia menaiki tangga untuk menyapa mereka. "Biarkan aku menggendong Min Jae," katanya.

Min Jae tanpa ragu membiarkan Jimin menggendongnya dan mulai berceloteh, kata-katanya yang penuh semangat saling tumpang-tindih dan tidak bisa dipahami. Jimin tersenyum menatap keponakannya dan pengaruh senyum hangat dan karismatik itu membuat napas Sae Rin tercekat.

"Dia sudah kembali normal. Presis seperti yang kuingat di Inggris, penuh semangat, dan tak mengenal rasa takut," komentar Jimin puas.

"Ya..."

"Kau melakukan keajaiban kepadanya."

"Aku hanya bermain dengannya dan memeluknya... itu saja, sungguh," gumam Sae Rin, otaknya kosong seperti kawah yang menganga pada saat ia benar-benar ingin mengatakan sesuatu yang jika tidak lucu, paling tidak cerdas.

Jimin kembali menuruni tangga dan ketika Sae Rin menyusulnya, ia menoleh untuk menatap Sae Rin. "Kau terlihat memesona dalam gaun itu," gumamnya parau dengan nada memuju.

"Hye Rin memberikannya kepadaku tapi aku belum pernah memakainya... Aku tidak pernah pergi ke tempat-tempat yang mengharuskan berpakaian seperti ini," gumam Sae Rin dengan lebih terburu-buru dibanding tadi. Ia mengepalkan tangan, merasa seakan sedang menjalani kencan pertama dan merasa begitu salah tingkah hingga saraf-sarafnya menjerit. Jadi sekarang Jimin bebas bertanya-tanya kepada Sae Rin memamerkan diri dalam gaun yang lebih cocok dikenakan di club malam mewah daripada di rumah.

"Aku akan mengajakmu pergi berbelanja. Kau tidak perlu memakai pakaian bekas sepupumu sekarang."

"Ini bukan pakaian bekas. Hye Rin membelikannya untukku. Dia selalu sangat murah hati dan aku tahu menurutmu dia orang yang mengerikan, tapi aku menyayanginya." Setelah mengucapkan kalimat itu, Sae Rin merasa bisa menggigit lidahnya saat itu juga ketika melihat wajah tirus dan kuat Jimin dihadapannya membeku.

Keheningan terasa memekakkan.

"Kau benar." Jimin membuat Sae Rin terkejut dengan menyetujui kata-katanya. "Kalau kau tidak menjelek-jelekkan Jung Soo, aku akan berusaha untuk menyamai kemurahan hatimu menyangkut Hye Rin. Suatu hari nanti kita harus bercerita kepada Min Jae tentang orangtua kandungnya dan kita harus menunjukkan sudut pandang yang tidak terlalu emosional terhadap masa lalunya."

Sae Rin mengangguk, sinar cemas di mata cokelat keemasannya menghilang. Jimin berbicara seolah kami akan bersama untuk waktu yang lama, pikir Sae Rin pusing. Tetapi memang tidak ada pengaturan lain yang masuk akal, bukan? Ke mana akal sehatku beberapa hari terakhir ini? Ketika Jimin berkata tentang Sae Rin yang harus melahirkan anak-anaknya, pria itu tidak mungkin berharap Sae Rin akan meninggalkan anak-anaknya itu di kemudian hari.

The Heirs Wife (Serial Sister Brides Book#1) [Complete] ✅Where stories live. Discover now