Chapter 20

75 6 0
                                    

Kira-kira dua puluh menit kemudian, setelah membiarkan salah seorang pelayan menjaga Min Jae, Sae Rin pergi mencari Jimin dengan enggan. Ia melirik bayangannya di cermin tinggi dan berhenti untuk memperhatikan. Rambutnya berantakan, wajahnya polos tanpa make-up, dan gaunnya lumayan tak berbentuk. Ia mendapati dirinya ingin pergi ke kamar dan merias diri lalu menggeleng tidak sabar karena keanehan pikirannya. Jimin tidak akan peduli bagaimana penampilanku dan aku tidak perlu repot-repot, pikir Sae Rin dalam hati. Sejak kapan aku mencemaskan penampilanku? Hanya sejak suara beraksen gelap itu menggumam, 'ma belle', pikir Sae Rin, malu karena kelemahannya sendiri.

Akhirnya setelah minta bantuan dari pelayan pria yang sepertinya merupakan kepala staf, Sae Rin dibimbing menuju sebuah pintu dan ditinggalkan di sana. Ia mengetuk, menunggu dan, karena tidak mendapat jawaban, masuk.

Jimin berbalik dari jendela tempatnya berdiri, sorot bertanya menghiasi mata penuh amarah itu, menegaskan struktur tulangnya yang indah. Sudah jelas dia tidak bermaksud menjawab ketukan di pintu itu.

"Maafkan aku... kukira tidak apa-apa kalau aku langsung masuk," kata Sae Rin gugup.

Setelah kembali, Jimin mengganti pakaiannya dengan kemeja putih biasa dan celana panjang berwarna beige yang dijahit indah. Sae Rin berusaha keras tidak melihat Jimin secara langsung, tetapi sejak pertama kali ia melihat Jimin tanpa kehadiran Min Jae sebagai pengalihan perhatian, seolah-olah Jimin magnet raksasa dan Sae Rin tidak bisa melawan daya tariknya. Wajah Jimin yang luar biasa tampan membuat napas Sae Rin tercekat. Dari raut wajahnya yang keras dan kaku ke sosok tubuhnya yang berotot, kuat, dan ramping, Jimin sangat maskulin.

Diserang dorongan gelombang kenangan semalam, Sae Rin terlempar ke dalam kegelisahan menyiksa yang membuatnya tak bisa berkata-kata. Satu demi satu bayangan itu berkelebat dalam benaknya: tubuh Jimin yang ramping dan liat bersentuhan dengan tubuh Sae Rin, kebahagiaan akibat bibir dan tangan Jimin di tubuh Sae Rin, kenikmatan Sae Rin sendiri yang liar dan menakutkan. Wajah Sae Rin merona hebat, ia merasa debar jantungnya semakin cepat dan panas karena bayangan dalam pikirannya. Keringat terbentuk di bibir atasnya ketika mengalihkan tatapan dari Jimin, merasa ngeri karena hanya memiliki sedikit kendali atas dirinya sendiri.

"Aku datang untuk bicara kepadamu," gumam Sae Rin lirih. "Tapi sekarang setelah aku di sini, aku tidak tahu harus memulai dari mana."

"Apa lagi yang harus dibahas?" gumam Jimin rendah dan dalam, menimbulkan reaksi berantai menuruni tulang punggung Sae Rin yang kaku dengan suaranya yang gelap dan membangkitkan kenangan. "Min Jae? Dia tinggal di sini bersama kita. Pada akhirnya, setelah dia tenang, dia akan mengunjungi ayahku beberapa kali dalam seminggu."

Bertanya-tanya bagaimana Jimin bisa mendapatkan persetujuan untuk perjanjian sesulit itu dari pria tua yang kejam tersebut, Sae Rin bergumam bingung, "Kedengarannya bagus, tapi... well, bagaimana perjanjian semacam itu memungkinkan?"

"Demi kebaikan Min Jae, hal itu harus mungkin. Dia tidak bahagia di rumah ayahku dan kau tidak bisa bersamanya di sana karena kau istriku."

"Kau bisa mengatakan bahwa aku pengasuh Min Jae dari Inggris," kata Sae Rin dengan nada membujuk. "Lalu... hmm... mungkin, aku bisa pergi ke sana bersamanya."

"Sudah terlambat untuk itu sekarang. Ayahku sudah tahu tentang pernikahan kita dan bahwa ibu Min Jae sudah meninggal. Tentu saja dia tidak senang karena kau menjadi istriku, tapi kalau kau benar-benar Hye Rin dia pasti mengamuk."

Mendengarkan Jimin, bibir Sae Rin terbuka dan ia berkata dengan ngeri. "Kau menceritakan... segalanya?"

Jimin tersenyum muram ke arah Sae Rin. "Apa yang kukatakan kepada ayahku sama sekali bukan urusanmu."

The Heirs Wife (Serial Sister Brides Book#1) [Complete] ✅Where stories live. Discover now