Sae Rin terbangun perlahan, meregangkan tubuh nyaman sebelum membuka matanya yang mengantuk.
Tetapi hanya dibutuhkan sekilas pandang pada lingkungan asing di sekelilingnya untuk membuat Sae Rin bangkit dari bantal dengan bingung. Berkas cahaya fajar menembus tirai. Sambil memandang kamar tidur yang luas itu, ia menatap gaun tidur yang dikenakannya dengan bingung, gaun satin biru berenda yang indah dengan garis leher rendah. Suara samar membuatnya tersentak kaget dan ia merasa lebih gelisah lagi saat melihat sosok bangkit dari kursi di sudut yang tertutup bayangan. Ia terkesiap takut.
"Ini hanya aku..." terdengar suara Jimin yang sudah dikenalnya.
"Aku ada di mana?" tuntut Sae Rin, cukup yakin untuk menunjukkan kemarahannya.
Jimin menyentuh sakelar di dinding dan lampu-lampu tinggi di kedua sisi tempat tidur menyala. Cahaya lembut menyinari ketegangan di raut wajah Jimin dan kilatan sorot matanya yang tajam, tetapi juga menegaskan garis keras di mulutnya. "Kau ada di apartemenku. Agar kau aman, aku harus kembali ke sini semalam dan aku tidak bisa membiarkanmu sendirian dalam keadaanmu yang seperti itu."
Masih mencoba beradaptasi karena terbang di lingkungan yang sama sekali asing, Sae Rin memprotes, "Tapi aku tertidur semalam berjam-jam. Aku ingat seseorang menyuntikku__"
"Dokter, dan itu obat penenang yang sangat ringan," Jimin meyakinkan dengan nada tenang menjengkelkan yang sama. "Kumohon jangan menuduhku menculikmu juga. Aku tidak bisa meninggalkanmu dalam keadaan seperti itu, juga tidak bisa tetap tinggal di apartemenmu__"
"Min Jae__" sejenak Sae Rin terguncang ketika teringat kejadian kemarin dan rasa sakit karena kenangan itu menusuknya. "Apa kau sudah mendapat kabar?"
Jimin menegakkan bahunya. "Pesawat mendarat dengan selamat dan Min Jae langsung ditidurkan begitu tiba di rumah. Dia baik-baik saja."
Ketika hendak mendebat pernyataan optimis itu, Sae Rin mulai menyadari cara mata hitam Jimin menatapnya. Keheningan berdengung di udara. Mulut Sae Rin kering, denyut nadinya semakin cepat. Di balik gaun satinnya, peyudaranya menggelenyar, membuat ia menyadari dengan malu bukan hanya kesensitifan puncak payudaranya yang menegang, tapi juga bahwa ia tidak mengenakan pakaian yang pantas. Dengan pipi panas, Sae Rin menyentakkan selimut lebih tinggi dengan canggung dan menjepitnya di bawah lengan. "Siapa yang membawaku ke tempat tidur?"
"Para pelayan."
"Dan apa yang kau lakukan di sini?"
"Aku tahu kau akan ketakutan saat bangun di tempat asing. Apa kau ingat apa yang kau sarankan padaku semalam?" tanya Jimin lembut, berdiri di kaki tempat tidur, mata hitamnya berkilat-kilat menatap Sae Rin.
Wajah Sae Rin memucat. Jadi kejadian ia meminta Jimin menikahinya, membawanya ke Korea, dan memberinya tempat untuk bisa kembali bersama Min Jae bukan mimpi gila. Sae Rin bisa melihat bahwa Jimin berharap dirinya akan malu tetapi Sae Rin mendapati dirinya mengengkat dagu, sesuatu yang aneh dan asing, tetapi sangat agresif menguasai dirinya. "Dengan sangat jelas."
"Tapi itu mungkin saja karena pengaruh brendi. Menuntut agar aku menikahimu? Apa lagi yang bisa lebih konyol dari itu?" tanya Jimin dengan suara sehalus sutra.
Jemari kaku Sae Rin mencengkram selimut. "Seorang presdir tiran tua jahat yang menggunakan anak buahnya untuk menculik cucunya? Anak buah yang bertingkah seperti sekelompok teroris? Kesukaan almarhum kakakmu terhadap sex semborono di tengah laut? Well, mungkin bukan konyol, tapi hadapi saja, kau mungkin anggota dari keluarga terpandang... tapi sejauh menyangkut keluargamu, tidak ada yang bisa kau banggakan. Dan yang pasti bukan alasan yang bagus untuk membuatmu berpikir kau sedikit lebih baik dibanding aku!"
YOU ARE READING
The Heirs Wife (Serial Sister Brides Book#1) [Complete] ✅
Storie d'amoreSINOPSIS : Setelah kematian sepupunya, Sae Rin memutuskan menjadi wali asuh Min Jae, anak sepupunya. Bagaimanapun, Sae Rin sangat menyayangi Min Jae dan sudah menjaga anak itu sejak dia lahir. Namun hati Sae Rin hancur ketika Jimin, paman Min Jae...