Senja yang disaksikan dari beranda
Mengecap kenyataan bahwa kini jarak adalah tembok dingin
Berwarna pelukan yang hanya angan
Dibawa angin entah kemana
Merah padam di ujung mata ini
Menyala di dalam mataku
Segala cemas dan amarah memaksa reda
Sebab malaikat telah kerepotan melukis di langit-langit
Pelipur lara dari Tuhan, katanya.
Menuju gulita, langit hitam menyembunyikan wajah yang abu-abu
Pilu, tiada yang ingin tahu
Senja sudah hilang, di beranda tinggal dosa berbekas:
Secangkir kopi yang tidak habis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terus Terang
PoesíaSetiap kata adalah perang melawan diri sendiri. Hal yang paling jujur. Terkadang tidak kita inginkan, tapi itu adalah diri kita yang sebenarnya.