4

22.5K 2.6K 141
                                    

Tak hanya menjadi seorang manager, pemilik beberapa toko, dan memiliki beberapa resort, Arkan juga menjadi seorang sopir. Lebih tepatnya, sopir pribadi sang mama dan juga dua keponakan nakalnya.

Siang hari, saat ia jeda bekerja dari kantor, menjadi rutinitas harian Arkan untuk menjemput dua keponakan kembarnya, Andra dan Aya, dari sekolah. Sebenarnya, Arkan tidak pernah merasa keberatan jika harus membantu Naya, kakak iparnya tersebut untuk mengantar dan menjemput si kembar. Hanya saja, Arkan harus menyetok rasa sabar sebanyak mungkin agar emosinya tidak meledak-ledak saat menghadapi tingkah ajaib Andra dan Aya. Jika tidak membuat ulah selama perjalanan, maka si kembar kompak memalak sang paman untuk membelikan mereka beberapa jajanan. Jika tidak diladeni, kedua curut kecil itu kompak mengamuk hingga beberapa pasang mata menatap Arkan sengit.

Meskipun demikian, Arkan tetap tak kuasa menolak permintaan kakak ipar yang terpaut usia lima tahun lebih muda darinya tersebut ketika meminta bantuan padanya. Naya, tak akan mau merepotkan siapapun seandainya dia bisa melakukan semuanya sendirian. Tapi, semenjak melahirkan satu anak lagi, kebebasan Naya terkekang. Istri kakaknya tersebut tak bisa membonceng si kembar menggunakan sepeda motor sembari membawa si bungsu, Althaf. Nasib memiliki suami seorang pilot, ya seperti itu. Harus siap melakukan segala sesuatu seorang diri selagi sang suami pergi bertugas. Apalah daya, Naya hanya wanita lemah yang tak punya keberanian membonceng tiga anak kecil sekaligus dengan tingkah luar biasa ajaib.

Dua puluh lima menit tiga detik Arkan menunggu dengan bosan di dalam mobil. Biasanya, kelas si kembar selalu tepat waktu membubarkan para siswanya. Hanya saja, untuk hari itu entah kenapa kelas si kembar bubar lebih lambat dari biasanya. Padahal kelas-kelas lain telah membubarkan diri sejak lima belas menit yang lalu.

Arkan menilik jam analog di pergelangan tangannya. "Udah lewat lima belas menit sepuluh detik. Sekitar 9.999 rupiah duit gaji gue melayang." Arkan berdecak kesal. "Kak Alif harus mengganti kerugianku sebesar yang telah hilang."

Beruntungnya Arkan memiliki seorang kakak yang luar biasa tajir. Kebiasaan hidup hemat yang dicanangkan kakaknya tersebut bersama sang istri, ingin Arkan turuti. Hanya saja, Arkan telah bertindak lebih dari batas kewajaran. Tak ada siapapun yang tega menagih uang sebesar 700 perak pada ibunya, kecuali Arkan. Tak heran jika sang mama selalu geleng-geleng kepala menghadapi sikap pelit salah satu putra kembarnya tersebut.

Sepuluh menit kemudian, kelas 2-B yang menjadi tempat dua keponakannya menuntut ilmu akhirnya membubarkan diri. Anak-anak kecil dengan berbagai tingkah mulai keluar dari dalam kelas. Andra dan Aya saling berkejaran dengan tawa riang. Merasa bahwa belum ada siapapun yang datang menjemput, dua bocah kembar tersebut berlari menuju ayunan yang sengaja disiapkan untuk siswa bermain.

Namun, yang menjadi masalah besar adalah, di atas ayunan tersebut telah ada satu anak yang mendudukinya. Aya, gadis kecil tersebut tak terima, lantas mendorongnya kasar hingga temannya tersebut terjatuh lalu menangis.

Arkan menepuk dahinya frustasi. Ibu dari bocah yang menangis tersebut datang, hampir mencubit Aya jika saja Arkan tak segera memunculkan diri.

"Maafkan keponakan saya, Bu. Dia nggak sengaja bikin anak Ibu jatuh." Arkan berusaha membela Aya. Sementara gadis kecil itu hanya terdiam sembari menggigit jari telunjuknya, merasa bersalah.

"Nggak sengaja apanya. Jelas-jelas anak itu mendorong anak saya dari atas ayunan ini, kenapa masih ngeles kalo dia nggak sengaja? Sekarang, saya nggak mau tau. Anak saya terluka, dan Mas sebagai orang yang bertanggungjawab atas ulah keponakannya, harus mengganti rugi untuk mengobati luka anak saya." Ibu tersebut tidak ingin kalah begitu saja. Jaman sekarang, para ibu telah mengambil alih dunia. Jika laki-laki tak mau mengalah, siap-siap di bom.

Fated (Tamat) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang