Vote, vote, vote dan komen yooo... Jangan lelah. Hahaa...
***
Dhara hanya seorang wanita biasa. Seberapa kuat ia mencoba bersikap sok tegar, tetap saja tubuh itu tak mampu bertahan. Beberapa kali ia dilarikan ke rumah sakit oleh rekan kerjanya, pingsan di lokasi kerja karena seluruh tenaganya habis digunakan untuk bekerja mengejar target perusahaan dan juga mengurus dua anaknya yang masih sangat kecil. Seharusnya ia harus dirawat inap selama beberapa hari untuk memulihkan kondisinya hingga benar-benar sembuh. Hanya saja, Dhara menolak karena tak ada yang menjaga dua anaknya di rumah.
Untuk hari ini, kejadian serupa juga terjadi pada Dhara. Setelah menyelesaikan desain proyek untuk Nicefood Production semalam, Dhara sama sekali tak dapat melelapkan matanya. Ketika ia hendak memejamkan mata, Davin berbuat ulah. Akibatnya, ketika di kantor, ia hanya mampu bertahan hingga pukul sepuluh pagi. Setelahnya ia meminta ijin pulang untuk istirahat di rumah.
Mengetahui bahwa Diva pulang ke rumah bersama Arkan, gadis dua puluh enam tahun tersebut merasa sangat tidak enak. Selama ini ia berusaha untuk tak merepotkan siapapun. Bahkan bantuan yang berusaha Nadia ulur tadipun ia tolak. Tapi, secara tak sengaja ia malah merepotkan pria yang telah membuat mood-nya hancur kemarin.
"Mama akan menikah dengan Om itu, ya?"
Dhara tersedak oleh obat yang baru saja hendak ditelan ketika Diva mengajukan pertanyaan tersebut secara tiba-tiba. Alhasil, obat tersebut terlanjur larut di lidah membuatnya mual dan muntah di wastafel.
Obatnya pahit, sumpah.
Usai berkumur dan meminum air putih segelas penuh, Dhara kembali melangkah mendekati Diva di meja makan. Gadis kecil itu mendongak, menatapnya menuntut jawaban. "Om siapa?"
"Om yang jemput Diva sama Davin dari sekolah. Dia pacar Mama, ya? Kalian akan menikah?" Diva menjelaskan.
Dhara merasa pertanyaan yang diajukan anak berusia sembilan tahun tersebut terlalu jauh dan berlebihan. Entah dari sisi mana ia berpikir bahwa mamanya menjalin hubungan dengan pria itu dan akan segera menikah? Terlalu sibuk dengan pekerjaan dan masa depan anaknya, Dhara tak pernah memikirkan pernikahan. Ia yakin, tak akan ada pria manapun yang sudi menerimanya sebagai seorang istri dengan dua anak yang dimilikinya. Meskipun ada pria yang mencintainya, tapi tidak dengan dua anaknya, tetap saja akan Dhara blacklist dari kehidupannya. Jika hendak menjadikan Dhara istri, maka pria itu juga harus bisa menerima kedua anaknya.
"Kenapa kamu malah berpikir kayak gitu?" Dhara penasaran akan jawaban yang Diva berikan.
"Om itu kayaknya baik. Kapan Mama akan menikah dengan dia?"
"Darimana kamu tau kalo Om itu baik?" Dhara kembali bertanya. Ia tak akan menjawab pertanyaan Diva sebelum gadis itu menjawab semua pertanyaannya.
Memasang wajah datar, Diva menjawab pertanyaan sang mama dengan sebal. "Diva memang masih kecil, baru 9 tahun. Tapi, bukan berarti Diva nggak bisa membedakan mana orang baik dan mana orang nggak baik. Om itu sering Diva liat saat dia menjemput si kembar, siswa nakal dari kelas 2-B. Sembari nunggu Mama jemput Diva, Diva seneng banget tuh merhatiin kebersamaan om dan keponakannya itu. Meskipun marah, om itu tetap aja mau meladeni apa kata si kembar. Diva nggak tau kalo om itu adalah pacar Mama."
Dhara mengambil kembali butiran obatnya, karena obat sebelumnya belum berhasil diminum. Setelah obat tersebut masuk dengan mulus ke dalam perut, perkataan Diva direspon. "Dia bukan pacar Mama. Jadi, Mama nggak akan menikah dengan dia."
Diva mengerutkan dahinya. "Kenapa? Mama nggak mau nyari ayah buat kami?"
"Uhukk."
Astaga. Diva benar-benar kritis. Dhara bahkan dibuat tersedak oleh ludahnya sendiri ketika pertanyaan mematikan itu berhasil diajukan. Mencari 'ayah' katanya? Ya, ampun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fated (Tamat) ✓
ChickLitAdhara Sabila Khairunnisa, merelakan sebagian kebebesannya demi membesarkan kedua anaknya tanpa seorang pendamping. Pada usianya yang ke-26 tahun, dirinya bekerja banting tulang sendirian demi menafkahi seorang putri berusia 9 tahun dan seorang putr...