Bonus

13.7K 1.8K 229
                                    

Menjadi ibu dari tiga anak itu tidak mudah. Dhara tak tahu jika anak yang dilahirkannya tiga tahun lalu itu mempunyai sifat yang luar biasa memusingkan. Ia merawat Diva saat ia berusia 17 tahun, lalu setelahnya Davin. Tapi, tak ada dari dua anak kakaknya tersebut yang bertingkah seperti putri kandungnya.

Dhara benar-benar dibuat pusing tujuh keliling. Ia tak bisa membiarkan  Daneen bermain tanpa pengawasan. Semenit saja ia lengah, dipastikan anak itu menghilang entah kemana. Itu sebabnya Dhara sangat jarang membiarkan pintu rumahnya dalam keadaan tak dikunci.
Entah mengidam apa dia saat mengandungkan anak itu dulu. Dhara rasa, ia tak pernah mengidam hal yang aneh-aneh. Hanya saja, saat hamil dulu ia kabur dari rumah mertuanya karena suatu permasalahan. Tapi, apa mungkin karena alasan tersebut Daneen punya hobi kabur diam-diam dari rumah dan bersembunyi di balik tempat-tempat tak masuk akal? Seperti bersembunyi di ember penampung air untuk menyiram tanaman misalnya.

Hanya karena Mbak Yuni lupa menggantung ember untuk menampung air penyiram tanaman saja bisa dimanfaatkan Daneen sebagai tempat persembunyiannya. Padahal, tak ada yang sedang mengajak anak itu bermain petak umpet.

Dasar anak Arkan. Dhara membatin. Padahal Arkan tak salah sama sekali. Semasa kecil, Arkan tak seperti Daneen. Arkan kecil sangat kalem dan jarang bicara. Bahkan saat kakaknya, Alif, mengajak untuk mengerjai sang mama saja ia menolak, dan berbalik menasehati sang kakak dan juga Arsan kecil kala itu.

Hanya saja, sifat pelit yang dimiliki memang telah muncul saat Arkan kecil dahulu.

“Mamaaaa... Anin ini kenapa siiih. Anin dudukin punggung Aa’, Maaa...”

Dhara menyudahi pekerjaannya.  Tak bisa bekerja di luar rumah karena tuntutannya sebagai ibu, maka ia memutuskan menerima ajakan Nadia untuk menjadi reseller online shop Shopea. Online shop nomor satu di Indonesia. Menjadi seorang reseller online, selain mendapatkan uang, ia juga bisa menjaga anak dalam waktu bersamaan.

Wanita itu bergegas turun dari lantai dua untuk menengahi Davin dan Daneen di lantai satu ruang televisi. Melihat apa yang putri kecilnya tersebut lakukan terhadap sang kakak, Dhara beristighfar. “Daniin. Turun dari sana. Aa’ jadi sakit, Nak .” sembari berusaha menurunkan Daneen dari punggung Davin.

Sayang, kalimat lembut yang mamanya ucapkan sama sekali tak membuat Daneen patuh. Semakin kakaknya memekik kesakitan semakin ia lonjakkan pantatnya di sana, lalu tertawa bahagia.

Dhara bahkan kewalahan memindahkan Daneen turun dari sana karena semakin berusaha ia tarik, rambut Davin dijambak semakin kencang. Alhasil, Davin semakin histeris kesakitan.

“Mamaaaa... Huaaaa.... Sakiiiiit.”

“Ya Allaah. Daniiiin. Jangan begitu sama Aa’. Lepasin, Nin. Lepasin.”

“Endaaak! Anin mau naik kuda, Mama,” tolaknya.

“Iyaa. Tapi badan Aa’ bukan kuda, Naak. Nanti papa pulang bawain Danin kuda-kudaan, ya?” bujuk ibu 29 tahun tersebut.

“Papa bawa kuda?”

Dhara mengangguk cepat. Ia tak kuasa melihat Davin tersiksa semakin lama.

“Yeeeaay!” Daneen berdiri, lalu berhenti menjadikan tubuh Davin sebagai kuda. Anak itu berlari ke sana kemari karena bahagia, membayangkan bahwa nanti sepulang papanya kerja, papanya akan membawakannya kuda-kudaan, atau... Kuda?

Dhara menepuk dahinya frustrasi melihat ulah Daneen. Anak itu bahagia, berlari ke sana kemari, tapi sembari berlari tangannya menyapu bersih apa saja yang berada di atas meja, buffet, atau di atas apa saja yang bisa terjangkau oleh tangannya.

Oleh karena keaktifan tangan Daneen yang sangat suka menjatuhkan barang, maka Dhara memutuskan tak membeli perabot hiasan yang terbuat dari kaca atau dari benda yang mudah pecah. Bingkai-bingkai foto saja tak ada yang diletakkan di buffet. Semua digantung di atas dinding. Beruntung saat membuat rumah, Arkan memasang kaca rumah yang tebal sehingga Daneen tak bisa memecahkannya dengan mudah.

Fated (Tamat) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang