17

17.8K 2.3K 97
                                    

"Apa?"

Semua anggota keluarga Arkan tampak begitu terkejut begitu Arkan mengatakan apa yang terjadi sebenarnya. Diva menghilang, dan kemungkinan besar diculik. Dhara dan Arkan tidak mengatakan bahwa mereka berdua mencurigai Nadhira alias Catrina dalam kasus ini, karena keluarga Arkan sama sekali tidak mengetahui bahwa Dhara mempunyai seorang kakak. Bagi Dhara, belum saatnya ia menceritakan kisah sebenar kehidupannya. Ia tak ingin di cap buruk karena memiliki seorang kakak kandung yang tak bisa dikatakan wanita baik-baik.

"Bagaimana kejadiannya? Kenapa bisa? Bukannya Diva sekolah?"

"Kejadiannya di sekolah, Ma." Arkan mewakili Dhara untuk menjawab semua pertanyaan penuh keterkejutan dari keluarganya. "Hari ini sekolah Diva pulang lebih awal dari biasanya karena ada rapat dadakan. Diva terlambat dijemput, dan ketika Dhara tiba di sana, Diva udah nggak ada."

"Keterangan dari pihak sekolah gimana? Seharusnya mereka bisa mempertanggungjawabkan kasus ini karena Diva menghilangnya di lokasi sekolah. CCTV, atau satpam, seharusnya keamanan sekolah itu udah lengkap. Kenapa masih bisa kecolongan kayak gini? Ya Allaaah..." Mama Dinda mengerang frustasi. Meskipun Diva bukanlah cucu kandung beliau, bukan berarti beliau tidak mencemaskannya. Diva dan Davin telah dianggap seperti cucu beliau sendiri. Tidak ada bedanya dengan cucu yang lain.

"Pihak sekolah juga udah membantu, Ma. Kala itu satpam sedang ke toilet, meninggalkan Diva sendirian di halaman sekolah sembari menunggu jemputan datang. Begitu beliau kembali, Diva udah nggak ada di sana." Arkan kembali menjelaskan.

Dhara lebih banyak terdiam. Wanita itu tak berhenti menitikkan air mata. Jas kerja Arkan menjadi mangsa. Sejak di dalam mobil, Arkan memberikan jas mahalnya untuk menghapus air mata wanita itu karena kebetulan tisu telah habis.

"Trus, Davin mana?" Ayah Andi membuka suara, setelah menyadari bahwa kedatangan anak dan menantunya tanpa membawa Davin bersama.

"Davin dijemput Aisya. Kami nggak sempat menjemput dia karena terlalu banyak hal yang kami lakukan untuk menyelamatkan Diva."

"Udah dilaporin polisi?"

"Udah, Yah. Cuman, pihak kepolisian akan menindaklanjutinya dalam 24 jam kemudian," jawab Arkan.

"Kenapa lama banget? Masalah ini nggak bisa disepelekan. Jika anak itu kenapa-kenapa sebelum waktu 24 jam itu, gimana? Ini nggak bisa dibiarin." Ayah Andi naik pitam. Hendak marah pada pihak kepolisian, tapi tak sanggup. Beliau sadar bahwa memang dalam setiap tindakan yang dilakukan polisi adalah berdasarkan aturan hukum.

"Kami kehabisan akal, Yah. Diva itu, meskipun bukan anak kandungku, tapi aku menyayanginya melebihi apapun. Kasian dia. Hiks..." Dhara terisak di hadapan kedua mertua dan juga suaminya. Tak ada rasa sungkan, karena baginya Ayah Andi dan Mama Dinda adalah pengganti kedua orangtua kandungnya.

"Ayah ada kenalan. Sebentar, Ayah hubungi dia." Ayah Andi sigap berdiri, melangkah ke kamar untuk mengambil ponsel beliau. Seseorang coba dihubungi. Setelah beberapa menit menceritakan kejadian yang sebenarnya, beliau kembali ke ruang tengah dan berkata, "kenalan Ayah sudah bertindak. Beliau adalah seorang detektif. Sering menyelidiki kasus seperti ini. InsyaaAllah kita akan mendapat informasi terbaik dari beliau. Kita sama-sama berdo'a untuk keselamatan Diva." Semua mengangguk. Ayah Andi mendesah sejenak, lalu Dhara ditatap teduh. "Kamu harus tenangin diri dulu, Ra. Istirahat di kamar."

Dhara menyeka air matanya. Bersama Arkan, ia masuk ke dalam kamar sesuai dengan nasehat halus yang diberikan sang ayah mertua.

***

Pihak kepolisian tampak saling beradu argumen di ruang rapat. Setelah menyelidiki beberapa hal, mereka mulai menemukan titik terang dari kasus menghilangnya seorang gadis kecil di sekolah siang tadi. Berdasarkan pemantaun CCTV yang diberikan oleh sang pelapor siang tadi, mereka dapat mengungkap identitas sang pelaku.

Fated (Tamat) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang