Part 7

782 151 12
                                    

*****

Jieun baru saja menyelesaikan makan malamnya. Ia masuk kembali ke kamarnya dengan kesal. Bagaimana tidak. Saat makan tadi, Justin menyuruhnya makan di dapur layaknya pelayan pada umumnya.

"Aishh... Benar-benar pria itu tak punya hati" gerutunya.

Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Aroma lavender bercampur aroma maskulin....
"Rasanya aku mencium aroma itu saat melewati mereka. Apa mungkin...."

Knock..knock..knock....

Jieun mengabaikan pemikirannya barusan kala mendengar pintu kamarnya diketuk. Segera ia bangkit menuju pintu dan membukanya.

"Maaf, apa aku mengganggumu?" tanya Raymond.

"Maaf, apa aku mengganggumu?" tanya Raymond

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ah, tidak. Ada apa?" tanya Jieun.

"Ada yang ingin kubicarakan denganmu" sahut Raymond.

"Kalau begitu, masuklah" ujar Jieun seraya membuka lebar pintunya guna mempersilahkan Raymond untuk masuk.

"Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Jieun.

"Ini tentang Justin. Aku ingin minta maaf atas kelakuannya. Tapi percayalah, ia bukan lelaki yang kejam" ucap Raymond.

"Tidak kejam memang, tapi tak berperasaan" rutuk Jieun.

"Apa kau membencinya?"

"Sangat!"

"Bisa kuminta satu hal darimu?" pinta Raymond.

"Apa itu?" tanya Jieun.

"Kumohon jangan membenci Justin. Ia memiliki alasan mengapa ia bersikap seperti itu"

"Memangnya alasan apa yang dimilikinya?" tanya Jieun kembali.

Raymond menghela nafasnya dalam dan panjang sebelum berujar,
"Aku tak bisa mengatakan alasannya. Aku hanya bisa memintamu untuk tidak membencinya karena itu akan menyakitinya".

Raymond kemudian bangkit berdiri.
"Maaf karena sudah mengganggumu. Aku akan pergi sekarang. Beristirahatlah" ujarnya kemudian beranjak keluar dari kamar Jieun yang masih tertegun dengan penuturan Raymond.

"Apa maksud ucapannya barusan? Kenapa ucapannya harus membingungkan begitu?" gumam Jieun kesal lalu berjalan menuju tempat tidurnya.

Jieun pun merebahkan tubuhnya ke atas kasur empuk itu. Ia menatap langit-langit kamarnya yang nampak sangat indah.
"Seperti dalam mimpi saja" gumamnya.

The Tale of Seven PrincesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang