Rekomendasi lagu:
Rain - Soyou ft. BaekhyunJeno terbaring lemas di atas kasur rumah sakit. Sementara Jaehyun sang kakak tertidur lelah di kursi ruang tunggu dengan bantalan paha mamanya. Mama Jaehyun terus menerus mengusap kening anaknya yang matanya sudah sembab tak karuan.
"Masih gak berubah, selalu merasa semua ini adalah salahnya" ucap pelan mama Jaehyun.
"Iya, padahal kalau tentang salah, sepenuhnya salah papa" balas Papa Jaehyun yang baru datang dari kantin rumah sakit dengan membawa teh hangat.
"Ibu kan dulu meninggal karena penyakit ini juga mah, ini bisa dibilang karena bawaan gen"
"Iya, tapi gak ada yang berhak disalahkan, ini semua udah takdirnya. Tapi pah, aku gak bisa bayangin Jeno sekuat ini padahal kata dokter penyakitnya udah dari dua tahun yang lalu"
"Jeno tuh suka nyembunyiin apapun. Dia gak mau jujur katanya demi orang lain, tapi ujungnya selalu begini. Dan kata dokter, mungkin ada yang jadi penyemangatnya sampai sekarang, dan dia kalo sakit juga nyepelein karna kan dia juga punya darah rendah, dia kira selama ini darah rendahnya kambuh, padahal mah bukan" jawab papa Jaehyun sambil menyeruput teh hangat yang sebenarnya ia beli untuk Jaehyun.
"Jeno udah tidur?" Tanya Papa Jaehyun.
"Belum, dia gak bisa tidur kayaknya. Entah mikirin apa"
"Pah.." ucap mama jaehyun.
"Kenapa?"
"Kalau Jeno beneran pergi, gimana ya?" Mama Jaehyun bersender lalu mendongakkan kepalanya menatap pelafon rumah sakit.
"Tinggal jauh lebih dari empat tahun, pulang juga paling lama sebulan, tiba-tiba sekarang pulang dengan keadaan sakit parah. Aku gak pernah nyangka aja dia bakal berbaring di dalam sana" matanya berkaca, tapi terus ia tahan mengingat tadi saja ia terus mengusap pipi Jaehyun agar segera berhenti menangis.
"Jeno kuat kok, abis ini pengobatan akan berjalan, doakan yang terbaik aja" papa Jaehyun mengelus pundak mama Jaehyun, lalu masuk ke dalam kamar inap Jeno.
"Kamu harus sembuh ya" ucap Papa Jaehyun kepada Jeno, sementara Jeno hanya menatap papanya itu sambil mengelap pipi nya yang sedari tadi basah karna air mata dan hidungnya yang mengeluarkan darah.
"Iya, aku janji" jawab Jeno sambil tersenyum, padahal air matanya masih terus mengalir, dan sisa darah juga masih ada di hidungnya.
Semunafik itukah Jeno? Padahal dalam benaknya yang paling dalam, pikiran untuk sembuh saja tidak ada. Baginya, sekedar optimis di depan mereka, itu semua sudah cukup.
###
Tasa masih terus mencoret-coret buku latihannya sambil melamun, padahal bel pulang sedari tadi sudah berbunyi. Ia melamun, memikirkan segala masalah yang akhir-akhir ini menghampirinya. Jeno pergi dan Renjun juga pergi, ia merindukan masa SMA-nya yang dulu.
Apa cinta memang suka merusak persahabatan?
Atau si pemilik cinta yang terlalu egois untuk tidak mempertahankan persahabatan?
Tasa tak mengerti, Tasa bingung. Menangis, menggenggam tangannya, memeluk, bahkan memaksanya pun tak mampu membuat Jeno angkat bicara untuk segala hal yang telah terjadi saat ini.
Hatinya masih tak rela, Jeno adalah seseorang yang berarti untuknya. Dari semua spekulasi yang orang nyatakan, itu tak pernah membuat Tasa percaya. Hanya omongan Jeno yang ia percaya.
"Sa, pulang" Nana tiba-tiba membuyarkan segala lamunan bertemakan Jeno itu, ia juga tiba-tiba membalut badan Tasa dengan jaketnya.
"Di luar gerimis, mungkin hari ini cuaca lagi berpihak kepada lu" ucapnya lagi, sementara Tasa hanya menatap Nana yang duduk di hadapannya dengan tatapan sendu.
"Jangan galau-galau terus, ayo semang-" belum selesai bicara, Tasa sudah langsung memotongnya.
"Na.. gua kangen kebahagiaan gua yang dulu" katanya.
"Lu kangen Jeno?" Tanya Nana.
Tasa menggigit bawah bibirnya, menahan bendungan air mata yang mungkin akan segera tumpah.
"Gua.. ka..kangen masa masa dulu, masa-masa bahagia gua sama dua sahabat gua" jawabnya. Kini lidah Nana yang malah merasa kelu. Kebahagiaan Tasa dulu juga menjadi kebahagian Jeno, dan sekaligus menjadi penderitaan Jeno.
Penderitaan tentang memiliki perasaan yang tak mungkin terbalaskan, penderitaan untuk selalu berbohong di depan Tasa. Pura-pura bahagia setiap ia menceritakan Renjun.
"Gua bahagia kalo Tasa juga bahagia" kalimat omong kosong yang ia pernah dengar dari mulut Jeno itu seketika terngiang di kepalanya.
Jeno terlalu jauh berkorban.
"Gua putus sama Renjun, gua terlalu kebawa emosi. Mood gua lagi gak stabil belakangan ini" kata Tasa, membuat Nana yang kini balik terbuyarkan lamunannya.
"Renjun ada di luar kok, samperin gih" jawab Nana sambil menunjuk ke arah luar.
"Iya kayaknya lebih baik gitu. Yaudah, ini jaketnya"
"Gak usah gak usah, bawa pulang aja apalagi mau hujan gede" tolak Nana.
Tasa mengangguk kecil, kemudian berjalan menuju luar kelas.
"Oh iya Na" ucap Tasa sambil membalikkan badannya.
"Kenapa?" Tanya Nana bingung.
"Gua gak jahat kan kalo harus ngelakuin hal yang sama ke Jeno?" Tanya Tasa, sementara Nana hanya menatap Tasa dengan tatapan yang sama, tatapan bingung.
"Bukan bales dendam, cuman mau berhenti sedih kayak gini aja. Lagipula tanpa gua ngejauh kayak yang dilakuin Jeno, kami berdua emang udah jauh kan?" Ucapnya lagi sambil tersenyum.
"Kalo lu masih hubung-hubungan sama dia, tolong tanyain gimana kabarnya ya" lanjutnya lalu pergi menuju luar kelas.
"Jun" panggil Tasa.
Renjun langsung buru-buru berdiri, ingin menjelaskan semuanya tapi tertahan oleh ajakan Tasa.
"Ayo pulang"
Renjun hanya menatap Tasa yang sedang tersenyum seakan tidak terjadi apa-apa.
"A..ayo" setelah disetujui Renjun, Tasa langsung menggandeng tangan Renjun dan pergi dari kelas.
"Maafin gua ya" ucapnya sambil bersender ke bahu Renjun.
"Iya maaf juga ya" Renjun melepaskan genggamannya menjadi rangkulan.
Sementara Nana hanya menatap kepergian mereka, ia hanya berpikir bagaimana sakit hatinya Jeno melihat semuanya selama ini.
LINE!
Jeno-nG
Jagain Tasa ya
Hari ini
Pasti Jen
Jangan lama2 di kampungnya lu, tugas banyak nih
Jaga diri baik-baik! -tasa renjun
LINE!
Jeno 10 ipa 1
Jen
Apa kabar?
Baik
Knp Na?
-tasa
Tbc