sembilan.

229 14 1
                                    

Jaehyun duduk bersimpuh di hadapan adiknya sambil terus menerus menangis dan memohon. Sementara Jeno yang duduk di sofa hanya memalingkan muka, tak mau melihat ke arah kakaknya.

"Jeno.. satu kali ini aja, turutin permintaan abang" ucap Jaehyun sambil terus mengeluarkan air matanya.

"Aku bilang aku gak mau, ngabis-ngabisin uang bang" jawab Jeno dengan posisi yang sama.

"Bang Jaehyun nyesel gak jaga kamu dengan baik, bang Jaehyun gak pernah bisa tidur, menyesali semua yang udah terjadi. Setiap jam papa mama nelfon kamu sambil nangis untuk nanya keadaan kamu. Abang harus jawab apa Jen? Apa?!"

"Gak usah nyesel bang, aku kan sakit dari dulu. Gejalanya gak pernah aku kasih tau siapa-siapa, aku juga gak sadar. Abang gak salah, mama papa gak salah. Gak usah nyesel" ucap Jeno

"Kamu mau kita semua gak nyesel? Kamu harus berobat Jen! Untuk bertahan, demi abang, demi papa mama! Setidaknya usaha Jen, maka gak ada penyesalan setelahnya" Hati keluarga mana yang tidak sakit ketika melihat anggota keluarganya mengidap penyakit parah yang telat terobati. Apalagi Jaehyun yang telah merawat Jeno sejak SMP.

Ia benar-benar merasa seperti kakak yang gagal.

"Aku bilang gak usah. Abang udah usaha nyari duit, nabung, masa tiba-tiba abis cuman karena ngobatin penyakit yang emang udah gak bisa diobatin. Sia-sia bang"

Jaehyun langsung menangis keras ketika mendengar perkataan adiknya itu. Rasa penyesalan terus menerus muncul di dalam dirinya.

"Abang itu abang yang paling baik, abang gak pernah salah kok. Kalo tiba-tiba aku sakit kayak gini, itu bukan salah abang yang udah merawat aku" Jeno kini berani menatap kakaknya itu.

"Jeno.. apa kamu mau kalau kamu pergi nanti, keluarga kamu terus dihantui rasa sesal yang teramat dalam? Jeno.. ini permintaan terakhir kami, permintaan abang, papa dan mama. Abang mohon Jen.."

Hati Jeno langsung sakit ketika kakak laki-laki yang terliat selalu kuat, tiba-tiba matanya sembab dan matanya merah, bahkan ia berani memohon di depan adiknya yang jauh lebih muda darinya.

Jeno tak mau melihat keluarganya menangis. Jeno tak mau mereka semua terus menyesal ketika Jeno benar-benar akan pergi nanti.

Pertahanan Jeno langsung runtuh, padahal ia tadi sengaja memalingkan muka agar tak melihat tangisan kakaknya.

Jeno langsung meneteskan air mata sambil menganggukan kepalanya. Ia setuju. Itu lebih baik daripada apapun, daripada melihat keluarganya menangis.

Lagipula, sebenarnya Jeno sudah tak kuat jika hanya bergantung dengan obat pereda rasa sakit.

###

"Sekretaris, Jeno izin pulang kampung satu minggu. Ini suratnya" Wali kelas 11 Ipa 4 memberikan surat beramplop putih itu ke Lami, sekretaris kelas.

"Iya bu, nanti dikasih tau ke guru pengajar"

Renjun yang sedari tadi di tempat duduknya hanya mendengar diam-diam percakapan mereka. Entahlah, padahal hari ini ia ingin meluruskan semuanya.

Mereka laki-laki, tak sepantasnya seperti ini.

Terlebih chat terakhir Jeno yang membuat Renjun bingung.

"Kayak mau pergi kemana aja, biasanya kalo pulang kampung gak sampe begini" gumam Renjun pelan.

"Iya Jeno agak berubah tauu, gak ngerti juga gua tapi ya berubah aja, gak seceria dulu" Renjun langsung terdiam sambil mendengarkan kelanjutan cerita yang tak sengaja ia dengar dari segerombolan teman perempuan kelasnya.

"Terus sekarang Tasa lebih sering sama Renjun gak sih? Malahan jadian kan? Kok gua yakin ya gara-gara itu"

"Ya bisa juga. Deketnya sama siapa, jadiannya sama siapa"

"Ehhh udah, ngegosip mulu lu pada. Mending gua minjem catetan mtk, belum selesai nih gua HEHEHE" Lami datang dan mengakhiri segalanya. Padahal Renjun masih ingin mendengar kelanjutannya.

"Ish ganggu, ambil tuh di meja gua" salah satu temannya hanya memutar bola matanya sementara yang lain tertawa.

Renjun mendadak curiga

Apa yang mereka bicarain itu bener?



"Halo Jun, kenapa?" Tanya Tasa yang mendadak di telepon oleh pacarnya itu.

"Sa, Jeno gak masuk" ucapnya sambil mengetuk-ngetuk mejanya dengan jari-jemarinya.

"Terus?" Tanya Tasa sambil mengerutkan dahinya yang bahkan Renjun saja tak bisa melihatnya.

"Kan lu tau gua mau ngelurusin semuanya. Terus.."

"Terus kenapa?" Tanya Tasa lagi.

"Gua gak enak.."

"Gak enak kenapa dah?"

"Jeno kayaknya beneran suka sama lu"

Tasa terdiam, lalu buru-buru kembali menjawab pernyataan Renjun.

"Gak Jun, dia aja bilang sendiri ke gua. Orang udah ada konfirmasi dari orangnya langsung, masih aja curiga sih"

"Ya kali aja kan? Posisinya dia di tengah-tengah gua dan lu. Gua jadi dia pasti ngalah. Awalnya gua gak paham sama semua ini, tapi lama kelamaan semua ini mungkin aja terjadi"

"Gak mungkin Jeno bohong sama kita. Kalo sekarang mungkin sih, dia kan udah bukan siapa-siapa kita"

"Sa, jangan ngomong gitu lah"

"Ya emang bener kok."

"Harusnya apapun masalah yang lagi dia alamin, kita wajib bantu Jeno sekeras apapun kepala dia. Dia kan sa.."

"Jun, kita putus ya?"

"Sa?"

"Dari semua omongan gak jelas lu itu, itu kan yang lu mau?"






Tbc

TriangleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang