Part 8

2.8K 269 31
                                    

Happy Reading
...

Flash Back On

"Mana si Fatih!!!" Lelaki bertubuh jangkung, dengan wajah yang basah akan peluh keringat itu muncul di ambang pintu kelas VII A SMP Tunas Bangsa.

"I... tu Kak," jawab seorang siswi tergagap, sambil menunjuk ke arah Fatih yang tengah membaca sebuah buku.

Fatih tidak terusik sama sekali dengan kedatangan Kakak tingkat yang tengah mencarinya itu. Sedikit info Rizky semasa sekolah SD dan SMP lebih akrab disapa Fatih.

"Kemari kau anak pelacur!" Begitu melihat keberadaan Fatih, pria itu semakin hilang kendali.

Fatih masih tetap terlihat santai, tidak terusik sedikitpun. Jangan kan memberi respon, menoleh saja tidak.

"Jangan pura-pura tuli brengsek!" Pria yang akrab disapa Daniel itu berjalan menuju meja Fatih, menarik kerah baju Fatih dengan sekali sentakan.

"Keluarga kami yang harmonis, hancur sehancur-hancurnya karena Mamak kau brengsek!" Daniel melayangkan bogeman mentah tepat mengenai hidung Fatih, darah segar mengalir dari sana.

Fatih tidak mengumpat, meringis, memaki atau melawan. Ia menerima perlakuan Daniel begitu saja, seolah itu sudah hal yang biasa untuk Fatih.

Melihat respon Fatih yang teramat datar membuat emosi Daniel kembali memuncak, Daniel melayangkan pukulan-pukulan telak yang mengenai berbagai anggota tubuh Fatih.

"Udah Kak." Siswa-siswa lain mencoba melerai.

"Jangan ada yang menghalang-halangi aku! Semua ini pantas untuk anak pelacur seperti dia, cuih." Daniel meludah tepat di atas wajah Fatih.

"Salah aku terlahir dari rahim wanita seperti itu? Apa itu kemauanku! Kalian memang manusia-manusia suci tanpa cela! Berbeda denganku yang selalu dihinakan! Aku cuma anak berusia 13 tahun yang belum tau apa-apa, tapi semua kesalahan Ibu dan Ayahku selalu dilimpahkan padaku!"

Setelah mengatakan itu Fatih keluar dari kelas, wajah Fatih penuh lebam akibat pukulan Daniel tadi.

Flash Back Off
...

Rizky berdiri di tepi jelan, menantang guyuran hujan yang turun dengan derasnya.

Hati Rizky terasa perih, kala melihat Papa yang seharusnya ia banggakan kepada siapapun tengah menari-nari layaknya orang gila pada umumnya, di sebarang jalan sana. Memungut makanan sisa di tong sampah, menampung tetesan air hujan dengan mulutnya.

"Pa," ucap Rizky lirih.

"PAPA!" Rizky berteriak.

Entah itu kontak bathin atau apa, Papa Rizky menatap lurus ke arah Rizky.

Rizky berlari ke seberang jalan, kebetulan jalanan tidak terlalu ramai. Tidak peduli seberapa kotor Papanya, seberapa bau aroma yang menguar dari baju Papanya, Rizky mendekap erat tubuh ringkih itu.

"Pa kenapa selalu lari? Selalu kabur?Rizky cemas Pa."

"KAMU SIAPA!" Papa Rizky memberontak.

Rizky melepas pelukannya, meletakkan tangan Papanya ke atas wajahnya.

"Rizky Pa, Anak Papa." Rizky menatap manik mata Papanya dengan tatapan dalam.

Walaupun Rizky sering mensugesti dirinya kalau ia benci dan tidak peduli lagi dengan Papanya, nyatanya jika melihat Papanya secara langsung dengan kondisi seperti ini. Hati Rizky tak sanggup untuk mengacuhkannya.

"Rizky bawa roti, kita ke sana dulu ya Pa." Rizky mengeluarkan sebungkus roti dari dalam tasnya.

"Mau, mau." Papa Rizky melompat kegirangan.

RI-NAI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang