Happy Reading
...Nai masih bergelung di dalam lapisan selimut yang ia tumpuk. Wajah Nai semakin pucat, bibirnya juga terlihat sangat pucat
"Nai, makan dulu ya Dek." Jefri menghampiri Nai. Duduk di pinggiran kasur Nai.
"Eng... gak" jawab Nai terbata.
"Biar kamu minum obat nih, muka kamu dah pucat gini." Jefri menghapus keringat dingin yag mengucur di atas pelipis Nai.
"Nai gak laper."
"Iya emang gak laper, tapi harus tetep makan. Biar cepat sembuh Dik." Jefri terus membujuk Nai.
"Dikit aja, kalau kamu terus gini. Terpaksa kamu harus diinfus Nai."
"Dikit aja," ucap Nai pelan.
"Iya dikit aja."
Jefri membantu Nai untuk duduk, Jefri sebenarnya tidak tega melihat keadaan Nai yang begitu lemah. Jefri bukannya tidak tahu apa yang membuat adik kesayangannya sampai seperti ini. Tapi Jefri tidak mau mengungkitnya lagi, yang perlu ia lakukan saat ini adalah mengembalikan kondisi Nai seperti sedia kala.
"Bubur?" tanya Nai.
"Nanti kalau kamu udah sehat, Abang belikan apa aja yang kamu mau. Janji," ucap Jefri. Nai menganggukkan kepalanya yang terasa begitu berat.
"Aa... " Jefri menyuapi Nai.
Baru satu suapan yang sampai di kerongkongan Nai, perut Nai langsung terasa melilit. Ia memuntahkan bubur yang baru saja melewati mulutnya tadi. Muntahan Nai menyembur kemana-mana.
Jefri menepuk-nepuk pundak Nai lembut.
"Gak papa muntah aja Dek, biar lebih tenang."
"Hueek..." Yang keluar tinggal air, perut Nai kosong.
"Sakit banget ya De." Jefri mengelus rambut Nai.
Jefri lalu mengambil minyak kayu putih dan mengoleskannya di atas perut Nai.
"Kamu pindah ke kamar Mama dulu ya, biar Abang beresin bekas muntahan kamu ini." Nai menganggukan kepalanya lemah.
"Maaf ya Bang," ucap Nai.
"Enggak papa Dek." Jefri mengecup dahi Nai.
Jefri lalu menuntun Nai untuk ke kamar Almrahumah Mamanya, jika mungkin Mamanya masih ada semua tidak sesulit ini. Nai punya bahu tempat bersandar, Nai punya kekuatan lebih.
Kini Nai hanya punya Jefri dan Papanya. Setelah Mama Nai meninggal beberapa tahun silam. Pak Harlino menyibukkan diri dengan berbagai urusan bisnis. Pak Harlino jarang pulang ke rumah.
Untung saja, Jefri dan Kakak iparanya masih sering mengunjungi Nai.
"Ma." Nai memeluk dirinya sendiri.
"Mama, Nai rindu." Nai menerawang setiap sudut kamar Mama dan Papanya.
"Mama, Nai peluk Mama dengan doa aja ya," ucap Nai lirih.
Dari luar Jefri mengintip, dada Jefri terasa begitu sesak melihat Adiknya terlihat begitu rapuh, sangat rapuh.
..Menjelang H-3 pernikahan Rizky dan Amel, Rizky pulang ke Indonesia. Walaupun masih banyak pekerjaan yang ia tinggalkan di sana, tetapi ia harus hadir untuk menuntaskan tanggungjawabnya, menikahi Amel.
"Bang Rizky buka pintunya!" Fitra menggedor kamar Rizky.
"Kenapa Dek?" sahut Rizky, ia membuka pintu kamarnya.
"Bugh... " satu pukulan telak melayang tepat di hidung Rizky.
"Apa-apaan ini." Rizky menahan kepalan tangan Fitra yang hendak memukulnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
RI-NAI
RomanceRI-NAI. Ri dan Nai, seolah kebetulan jika digabung akan menjadi Rinai, rintik-rintik hujan melodi indah dari alam. Namanya Rizky Al-Fatih, lelaki dengan latar belakang keluarga yang tidak terdefenisikan oleh kata-kata, terlalu miris. Potensi kecerd...