Part 15

2.8K 267 39
                                    

Happy Reading
...

Usai pulang ngajar, Nai dan Daniel menikmati waktu quality time. Setelah sempaat beberapa saat mereka break, hari ini Daniel bertekad mengembalikan kondisi seperti semula.

"Mau belanja apa? Hari ini bebas," ucap Daniel sambil meletakkan tangannya di atas kepala Nai.

"Ish nyogok," ledek Nai.

"Aku gak marah lagi kok, kita mulai lagi semua dari awal," ucap Nai lagi.

"Ko tau kan Nai, seberapa dalam cintaku samamu Nai."

"Ish semalam pas lagi marahan aja, bahasanya aku kamu. Sekarang dah kau kau lagi." Nai mengerucutkan bibirnya.

"Kalau kita misalnya gak berjodoh gimana?" tanya Nai suara pelan.

"Please yang belum terjadi jangan dibahas sayang, kita jalani apa yang ada." Daniel menatap Nai dengan tatapan lembut.

"Aku juga cinta sama kamu," Nai menyandarkan kepalanya di atas bahu Nai.

"Terimakasih untuk 5 tahun yang luar biasa ini Nai," Daniel menggenggam jari jemari mungil Nai.

Mungkin sebahagian orang menganggap Daniel egois, terlihat egois memang. Tapi untuk suatu hubungan yang sudah terjalin 5 tahun lamanya Apakah semudah itu melepas? Semudah itu merelakan?

Nai 5 tahun silam hadir di waktu dan moment yang tepat dalam hidup Daniel, di saat hidup Daniel di ambang kehancuran, Nai hadir membawa kenyamananan yang susah untuk dilepaskan Daniel.

Daniel memilih egois mempertahankan kenyamanan itu, tidak menginginkan lelaki selain dirinya merasakan kenyamanan itu.

"Bersandarlah di bahu ini, kapanpun kamu mau. Jangan pernah berpikir untuk bersandar di bahu lain," ucap Daniel sambil mengelus puncuk kepala Nai.
...

Daniel mengantar Nai pulang sekitar jam 9 malam.

Tiba-tiba saat Nai membuka pagar, ada yang menepuk bahunya dari belakang.

"Eh copot." Nai terlonjak kaget.

"Rizky?" Nai menatap Rizky dari atas sampai bawah. Rizky masih memakai seragam sekolah.

"Aku pulang," ucap Rizky.

"Eh?" Nai kebingungan.

"Cuma memastikan kamu udah sampai rumah, itu aja."

"Tapi?"

"Aku pulang, tidur yang nyenyak. Jangan lupa wudhu dulu." Rizky meletakkan tangannya di atas puncuk kepala Nai.

Setelah itu Rizky pergi begitu saja, meninggalkan tanda tanya besar di benak Nai.

"Udah tiga kali dia meletakkan tangannya di atas kepalaku?" Nai bermonolog.

"Kenapa sensasinya beda, terasa seperti aku di lindungi." Nai memegang kepalanya sendiri.
...

Seperti biasa Nai menjalankan kewajibannya sebagai mahasiswa calon guru di sekolah ia ditempatkan PPL.

Suka dan duka selama menjadi Guru PPL, nyaris telah Nai alami. Meski terkadang Nai hanpir di titik menyerah, Nai selalu meyakinkan diri kalau apa yang ia alami ini belum ada apa-apanya.

"Not, Rizky denger-denger sakit sekarang lagi di UKS, disuruh pulang gak mau." Dini memulai pembicaraan.

"Serius?"

"Yakali aku becanda masalah beginian."

"Sakit apa?"

"Entah mukanya pucet, gak makan seminggu kayaknya itu anak. Dibujuk makan juga kagak mau, disuruh pulang kagak mau. Mamanya ditelpon gak ngangkat. Sedih amat idupnya broh."

RI-NAI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang