Bab 3

237 21 9
                                    

Apa yang terjadi?!

Padahal saat Riki melewati pintu yang sebelumnya terbuka itu, bapak itu tertidur di ranjang. Riki hendak berteriak. Namun, ia berpikir itu akan percuma. Tak ada orang lain di sini. Jadi, ia memilih pergi ke bawah untuk memberitahu pamannya. Namun ketika ia hendak berangkat, bapak itu bangkit. Posisinya membelakangi Riki.

Riki kaget dengan hal tersebut. Penasaran bagaimana bapak itu bisa bangun, dia lalu memutuskan untuk bertanya. Keputusan yang buruk.

"Pak?"

Bapak itu berbalik. Itu membuat keringat Riki mendingin. Kulit wajahnya menghilang. Hanya daging dan beberapa noda darah yang membasah mukanya. Tak kalah mengerikan, giginya juga terlihat rontok dan beberapa mencuat keluar dari mulutnya. Dia bergerak. Darah dalam nadi Riki terdengar berdesir.

"Aaaa...!" Teriakan Riki mempercepat gerakannya. Bapak itu kemudian hendak melompat ke arahnya. Beruntung dia menjatuhkan diri ke samping demi menghindarinya.

Bersamaan dengan suara mengerikan, Riki menyadari ada sesuatu aneh yang terjadi pada bapak itu. Apa dia hantu? Atau monster? Riki tidak tahu. Namun dia benci horor. Dia berusaha bangkit meski entah kenapa lantainya terasa licin. Setelah itu, dirinya berlari sekuat tenaga. Dari geraman yang terdengar mendekat, dia tahu bapak itu mengejarnya.

Riki hendak masuk ke dalam kos pamannya, tetapi dia melihat seseorang yang berjalan di balkon. Sambil memainkan dompetnya, orang itu berkata, "Huh, untung aja ketemu. Kamu ini, bikin panik yah."

Itu Hendri. Polisi tadi yang memberitahu Almura tentang telepon tadi. Dia tampak tak seperti bapak itu. Riki mungkin bisa meminta bantuannya.

"Eh, kamu keponakannya Almura 'kan? Kenapa?" Polisi itu kaget setelah hampir ditabrak olehnya. Riki tak menjawab, tetapi dia menunjuk ke arah bapak yang mengejarnya. Riki kemudian berpindah ke belakang Hendri; ketakutan.

"Oh, Pak Ikol," katanya.

Namun ketika mengetahui gerakan lari yang terlihat terseok-seok dan tampilan bapak yang dipanggil Pak Ikol tersebut terlihat mengerikan, dia menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres.

Hendri berseru, "Pak Ikol!"

Tak dijawab, melainkan tetap berjalan. Geraman menakutkan terus dikeluarkan. Hingga akhirnya, dia menabrak Hendri. Kekuatannya membuatnya terkejut, tetapi beruntung Hendri bisa menahannya. Pak Ikol mendorongnya dan berusaha menggigitnya. Namun, usahanya tertahan oleh tangan Hendri.

"Pak Ikol! Apa-apaan ini?!" ucapnya.

Tiba-tiba, jauh di balik tubuh Pak Ikol, Almura dan pria yang tak ia kenal datang dari tangga. Mendapati dirinya dan Pak Ikol, mereka langsung berlari menuju ke tempat Hendri.

Almura berteriak, "Dri, lempar dia ke bawah!"

"Hah?!" Dia tak mengerti kenapa Almura berkata seperti itu. Namun, melihat Pak Ikol dengan tampilan seperti orang mati dan seperti berusaha membunuhnya, dia pun menyanggupi ucapan Almura.

Dia segera mendorong Pak Ikol ke samping. Melewati pagar pembatas balkon dan akhirnya terjun bebas menuju pagar beton yang ada di bawah. Kepala Pak Ikol membentur pagar beton, dan juga mengenai oleh kawat-kawat duri besi tajam yang dipasang di atas pagar. Akibatnya, tubuhnya tergantung di pagar dengan kepala yang terlilit oleh kawat-kawat duri. Pak Ikol terlihat masih hidup. Dia masih bergerak-gerak di udara. Hendri merasa ngeri dan bersalah.

Sementara itu, Almura bergegas melewati Hendri menuju Riki yang terlihat syok dengan kejadian itu.

"Riki?"

Mulutnya bergemetaran dan napasnya tersengal-sengal, Riki tak mampu berkata. Almura menepuk-nepuk punggungnya untuk menenangkannya. "Tidak apa-apa, kamu pasti baik-baik saja."

Biorisiko: Kekacauan di JawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang