Arhan menyalakan radio mobil. Dia mencoba mendapatkan informasi-informasi terbaru dari wabah ini. Beberapa saluran nampak menghilang dari peredaran; beberapa saluran hanya memutar lagu acak; beberapa saluran mengabarkan berita.
"–Presiden Yudha beserta sebagian besar penjabat negara yang selamat berada di kantor DPRD Yogyakarta. Mereka menggelar rapat untuk membahas pemindahan darurat untuk pusat pemerintahan. Beberapa ku–"
"–Massa aksi demonstran meminta walikota Bandung untuk tidak menerima para pengungsi yang berasal dari Jakar–"
"–Never gonna give you up. Never gonna let you down. Never gonna run around and desert you. Never gonna make you cry. Never gonna say goodbye. Never gonna tell a lie and hurt you–"
"Arhan," ucap Hendri dari bak belakang mobil, "kenapa kita tidak lewat jalan tol saja? Akan lebih aman lewat jalan sana."
"Aku tahu. Ini lagi ke sana."
"Bukannya jalur tol ditutup?" tanya Almura.
"Iya, jalurnya ditutup dan mungkin tak akan ada zombi di sana. Karena itulah kita ke sana." Arhan mendongak ke atas langit. "Hei, mau ganti mobil enggak? Langit menghitam. Sepertinya akan ada hujan deras."
"Tentu aja, kita berdua enggak mau kehujanan."
Arhan mengarahkan mobilnya ke jalan kecil untuk mencari mobil baru. Dia menemukan satu mobil yang terparkir di sisi jalan. "Yang itu?"
"Hah?! Mobil jenazah?"
"Ya, kali aja mau jadi jenazahnya."
"Kurang ajar!" Almura tak habis pikir dengan lelucon Arhan. Hendri terkekeh di sampingnya.
Arhan menepikan mobilnya setelah menemukan mobil lain. Semua orang turun dari mobil pikap. Arhan membuka pintu mobil sedan berwarna putih dan mencoba membongkar kuncinya.
"Awasi sekitar!" perintahnya kepada Almura dan Hendri. Mereka berdua segera membidik ke segala arah, mencari target yang akan mendekat.
Benar saja, beberapa zombi dari tempat jauh berdatangan ke arah mereka. Meski kebanyakan wajah mereka tak hancur, tetapi leher terobek, iris mata memutih, hingga nanah cair berkucuran dari sela gusi mampu membuat Vivi makin menempel ke mobil. Dia berharap Arhan mampu melakukannya dengan cepat. Akan tetapi, sirene pengaman mobil secara berulang-ulang berbunyi.
"Shiiii...." Arhan hampir bersumpah serapah.
Sirene itu makin memperburuk keadaan. Akibat sirene itu, semakin banyak zombi yang muncul, dari sela-sela gang hingga ujung jalan. Arhan selesai membongkar kunci dan kini menyalakannya. Semua orang segera masuk ke dalam. Almura duduk di bagian depan. Sisanya di bagian tengah. Menginjak pedal gas, mobil melaju pergi meski sempat terhalangi oleh beberapa ekor zombi.
Setelah setengah jam memacu mobilnya, Arhan beserta rombongan sampai di jalan Jenderal Ahmad Yani. Di belakang mereka, satu grup kecil zombi sedang mengejar mereka. Sementara itu, di depan mereka terdapat puluhan zombi yang berkeliaran. Untuk menghindari kemungkinan terjadinya kecelakaan, Arhan memerintahkan Almura dan Hendri untuk menembak.
"Tapi jangan terlalu boros!" tambah Arhan.
Mereka berdua segera keluar dari jendela dan membidik. Satu-persatu peluru diluncurkan dari senapan serbu mereka, mengurangi jumlah-jumlah para zombi yang akan mendatangi mereka. Almura dan Hendri terlihat makin terampil dalam menggunakan senapan serbu SCAR tersebut. Hampir tak ada zombi yang dapat menyentuh mobil itu.
Mereka kemudian mendapati sebuah struktur besar yang berdiri kokoh di depan mereka. Sebuah jalan tol yang besar dengan sebuah penghubung ke jalan raya di dekatnya. Dengan sedikit manuver, mobil memasuki jalur masuk ke dalam jalan tol. Zombi-zombi yang mengejar mereka hampir tertinggal dan tak ada halangan ketika masuk ke dalam jalan tol.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biorisiko: Kekacauan di Jawa
ActieEnam tahun setelah kejadian yang mengerikan di kota Minneapolis, semua orang kembali ke tempat mereka dengan aman dan selamat. Memperjuangkan kesejahteraan mereka masing-masing pasca musibah. Menikmati kebebasan dari rasa takut, panik, dan ancaman y...