Lilyana Victoria Dennis. Adalah nama wanita Bloom itu. Seorang wanita berusia 23 tahun. Baru lulus kuliah dan saat ini sedang berada di Slovenia, jalan-jalan dan berlibur. Tolong jangan tanya dengan siapa.
Ia sedang duduk manis di atas kasurnya dengan laptop yang berada di pangkuannya.
"Sampe kapan sih kamu di sana? Lama amat sih," keluh seseorang.
Lilyana sedang melakukan panggilan video dengan sahabatnya yang berada di Indonesia.
"Lama? Aku apa Ginta hah? Ditinggal si Ginta sebulan. Rasain."
Lilyana memeletkan lidahnya pada sahabatnya itu jahil.Gloria, menatap Lilyana kesal. "Eh kamu ya kan diingetin, galau nih ntar."
Gloria, sahabat Lilyana dari mereka kuliah. Seorang gadis manis berambut pendek dengan perangai yang riang namun tegas.
Di mana ada Gloria, di situ Lilyana. Kalah sama mereka yang pacaran. Kalah juga dengan Ginta, kekasih Gloria, karena mereka saling berjanji, sahabat yang harus selalu diutamakan ketika dibutuhkan saat itu juga. Ginta sempat protes dan kurang setuju dengan perjanjian yang menurut –kekasih Gloria- itu konyol. Tapi Ginta kalah beradu argumen dengan kedua perempuan itu. Ya, karena prinsip mereka berdua, kalau ditinggalkan kekasih pasti yang dicari sahabatnya bukan mantan kekasihnya.
Gloria, ia sudah bekerja di salah satu perusahaan periklanan. Baru sekitar satu tahun ia bekerja di situ. Berbeda dengan Lilyana yang sempat menunda kelulusannya dan setelah lulus memilih untuk berlibur guna menjernihkan hati dan pikiran.
Lilyana hanya mampu tertawa. "Lah terus kalo kamu yang galau urusannya sama aku apa?" Lilyana menatap Gloria dengan kilatan jahil.
"Duh syukur kamu jauh Ly. Kalau deket udah ku pites."
"Kan kalau Glo." Lilyana tertawa keras.
Gloria melempar keripik kentang yang lagi dimakannya ke arah kamera.
Lilyana tertawa, "eh bentar bentar. Aku mau cerita nih. Mau denger nggak?"
"Apaan? Apaan?" Gloria mendekatkan dirinya dengan kamera. Meletakkan keripik kentangnya dan siap memasang telinga untuk mendengar cerita Lilyana.
"Bentar, aku ambil minum dulu. Haus."
Lilyana beranjak dari kasurnya untuk mengambil air di dapur.
"Yee si bocah. Cepetan Lily!"
"Iya sabar."
Lilyana dengan cepat mengambil air di dapur dan sekembalinya di kamar, ia pun bercerita tentang pertemuannya dengan lelaki bermata abu-abu itu di hari ketiganya di sana dan itu kemarin. Ia tidak bercerita tentang bagian dirinya yang saat itu menangis.
Saat itu mereka berdua hanya saling menatap dan Lilyana mendapati laki-laki itu tersenyum miring padanya. Lilyana yang melihatnya merasa heran dan sebenarnya ia salah tingkah. Takut jika laki-laki itu melihatnya yang saat itu menari, tertawa tidak jelas dan tidak lama kemudian menangis, perubahan suasana hati yang ekstrem. Itu memalukan. Takut ia disangka mengidap bipolar. Mukanya kembali memerah mengingat kejadian itu. Memalukan.
"Lalu? Apakah dia ganteng?"
Lilyana tersadar dari lamunannya karena pertanyaan yang dilontarkan Gloria.
"Eh kutu bonsai, malah nanya tampangnya."
"Manusia Ly. Manusia."
Lilyana memutar bola matanya malas, namun benar. Namanya manusia, pasti yang dilihat adalah tampilan fisiknya duluan.
"Iya dia ganteng. Banget."
Ya. Lilyana tidak menampik fakta bahwa laki-laki itu tampan.
Sorot iris abu-abu yang tajam namun memesona itu, garis rahang yang tegas dan kokoh, rambut cokelat tua yang terpotong rapi, dengan senyuman miringnya yang memiliki sejuta makna.
"Lily! Oy Ly! Lilyana Dennis!!"
Lilyana mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia mengkhayal akan laki-laki itu. Laki-laki yang membuatnya langsung kabur.
"Mengkhayal nih pasti."
Lilyana hanya cengengesan menggaruk keningnya malu.
"Awas ketemu lagi bisa jadi jodoh," sambung Gloria.
"Ya jodoh kita nggak ada yang tau Glo. Aku sih mana-mananya Tuhan aja."
Lilyana tidak ingin bersikap seakan-akan ia tidak mau. Ia tidak mau bersikap munafik. Jujur jikalau boleh meminta, Lilyana ingin jodoh yang seperti itu. Tapi kalau bukan, disyukuri saja.
Lilyana memang berpikir seperti itu tapi ia tidak tahu saja ke depannya apa yang terjadi.
"Kamu nggak kesepian kan selama aku nggak ada?"
Gloria memasang tampang cemberut, "kesepian apalagi kalo lagi berantem sama Ginta."
Lilyana yang melihat tampang Gloria itu memutar bola matanya.
"Gloria aku di sini cuma 10 hari bukan setahun," kata Lilyana.
"Iya tau tapi tetep aja. Terus terus gimana rasanya jalan sendirian apalagi di negara orang?"
Lilyana berpikir sebentar kemudian tersenyum, "awalnya terasa aneh, nggak tau harus gimana tapi setelah dua hari ini aku merasa senang, seru aja sih."
"Mungkin karena emang kamu butuh me time makanya seru," ujar Gloria.
Lilyana mengendikkan bahunya.
Sekitar dua jam mereka berbagi cerita dan mengingat terdapat adanya perbedaan waktu mereka harus mengakhiri panggilan video itu.
Lilyana masih harus pergi ke tempat yang sudah direncanakannya untuk didatangi.
Ia pun beranjak dari kasur dan bersiap-siap untuk keluar dari lanjut melancong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bloom [Completed]
عاطفيةBertemu dengan orang asing di negara asing Liburan itu menjadi cerita antara kedua insan manusia. Cerita yang tidak dapat diprediksi dan disangkal.