11

3.7K 271 2
                                    

Ego Lilyana terlalu besar. Pikiran dan hatinya berkecamuk hebat saat ini. Ia tidak butuh siapapun. Ia sedang tidak ingin jatuh cinta tapi benar yang dikatakan Darrick bahwa ia tetap membutuhkan orang lain untuk tempat sandaran. Namun keadaan hatinya yang belum tertata membuatnya berpikir berulang kali.

"Bisakah kita pulang? Aku-

Perkataannya terpotong karena ia mendengar getaran dari ponselnya yang berada di atas meja.

Tertera nama,

Ngakunya sih kakak

Yang menelponnya via aplikasi Line,
Lilyana mengernyit dibuatnya. Ia meminta persetujuan Darrick untuk mengangkat telpon itu, lelaki itu mengangguk.

Lilyana menggeser ikon gagang telpon berwarna hijau itu dan terdengar lah suara berat kakak laki-lakinya.

"Ana!" Sergah lelaki itu.

Lilyana terkejut, "ka! Aku kaget. Ada apa? Aku kan masih tiga hari lagi baru ke sana."

"Iya aku tahu tapi sepertinya besok kamu harus berangkat kemari karena situasi di sini tidak bisa menunggu lagi. Ini darurat," nada suara Carlos terdengar serius.

"Jangan bercanda kak! Aku tidak akan pergi ke sana sebelum liburanku selesai," bantah Lilyana yang membuat Carlos yang berada di seberang sana menghela nafas pelan.

Ia sudah tahu jawaban seperti apa yang akan diberikan adik perempuannya itu.

"Ya kamu akan ke sini besok, jam 9 pagi. Aku sudah memesan tiketnya."

"Aku tidak peduli mau kakak sudah memesan tiketnya atau apapun itu. Aku. Tidak akan berangkat ke Oregon sebelum liburanku selesai. Love you. Bye." Wanita itu mematikan panggilan itu dengan kasar.

Darrick yang melihat Lilyana dengan percakapannya di telpon entah dengan siapapun itu hanya meninggalkan jejak kerutan di dahi lelaki itu karena sudah tentu ia tidak mengerti sama sekali apa yang dikatakan Lilyana itu. Ia menggunakan bahasa yang belum pernah didengar Darrick.

Lilyana menatap layar ponselnya sebentar kemudian ia teringat masih ada urusan yang harus diselesaikan.

Ia menatap Darrick. Di sudut hatinya ia ingin bersandar pada seseorang yang tidak akan pernah meninggalkannya dan terus menemaninya dan lelaki di hadapannya ini menawarkannya tapi ia ragu baik itu pada dirinya sendiri maupun pada Darrick.

Sorotan iris abu-abu itu menatapnya lembut dan penuh sayang. Siapapun yang melihat tatapan itu akan tahu bahwa Darrick benar-benar menyayangi Lilyana.

Lilyana membuka mulutnya dan berkata, "aku tidak tahu harus menolakmu seperti apa lagi. Aku sedang tidak memikirkan kencan atau apapun itu tapi aku akan coba menjalani hubungan ini denganmu. Seperti yang kau inginkan."

Darrick tersenyum cerah, lelaki itu tidak pernah merasa amat sangat bahagia karena seorang wanita kecuali ibunya. Ia seperti mendapat jackpot yang sudah ditunggu lama. Hatinya terasa hangat dan membuat perutnya seperti digelitiki oleh beribu kupu-kupu.

Lilyana menyukai senyuman cerah Darrick itu. Tanpa disadarinya ia ingin menjadi satu-satunya orang yang menikmati senyuman tampan itu, hanya dirinya.

"Aku akan berusaha membuatmu mencintaiku dan tidak akan pernah mau menjauh dariku." Sederet gigi yang rapi dari lelaki itu terulas dengan tampannya di wajahnya. Pesonanya bertambah berkali lipat.

"Ya lakukan apapun maumu. Percuma melarangmu. Tidak akan mempan," kata Lilyana sambil memutar bola matanya.

(Drrt drrt)

Ponselnya kembali bergetar, wanita itu mengernyit sambil menatap ponselnya yang berada di atas meja. Ia mengambilnya dan terdapat sebuah pesan Line

Ia membuka pesan itu.

Ngakunya sih kakak

Adikku. Kamu tau kan seberapa besar rasa sayangku padamu, aku juga tidak ingin mengganggu liburanmu sayang tapi ini darurat. Kamu jam 9 pagi sudah harus take off. Maaf untuk kali ini aku harus memaksamu. I love you baby 💞

Awas kamu Carlos. Kalau tidak ada apapun di sana, ingatkan aku untuk mencincangmu dan memberikannya pada anjing-anjingku di rumah. Lilyana membatin.

"Ada apa? Apa terjadi sesuatu." Suara lelaki yang kini sudah berganti status sebagai kekasih Lilyana menyapa indera pendengaran gadis itu.

Lilyana tersenyum, "tidak ada. Kita pulang? Aku lelah."

Darrick menganggukinya dan mereka berdua meninggalkan restoran itu untuk kembali ke guest house tempat menginap Lilyana.

Darrick dan Lilyana saling memandang. Mereka sudah berada di dalam kamar guest house.

Lilyana menimbang-nimbang haruskah diberitahukannya bahwa besok ia akan berangkat atau nanti saja memberitahunya.

Saat itu Lilyana baru menyadari sesuatu bahwa ternyata mereka sekarang adalah sepasang kekasih. Wanita itu merinding, ia tidak percaya dengan keputusannya sendiri.

Ia memandang wajah Darrick tanpa ekspresi yang berarti tetapi raut pria itu lebih lembut dari sebelum-sebelumnya.

"Darrick. Besok aku akan berangkat. Ini sangat tiba-tiba." Akhirnya Lilyana memutuskan untuk mengatakannya. Ia mau belajar untuk jujur dan terbuka.

Darrick menaikan sebelah alisnya, "apa maksudmu?"

"Seperti yang kau dengar. Aku akan berangkat besok jam 9 pagi. Jangan datang kemari untuk menjemputku atau apapun itu."

"Tapi kenapa? Maksudku, aku baru saja memilikimu dan kau dengan tiba-tiba akan berangkat?" Darrick menatap Lilyana tidak percaya.

Baru saja Darrick berada di atas langit dan seketika harus dijatuhkan ke bumi karena wanita itu hendak berangkat dan garis bawahi itu besok.

"Aku tahu tapi aku tidak bisa menolaknya lagi. Tiket sudah dipesankan dan aku harus berangkat. Alasannya aku juga tidak tahu, hanya disuruh berangkat," jelas Lilyana dengan jujur.

"Oke tapi aku ikut."

"Tidak bisa Darrick. Ini urusan keluarga lebih tepatnya bisnis."

"Tidak ada tapi-tapian Lily. Aku tetap akan ikut denganmu." Akhir kalimat Darrick. Membuat Lilyana menyesal karena sudah jujur pada lelaki itu.

Darrick menjauh dan menelpon seseorang yang sepertinya sekretarisnya untuk memesan tiket pesawat. Setelahnya ia kembali menghampiri Lilyana yang sudah berbaring di atas kasurnya.

Pria itu mengelus surai hitam Lilyana yang halus dengan senyuman yang tidak lepas dari wajah tampannya itu. Lilyana hanya menatapnya tanpa ekspresi yang berarti.

"Istirahatlah. Sampai jumpa besok."

Ia mengecup kening Lilyana lalu keluar dari kamar wanita itu.

Lilyana menatap pintu yang baru ditutup Darrick dengan sedih. Lalu menutup matanya dan tidur, bersiap untuk perjalanan yang panjang esok hari.








.
.
.
.
.

Ya ya ya aku tau ini membosankan sangat membosankan tapi kemampuan imajinasiku untuk saat ini hanya segini. Seminggu gak update dan update-annya gini amat.
Astagaa maafin..
Kuusahakan next chapter lebih bagus. Haruskah kumasukan konflik? :v

Sincerely,

AraNada

Bloom [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang