Hari ke limanya di Slovenia, Lilyana memutuskan untuk meninggalkan ibukota Slovenia, Ljubljana menuju ke arah barat-laut sekitar 54 km dari Ljubljana ke kota kecil cantik Bled.
Di empat hari sebelumnya Lilyana sudah berkeliling ke beberapa tempat wisata yang terkenal di Ljubljana walau masih ada yang belum dikunjunginya namun ia ingin berkelana dan mengunjungi kota lain dan dipilihnya Bled.
Sekitar pukul 7 pagi Lilyana check out dari guest house yang di tempatinya selama berada di Ljubljana menuju Bled, cukup dengan menggunakan bis saja.
*
Setelah sampai di guest house di Bled Lilyana hanya ingin menaruh koper besarnya dan satu tas berukuran sedang di dalam kamar tapi panggilan lembut dari kasur di depannya membuatnya terlena ingin tidur.Ia bergulat dengan batinnya cukup lama dan akhirnya ia memutuskan untuk tidak tidur dan langsung menuju tempat wisata pertama yang akan dikunjunginya yaitu Danau Bled.
*
Setelah sampai di tempat tujuannya, Lilyana dibuat terpesona akan kecantikan danaunya. Tempat-tempat wisata di Slovenia benar-benar seperti berada dalam negeri dongeng.Ia melihat air danau itu yang berwarna biru tua menyatakan kedalamannya. Dengan terdapat satu pulau kecil yang berada di tengah-tengah pulau itu dengan satu Gereja yang berada di atasnya. Ditambah dengan kastil yang berada di tepi danau ini. Ia merasa menjadi seperti seorang putri kerajaan.
Lilyana memutuskan untuk berjalan mengitari danau ini, menikmati setiap pemandangan yang disuguhkan. Jam saat ini menunjukkan pukul 09.06 tetapi masih saja dingin karena Lilyana datang ke Slovenia ketika sudah mulai memasuki musim gugur, musim kesukaannya.
Ia berhenti di salah satu spot yang baik untuknya memotret pulau kecil itu.
“Apakah kau sudah pergi ke pulau kecil itu?” Suatu suara mengganggunya, Lilyana seperti mengenal suara itu.
Ia menoleh ke samping kirinya dan mendapati lelaki itu. Lagi. Lelaki itu sedang menatap pulau kecil itu.
Mr. Grey, Lilyana memberi nama laki-laki itu Mr.Grey karena kedua mata abu-abu laki-laki itu.
Lilyana memutuskan untuk tidak menggubrisnya. Ia melihat dulu hasil gambarnya, tersenyum karena sudah mendapatkan hasil foto yang bagus. Ia melangkah menjauh meninggalkan lelaki itu meneruskan perjalanannya mengelilingi pulau.
“Bagaimana kalau kau pergi denganku ke pulau itu? Aku belum pernah ke sana,” seru suara itu lagi dari belakang Lilyana.
Lilyana tetap tidak memedulikan laki-laki itu. Biarkan ia menjadi kambing conge untuk sekarang, ia malas meladeni orang asing yang seperti itu.
“Aku tahu kau tidak bisa mengabaikanku, Bloom. Ah maksudku Lily,” katanya dan membuat langkah Lilyana terhenti.
Laki-laki itu juga menghentikan jalannya, ia menunggu Lilyana berbalik badan kepadanya.“Dari mana kau tahu namaku?” Lilyana berbalik badan dan memicingkan matanya tajam.
Laki-laki itu hanya mengendikkan bahunya, “jadi temani aku?”
Kesabaran wanita itu sepertinya sedang diuji saat ini. Ia menggaruk keningnya sebal.
“Kau tahu dari mana namaku tuan?” Ia bertanya dengan suara yang sedikit dalam, pertanda ia sedang mencoba berbaik hati.
“Itu tidak penting. Yang penting di sini, kau temani aku ke sana.”
Laki-laki itu menunjuk pulau itu dengan wajahnya yang datar.“Kesabaranku sudah habis. Pertama, aku tidak mengenalmu. Kedua, aku tidak mau menemanimu. Ketiga, aku benci dengan orang sepertimu. Keempat, aku tidak sudi berdekatan dengan orang gila,” kata Lilyana sedikit keras dengan kilatan amarah dari matanya dan wajahnya yang memerah menahan emosi.
“Dan jangan mengikutiku lagi!” Bentaknya geram.Laki-laki itu tidak merasa takut atau merasa bersalah atau merasa tersinggung sedikit pun tidak. Ia tersenyum tipis, “kau benar-benar menarik Bloom,” kata laki-laki itu.
“Dan aku bukan Bloom!” Teriaknya kesal lalu berjalan cepat pergi dari laki-laki itu –lagi-.
“Aku hanya ingin liburan dengan tenang, kenapa harus bertemu dengan bule gila seperti itu? Jangan merusak liburanku, jangan sekali sekali pun merusak ketenanganku. Sialan,” ucap Lilyana pelan untuk dirinya sendiri.
Mood wanita itu mulai berantakan dan buruk. Bahaya kalau moodnya buruk, ia seperti memiliki aura kelam yang terpancar dari dirinya. Tapi ia tidak ingin merusak liburannya. Lilyana ingin sekali memukul laki-laki itu mungkin dengan begitu moodnya dapat menjadi sedikit baik.
Pukul huh? Suara kecil di dalam kepalanya memancing dirinya.
Lilyana berbalik badan dan benar, ia mendapati laki-laki itu masih mengikuti dirinya. Lilyana tersenyum dingin, sebelah kanan alisnya terangkat. Ia menatap laki-laki itu dengan tatapan membunuh.
Lilyana berjalan mendekati laki-laki itu dengan cepat dan berhenti tepat di hadapan laki-laki itu.
Laki-laki itu menyambut kedatangan Lilyana dengan tersenyum walau sorotan matanya datar.
Lilyana merenggangkan otot-ototnya.
Kemudian,
Bugh
Pukulan telak mengenai perut laki-laki itu. Laki-laki itu terbelalak kaget, perempuan kecil ini tenaganya kenapa bisa sebesar itu. Ia memegang perutnya dan menatap Lilyana dengan datar.
Dua kali? Tiga kali? Dua kali sajalah, ini yang terakhir.
Bugh
Lilyana mengakhirinya dengan tendangan di perut laki-laki itu yang membuatnya sedikit terdorong ke belakang. Lilyana tidak peduli dengan dirinya yang memukul seorang asing di tempat asing. Ia benar-benar marah dan tidak bisa atau tidak mau mengontrol emosinya.
Sopan santun atau tata krama sedang tidak ingin dilakukannya. Merasa bersalah tentu tidak akan karena ia mencintai ketenangan dan ia tidak suka ketenangan impiannya diganggu.
Sejujurnya lelaki itu merasa sedikit marah karena dipukul oleh seorang perempuan. Tetapi ia harus bisa bersabar karena menurutnya menghadapi Lilyana tidak bisa memakai emosi. Ia juga sedikit kagum dengan tindakan gadis itu yang tidak disangka oleh siapapun.
Ia menjadi semakin, semakin tertarik. Belum pernah ia bertemu dengan gadis seperti Lilyana. Semakin besar keinginannya untuk memiliki Lilyana.
“Kau!” Ia menunjuk laki-laki itu dengan geram. “Jangan pernah muncul di hadapanku lagi. Aku memperingatkanmu, jangan.muncul.di.hadapanku.lagi. Jangan mengganggu liburanku, bastard! Sialan!” Umpat Lilyana marah dengan penekanan di setiap kata-katanya.
Lilyana mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. “Aku benci, aku tidak suka. Jangan, kubilang jangan. Liburanku yang berharga.” Suaranya terdengar bergetar.
Laki-laki itu mendelik karena mendengar suara bergetar dari perempuan yang baru saja memarahinya dan mengatainya dengan suara dinginnya. Ia mengabaikan rasa sakit di perutnya yang bukan apa-apa –baginya- guna mendekati Lilyana. Ia dengan perlahan menarik kedua tangan Lilyana dari wajahnya.
“Apa?” Lilyana menghempaskan tangan laki-laki itu. Ia menatap laki-laki itu datar lalu berlalu dari hadapannya.
Dia tidak menangis? Lalu suara itu?
Laki-laki itu mengernyit heran namun sedetik kemudian ia tersenyum tipis yang penuh dengan arti. Pesona gadis itu tidak main-main.
![](https://img.wattpad.com/cover/166706791-288-k739032.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bloom [Completed]
RomanceBertemu dengan orang asing di negara asing Liburan itu menjadi cerita antara kedua insan manusia. Cerita yang tidak dapat diprediksi dan disangkal.