Janji

488 74 3
                                    

"Jika laki-laki tidak bisa dipegang kata-katanya, lalu apa lagi yang bisa dibanggakan darinya?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jika laki-laki tidak bisa dipegang kata-katanya, lalu apa lagi yang bisa dibanggakan darinya?"

Hari itu Kei tidak berencana pergi ke mana-mana. Ia ingin menyelesaikan beberapa manuskrip untuk publikasi yang harus dikumpulkan pekan depan. Jawaban dari para reviewers sudah diterimanya sejak pekan lalu dan perlu sedikit perbaikan. Proposal penelitian di Pulau Capri pun belum selesai ia kerjakan. Kei adalah penanggung jawab untuk penelitian pengelolaan sampah kota yang bekerja sama dengan kantor Commune Capri. Tumpukan sampah di pulau itu sudah menantikan solusi. Begitulah kehidupan Kei sebagai peneliti. Jumlah publikasi di jurnal internasional seakan menjadi takaran kualitas dan profesionalisme. Sebagai peneliti asing, tentunya ia harus punya daya saing dengan staf lokal, agar bisa tetap bertahan di lembaga riset tersebut. 

Suara dentingan kecil terdengar dari ponselnya. Sebuah pesan masuk ke layar gawai itu. 

[Kei, kausibuk nanti siang? Aku sedang di Napoli. Sapu tanganmu tertinggal di rumahku. Bisa bertemu di depan Kastil dell'Ovo?]Gabriel mengirim pesan singkat. 

Meskipun pekerjaan Kei menumpuk, tebersit rasa senang ketika menerima pesan itu. Rencana awal untuk tenggelam seharian dengan manuskrip, tampaknya masih bisa direvisi kembali.

[Jam berapa?] 

[Jam dua bisa?] 

[Ok, sampai ketemu jam dua, ya!] 

Kei kembali meneruskan pekerjaannya. Setumpuk jurnal dengan penuh coretan berwarna-warni menemaninya siang itu. Kopi yang diseduh sejak pagi pun sudah dingin tak tersentuh. 

Usai salat Zuhur, Kei berbaring di atas sajadah. Badannya terasa lelah karena beberapa malam terakhir sering bekerja hingga larut malam. Gadis itu hanya ingin meluruskan punggung, sejenak melepas penat. Tanpa sadar Kei terlelap.Lonceng gereja di dekat apartemennya berdentang tiga kali. Gadis itu tersentak. Jam berapa ini?Jarum jam di kamar menunjuk ke angka tiga. 

Kei terlonjak kaget. Ia teringat janjinya dengan Gabriel pukul dua siang, itu artinya satu jam yang lalu. Tanpa pikir panjang, gadis itu segera mencuci muka, berpakaian secepatnya, tanpa berdandan dan bercermin. Ia segera berlari menuju Kastil dell'Ovo. Jika menunggu jadwal bus, bisa-bisa akan sampai lebih lama di Kastil itu. 

Napas Kei terengah-engah karena berlari, perasaan bersalah membuat jantungnya berdetak lebih kencang dari yang semestinya. Dipacunya langkah kaki hingga batas kemampuan napasnya.Dalam waktu dua puluh menit akhirnya gadis itu sampai di dekat kastil tua yang terletak di pantai teluk Napoli. Keringatnya mengucur deras. Angin laut yang berembus kencang membuat penampilannya semakin tak karuan.Kei melihat ke sekeliling kastil. Ia tidak melihat laki-laki tegap berambut cokelat yang sedang menantinya di sana. Hanya ada para wisatawan yang tengah asyik menikmati pemandangan laut dan berfoto ria di depan benteng tertua di Napoli itu.

 Hanya ada para wisatawan yang tengah asyik menikmati pemandangan laut dan berfoto ria di depan benteng tertua di Napoli itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
VESUVIANA - Cinta di ItaliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang