1. Prologue : Universe

18.3K 1.2K 74
                                    

Selamat pagi, untuk sang mentari yang pagi ini bersinar cerah setelah dicium sang rembulan. Teriknya terbias halus dari jendela kamar yang semalam kubiarkan terbuka, menelusup ke sela-sela gorden yang menjuntai bebas dan menggelitik sepanjang kulit bersamaan dengan sayup anginnya yang lembut.

Dan tepat ketika aku mengerjapkan sepasang kelopak mata dengan rasa kantuk yang menyiksa, aku disuguhkan dengan sebuah pemandangan indah; wajah manis Jungkook yang terlelap dengan tenang diantara terik mentari pagi yang mencium parasnya. Hela nafasnya tipis seringan bulu, sepasang maniknya terpejam damai, dan kedua pipinya terulas rona kemerahan malu-malu. Cantik, seperti boneka. Indah tanpa cela, dan mempesona tanpa cacat. Kenapa dia bisa sebegini cantik padahal hanya sedang tertidur?

Lantas tanpa sadar mengulas senyum sewaktu jemariku bersentuhan langsung dengan surai hitamnya yang terasa begitu halus. Sedikit mengusaknya pelan, sebelum berakhir dengan sentuhan ujung jemari yang bermain-main di puncak hidungnya yang angkuh. Mengagumi dalam setiap detailnya, merangkai kalimat puja dalam setiap sentuhannya. Indah, dan bagiku, tidak ada yang lebih indah dari sosok sempurna seorang Jeon Jungkook. Yang tatapnya seangkuh cakrawala di ujung senja, segelap semesta yang menaungi jutaan bintang, juga sehangat matahari yang mencium rembulan kala malam berganti pagi. Jungkook, yang menjejas rasa pekat di tenggorokan setiap kali aku menatapnya, yang mencekat hela nafas setiap kali aku menyebut namanya, dan yang menggurat sejuta pujian angkuh setiap kali aku memujanya. Jungkook, satu-satunya yang bisa membuatku meluapkan seluruh harga diri hanya demi mencinta.

Kadang aku masih memikirkan hal yang sama, memfigur bagaimana jika wajah indah di hadapanku itu ketika sedang tersenyum. Apakah ia akan terlihat manis, atau justru akan lebih indah dari gurat senja di cakrawala? Karena sejak pertemuan kami dua hari yang lalu dia sama sekali tidak pernah menunjukkan senyumnya di hadapanku. Tidak ada ekspresi bahagia, pun juga menunjukkan raut kebencian. Hanya dingin tanpa emosi.

Mungkin pada kenyataannya, aku memang seburuk itu hingga ia tak pantas menggurat senyum saat bersamaku. Ya, memangnya siapa yang akan mengatakan kalau aku pantas untuk melihat senyum indahnya, jika aku bahkan tanpa rasa iba memaksa untuk membelinya dari tempat sampah seolah ia adalah barang yang diperjualbelikan, lalu sesuka hati membawanya pulang dan memilikinya hanya karena alasan sepele, aku jatuh cinta padanya.

Aku bahkan masih ingat kala malam itu, tepatnya dua hari yang lalu, aku berkata pada Jimin, "Aku ingin membeli peliharaan baru," yang membuat Jimin mengira maksudku adalah seorang wanita. Lalu aku menunjuk Jungkook, mengatakan pada Jimin bahwa aku ingin anak anjing yang itu, dan berjanji akan menukar apapun asalkan aku bisa membawanya pulang. Jimin bahkan bingung sejak kapan orientasi seksualku berubah seratus delapan puluh derajat, padahal semalam aku baru saja bersenang-senang dengan salah satu jalang miliknya.

Ah, ya, aku juga bingung kenapa aku bisa tertarik kepada seorang lelaki, padahal kalau boleh dibilang, aku masih cukup waras untuk bisa mengencani banyak wanita. Entah kenapa, bagiku Jungkook itu berbeda, bahkan sejak pertama kali aku melihatnya. Ada yang istimewa dari binar matanya yang indah. Ada sekelumit rasa bahagia saat aku melihat pesonanya yang dingin dan penuh puja.

Juga,

Ada keinginan untuk mendamba saat parasnya yang menawan kian lamat menyacah nalar. Bergumul bersama dengan berbagai fantasi gila akan sosoknya.

       
Angkuh.

          
Memabukkan.

           
Namun juga cantik dalam arti yang definit.

             
Pesonanya yang membelenggu seolah membuat setiap langkah berhenti menjejak dunia. Ya, jatuh cinta memang semagis itu. Ketika tatapnya mengungkung dalam kelu, mungkin matahari akan mengerjap bisu, sang rembulan mendekap dengan pasti, dan poros bumi berganti mengitarinya.

CLICHÉ ㅡ VKOOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang