3. Pyxis

6.4K 796 86
                                    

"Tidak ada siapa-siapa disini, Tae?"

Jungkook bertanya saat mengekoriku menaiki undakan anak tangga. Langkahnya bergeming ragu, namun ia masih menggenggam erat tanganku sembari menautkan jemari. Sesekali berhenti di beberapa anak tangga hanya untuk memperhatikan sebuah bingkai foto. Tatapnya berpendar diantara gambar bisu di setiap framenya. Terlihat kosong, namun iris kelamnya cukup untuk menyuarakan gurat luka yang sulit dijelaskan.

Dan pertanyaannya tadi hanya kubalas dengan dehuman singkat sembari menyandarkan diri di salah satu anak tangga menuju kamar. Lantas tercenung sendirian saat menelisik; memperhatikan bagaimana paras cantiknya terlihat begitu manis saat terdiam menyimpan tanya, juga raut wajahnya yang dingin ketika memandangi foto keluarga yang terpampang di dinding.

"Ayahmu tidak pernah pulang?"

Aku menggeleng, "Tidak akan pulang jika ibuku ada dirumah."

Sekilas aku melihat Jungkook mengangguk, masih memandangi frame yang sama tanpa bergeming. Irisnya menatap lamat, swolah berusaha menelaah setiap detailnya. Menjamah berbagai tanya, yang kemudian dibiarkan berpendar dalam hening.

"Lalu, ibumu?"

"Dia mungkin sedang bersama pacarnya saat ini,"

Tatapnya beralih kearahku, sedikit memiringkan kepala saat ia bertanya dengan binar penasaran. "Apa pacar ibumu sama tampannya denganmu?"

"Tidak," Aku terkekeh pelan, "dia cantik."

Detik selanjutnya Jungkook kembali menatapku dengan pandangan heran. Atau mungkinㅡ kasihan? Entahlah, aku bingung bagaimana caranya mendefinisikan arti dari tatapnya yang terlampau teduh. Namun, yang bisa kupahami adalah, ada gurat kekecewaan yang tersirat dari sepasang binar semestanya.

"Pacar ibuku seorang wanita, awalnya aku juga tidak mengerti kenapa. Tapi setelah aku melihat sendiri seberapa brengseknya ayahku, sekarang aku mengerti."

"Dan setelah jatuh cinta padaku, apa kau juga mengerti apa yang ibumu rasakan?"

Aku mengangguk, lalu menghembuskan asap rokok dari linting nikotin ketiga yang kusesap malam ini. Asapnya sedikit pekat, dan Jungkook tidak peduli meski pekatnya menyesakkan nafas. "Aku mengerti, bahwa cinta itu memang bisa membuat seseorang menjadi tidak waras."

"Sepertimu?"

"Yea, sepertiku. Aku bahkan sudah gila sejak pertama kali aku melihatmu,"

Jungkook melangkah kearahku, lalu menyejajarkan tubuhnya untuk berdiri di anak tangga yang sama. Mengikis jarak untuk sekedar berbisik dengan sebuah senyum miring,

"Pembual," dia mengecup bibirku sekilas, "apa kau juga mengatakan hal yang sama kepada setiap jalang yang kau ajak bercinta, Kim?"

"Sejujurnyaㅡ yeah, dan kuharap kau cemburu karena itu."

Seperti biasa, itu tidak akan berefek banyak bagi seorang Jeon Jungkook. Ayolah, seorang Kim Taehyung yang meniduri wanita berbeda di setiap akhir pekan jelas tidak akan cukup untuk membuat Jungkook cemburu, apalagi menyerah untuk jatuh cinta. Tidak akan pernah. Karena faktanya, aku, yang bahkan bisa meminta wanita manapun hanya untuk pemuas nafsu semalam saja, hanya satu bagian kecil dari segelintir manusia yang nyaris hilang kewarasannya karena terlalu memuja seorang Jeon Jungkook.

Aku, Kim Taehyung dengan segala keangkuhannya, nyatanya hanya satu diantara ribuan wanita yang rela bertekuk lutut untuk seorang pelacur lelaki yang terlampau sempurna seperti Jungkook, juga hanya satu diantara ratusan lelaki tampan yang berebut untuk menyicipi pesona memabukkan milik si manis Jeon. Sayangnya, sekarang aku lebih beruntung dari mereka. Karena aku setidaknya bisa bercinta dengannya setiap hari, atau setiap waktu, kapanpun aku atau dia membutuhkannya, karena dia milikku. Iya, Jeon Jungkook ㅡsi kloning dari dewa Eros dengan sejuta pesonanya itu adalah milikku, meskipun dia hanya menganggap dirinya sebatas barang belian saja.

CLICHÉ ㅡ VKOOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang