Pertolongan

6.7K 622 15
                                    

" Maaf...saya mau minta tolong, listrik di rumahku mati..barangkali kamu punya lilin atau emergency lamp, kalau boleh saya mau pinjam," suara Lintang membuyarkan kenangan Bagas di masa lalu.

" Saya gak punya.. kenapa kamu gak telpon PLN saja?,"suara Bagas terdengar sinis.

"Saya takut, udah malam, saya hanya tinggal bertiga di rumah," kata Lintang perlahan.

" Suami kamu kemana? Gak bertanggungjawab banget, istrinya repot ngurusin anak kecil kecil begini dibiarin aja berkeliaran di rumah tetangga malam malam. Mana mau hujan pula.. ,"

" Maaf kalau begitu saya pulang saja," gerimis mulai turun, dibangunkannya Langit yang sudah tidur di kursi teras rumah Bagas, tapi anak itu tetap tidak bisa membuka matanya. Dicobanya menggendong Langit di tangan kirinya.

" Mau pulang? Bawa dua anak kecil saat rumah masih mati lampu dan gerimis mulai deras begini? Kenapa sih kamu selalu memikirkan dirimu sendiri, gengsi untuk minta tolong?", Ujar Bagas sambil mengangkat tubuh Langit dalam gendongannya.

Lintang kaget, " Saya kan tadi sudah minta tolong buat pinjam Emergency lamp, tapi ternyata kamu gak punya...masak saya harus maksa kamu buat punya...,"

"Emang kamu gak punya alternatif pertolongan lain? Kenapa sih selalu merasa memikirkan bahwa orang lain tak pernah mau membantumu?,"  Sahut Bagas memotong kalimat Lintang sambil tangan kanannya membuka pintu rumahnya membopong Langit dengan tangan kirinya.

Lintang hanya diam di depan pintu tak tau harus bagaimana.

"Kalian malam ini nginep disini saja, ada satu kamar lagi yang bisa digunakan bertiga. Kasian anak anakmu kalau kehujanan dan sampai rumah gelap gelapan. Bisa bisa mereka gak bisa istirahat dan ujung ujungnya sakit," Bagas berjalan masuk menuju kamar di lantai dua.

" Ayo, nunggu apalagi malah berdiri di depan pintu seperti orang minta sumbangan. Jangan lupa pintunya dikunci kalau kamu masuk..," kata Bagas saat menoleh dan melihat Lintang di depan pintu terpaku melihat Bagas sambil menggendong langit.

" Kamu gak nanya dulu apa saya dan anak-anak mau nginep sini apa enggak?" tanya Lintang sambil menutup dan mengunci pintu depan.

" Enggak, aku yakin kok kamu mau aku tawarin nginep sini, dan kamu juga pasti gak akan coba coba pergi dari sini tiba tiba sementara anakmu tidur disini kan? Itu gak akan bisa menyelesaikan masalah...,"

Jleb.... rasanya dari tadi Bagas tak henti henti menyindir Lintang dengan perbuatan di masa lalunya.

Lintang menyusul Bagas masuk ke kamar dan menidurkan Damai disamping Langit yang sudah ditidurkan oleh Bagas.

" Makasih, saya udah boleh nginep disini.. maaf kalau saya dan anak anak mengganggu kalian.. " Lintang duduk disamping Damai yang sedang tidur.

" Kalian? Maksudmu?," tanya
Bagas sambil mengerutkan dahinya.

" Iya, kamu dan istrimu.. " Jawab Lintang pelan sambil mengikuti Bagas yang berdiri ke arah pintu kamar hendak keluar.

" Kamu pikir saya punya istri?"

" Iya, Pengusaha macam kamu pasti mudah mencari istri yang baik.. "  Lintang bersuara lirih seakan takut Bagas kembali tersinggung dengan ucapannya.

" Gak usah nyimpul-nyimpulin sendiri kayak gitu. Saya gak punya istri, gak ada yang mau sama saya.. emang kamu gak tau, calon istri yang dulu pernah hampir nikah sama saya aja tiba tiba pergi meninggalkan saya menjelang akad nikah...,"

Jleb.. Lintang menundukkan kepalanya dan merasakan jantungnya mau copot, lagi lagi lelaki itu menyindirnya. Lintang tak menyangka batapa perbuatannya dulu masih membekas di hati pria itu walau sudah 6 tahun  berlalu.

" Suami kamu kemana? Gak marah anak istrinya nginep di rumah tetangga perjaka tua ganteng dan mempesona ini? Atau kamu udah biasa kayak gini? ," Lintang mendongak, tiba tiba hatinya terasa teriris mendengar kalimat terakhir lelaki itu. Tapi dia mencoba menghela napas karena malam ini dia butuh tempat menginap sementara apalagi hujan dan petir di luar terdengar menyambar nyambar..

" Saya single parent..,"

" Pernah bersuami?  Atau kamu malah gak tau siapa ayah dari anak-anakmu?" Bagas tersenyum sinis di depan pintu kamar.

"Pernah. Dan saya tidak seburuk pikiran kamu..," Tiba tiba suara petir menggelegar dan..

" Mama...," teriak Damai memecah kata kata Lintang yang masih menggantung.

" Maaf, saya mau melihat Damai dulu karena dia memang takut petir, " Ditinggalkannya Bagas yang masih penuh dengan tanda tanya di depan pintu kamarnya.

Lintang menghampiri Damai yang menangis sesenggukan, dan dipeluknya kembali anak itu agar lekas tidur kembali. Lintangpun ikut ketiduran sambil memeluk Damai dan Langit yang tidur nyenyak. Hari ini sudah sangat melelahkan baginya dan anak anak.

Rumah (Te) TanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang