Kopi Pagi

6.6K 573 18
                                    

Azan subuh berkumandang membangunkan Lintang, dibukanya selimut di badannya. Lintang merasa semalam tidak pakai selimut karena tidak ada selimut di kamar itu. Apakah tubuh mereka diselimuti oleh Bagas setelah percakapan mereka semalam?

Lintang ke kamar mandi di kamar itu, menggosok muka dan mengambil wudhu. Lintang berjalan menuju pintu keluar hendak pulang dulu ke rumah buat sholat subuh karena tidak yakin di rumah ini ada mukena. Apalagi kalau harus membangunkan Bagas yang nampaknya masih tidur.

Lintang baru saja menuruni anak tangga, " Kamu mengendap endap begitu bukan karena mau melarikan diri kan? ," Suara Bagas membuat Lintang menoleh ke arahnya.

Jleb..lagi lagi kalimat pedas laki laki itu membuat kuping Lintang terasa panas.

" Maaf saya mau pulang sebentar, mau sholat subuh, anak anak masih pada tidur, dan di rumah masih gelap. Saya gak mau bangunin kamu, kamu juga pasti gak punya mukena di rumah ini. Saya boleh nitip anak anak yang masih tidur kan?," jawab Lintang setengah memohon.

"Kenapa kamu selalu membuat kesimpulan sendiri tanpa bertanya dan menunggu jawaban saya? Saya punya mukena di rumah ini, dulu mukena mama saya ketinggalan, "ujar Bagas sambil menuju kamarnya mencari mukena buat Lintang pakai.

Lintang mengikuti Bagas dan berdiri di depan pintu kamarnya. "Kamu sholat di kamar saya aja,mau kan aku imamin?," Bagas mengulurkan mukena pada Lintang dan mau gak mau Lintang masuk ke kamar Bagas.

" Ini sajadahnya, Saya ambil wudhu dulu." Bagas masuk ke kamar mandinya.

Lintang mengenakan mukena yang tadi dikasih Bagas. Mengedarkan pandangan ke kamar Bagas yang rapi dengan warna monochrom. Tidak ada foto satupun di kamar itu. Lintang berjalan menuju ke jendela kamar Bagas. Ternyata kamar Bagas menghadap ke Rumah Lintang, bahkan mungkin bisa melihat isi Lintang jika gordynnya dibuka.

" Ayo sholat subuh dulu, jangan bengong lihat rumahmu yang masih mati lampu. Semalam sudah saya telpon PLN dan minta pagi ini buat dibenerin," Lintang mengangguk dan memposisikan di belakang Bagas yang sedang memakai sarung buat sholat jamaah.

"Makasih...," Lintang menggumam pelan sebelum memulai sholatnya.

Selesai sholat, Bagas membaca doa banyak banget. Lintang ikut mengaminkan tanpa tahu apa saja arti doa yang diucapkan Bagas. Kemudian Bagas memutat tubuhnya, mengulurkan tangannya ke arah Lintang untuk salaman. Lintang terbengong sesaat dan akhirnya menyalami tangan bagas dan menurut saat Bagas menuntun tangannya ke dahinya.

" Makasih udah mau kuimamin..,"  tatap mata Bagas penuh arti.

" Kamu mau kopi?," Bagas menawarkan Lintang yang sedang keluar kamar menuju kamar sebelahnya dan melihat kedua anaknya masih tertidur nyenyak.

" Boleh, kalau ada," Lintang mengikuti Bagas yang berjalan menuruni tangga ke bawah menuju dapurnya yang lebih didominasi warna putih sehingga terlihat bersih.

" Saya belum pernah lihat kamu di daerah ini, kamu baru pindah?," tanya Bagas sambil menuangkan kopi ke cangkir Lintang memecah keheningan sesaat mereka di pagi ini.

" Iya, saya baru dua minggu disini, saya pindah kerja yang lebih baik di daerah sini, jadi saya memutuskan untuk pindah dan menyewa rumah di daerah sini. Kebetulan dapat rumah di depan yang cukup nyaman buat anak2 dan letaknya di ujung sehingga saya gak khawatir kalau anak anak saya main keluar karena tidak ada mobil yang berlalu lalang," Lintang menyeruput kopi buatan Bagas.

" Langit dan Damai umur berapa? ," tanya Bagas. Mereka kini duduk berhadapan di pantry.

" Empat tahun. Saya gak tahu bagaimana cara saya bisa berterima kasih pada kamu yang udah mau menolong saya dan anak anak malam ini. Padahal kamu bisa aja membiarkan saya terlantar di rumah, mengingat apa yang pernah aku lakukan padamu dulu sangat jahat...," Lintang jadi ingat betapa rewelnya anak anaknya saat mati lampu dan kenangan lama mereka.

" Saya bukan pendendam, tapi memang saya belum melupakannya..,"Bagas menarik napas perlahan.

" Kenapa waktu itu kamu meninggalkan saya tiba tiba tanpa penjelasan? ," Bagas kembali menanyakan pertanyaan yang sudah ada di hati dan pikirannya 6 tahun ini. Lintang sudah duga pertanyaan ini akan segera keluar dari mulut Bagas.

" Saya sudah menjelaskannya padamu sebelumnya, kamu orang baik, saya gak pantas buat kamu dan kamu gak pantas ikut menanggung kesalahan saya..,  " Lintang bersuara lirih dan tertunduk.

" Kamu bilang kalau saya gak mau saya bisa batalkan, dan saya tidak membatalkannya, saya datang ke rumahmu, apa kamu gak tau artinya itu?.. Bagas menghela napasnya.

" Saya gak mau kamu terpaksa menikahi saya karena undangan sudah disebar. Kalau kamu membatalkannya kamu akan dianggap kamulah yang jahat sama saya. Padahal sayalah yang jahat sama kamu, " Lintang memegang cangkir kopinya setengah gemetar mencari kekuatan untuk berbicara. Lintang tahu kalau pembicaraan ini memang cepat atau lambat akan terjadi semenjak semalam dia bertemu dengan Bagas. Bagas berhak meminta penjelasan darinya. Lintang sudah tidak bisa sembunyi lagi, sudah 6 tahun dia bersembunyi dan mengubur semuanya sendiri. Lintang lelah dengan semua drama kehidupannya sendiri.

"Kamu selalu membuat kesimpulan sendiri. Ayah Langit dan Damai dimana?" Bagas mengulang pertanyaan semalam yang masih belum terjawab.

"Saya divorce dengan ayah mereka 1 tahun lalu saat mereka berumur 3 tahun. Suami saya berulang kali berselingkuh, bahkan saat saya hamil. Saya sudah gak tahan. Dari dulu juga begitu, waktu kami pacaran selalu putus nyambung karena saya selalu takut meninggalkannya...

" Termasuk saat mau menikah dengan saya?" Lintang mengangguk pelan.

" Kenapa waktu itu kamu mau dijodohkan kalau kamu memang takut meninggalkannya?"

"Waktu itu dia yang meninggalkan saya karena mau menikah dengan gadis lain,saya bisa apa? Saya juga tak pernah punya keberanian untuk pacaran dengan orang lain karena kondisi saya. Saya meratap pedih, tapi bisa apa? Dua bulan setelah dia meninggalkan saya, Ayah bilang mau menjodohkan saya, saya harus move on..saya mau coba, mungkin kamu tak akan tahu kondisi saya di malam pernikahan kita. Tapi saya selalu kepikiran, tak adil rasanya kalau kamu harus ikut menanggung derita saya, kesalahan saya dan dosa saya. Jadi saya beranikan diri untuk mengatakannya padamu. Saya siap kalau kamu meninggalkan saya, bahkan kalau kamu marah marah atau ngatain saya. Saya akan anggap itu hukuman buat saya. Tapi kamu hanya diam.. hati saya makin pedih saat kamu ternyata akan datang ke rumah. Saya baru sadar, saya kembali melempar kesalahan saya padamu. Kalau kamu yang meninggalkan saya, pasti kamu yang dianggap penjahat. Padahal ini semua salah saya. Setelah tahu bahwa kamu di perjalanan, saya memutuskan pergi. Maaf... " Lintang mengambil tisu yang diulurkan Bagas untuk menyeka air matanya yang sudah deraa mengalir.

Bagas menghela nafas. " Kenapa akhirnya kamu mau menikah dengannya?"

" Saya pergi ke Jakarta waktu itu, ke kost teman saya yang beberapa hari sebelumnya ngasih tahu saya kalau ada pekerjaan sebagai staf finance. Saya ambil pekerjaan itu karena orang tua saya juga tak tahu kemana saya pergi."

Lintang menyeruput kopinya lagi mencari kekuatan. "Enam bulan setelah itu Ridwan mencari saya dan meminta maaf, ingin melanjutkan hubungan kami. Dia gak jadi menikah. Karena dia mau memenuhi persayaratan saya, akhirnya saya luluh dan mau kembali sama dia."

"Kalian akhirnya menikah?"

"Iya, sekitar 3 bulan kemudian. dan 3 bulan kemudian saya hamil Langit dan Damai"

Rumah (Te) TanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang