17

455 47 2
                                    

Mengetahui Jeka dan Tama sudah baikan, Nida mengulas senyum. Ditaruhnya nampan berisi minuman soft drink dan snack di atas meja dan duduk di sofa. Menunggu Jeka dan Tama yang masih betah berduaan di balkonnya.

Dia perhatiin dari tempatnya, sepintas Nida jadi teringat 6 bulan yang lalu. Mengingat dirinya dengan orang itu. Yang entah kemana perginya dia yang sampai sekarang Nida belum pernah melihatnya kembali.

Melihat Tama dan Jeka begitu persis dengannya dulu. Hanya saja, dia sudah tak menunjukkan sosoknya lagi didepan Nida.

Nida melirik Tama yang juga melihatnya. Tama menepuk bahu Jeka dan ngomong kalau Nida udah nungguin. Alhasil, kedua makhluk itu sudah duduk di atas karpet, begitupun Nida.

Sebuah laptop sudah Nida siapkan karena hari ini mereka akan marathon film jepang genre school-life gitu. Nggak melulu tentang action, thriler dan horror. Mereka mau mencari referensi yang baru.

"Jadi, kalian udah fix baikan nih?" tanya Nida dengan bibirnya yang berkedut. Menatap bergantian kedua orang yang hanya senyum-senyum malu--ralat hanya Tama aja. Jekanya mah cuma nyengir kuda.

"Mingkem. Nyengir mulu, nggak kering tuh gigi?"

Jeka sontak menoleh pada Tama, lalu menggeleng dengan mata bulatnya. Sok polos.

Tama mendecih pelan. Memalingkan wajah, ia beralih menatap layar laptop. Mencoba fokus pada film yang baru saja dimulai.

Namun, sepertinya hanya perandaian saja. Sebab tangan Jeka mulai iseng. Tama selalu menyingkirkan tangan hantu itu dari pundaknya. Akan tetapi Jeka selalu menempelkan tangannya di sana. Mencolek bahu dan perutnya, menarik ujung rambutnya, menggelitik lehernya, dan mengacak rambut cewek itu.

Tama menarik napasnya dalam-dalam, menghelanya berat. Oke, kesabaran Tama sudah habis. Menoleh dengan cepat, Jeka jadi terkejut sendiri melihat pelototan cewek itu. Bahkan hampir mengumpat kasar.

"Bisa diem nggak sih?" desis Tama.

Jeka menggeleng. "Kalo nggak isengin lo, gue ngapain dong?" tanyanya dengan raut yang dibuat-buat: polos.

"Kan gue suruh diem, Jeka!"

Lagi, Jeka menggeleng. Kali ini dengan bibirnya yang mempout lucu. "Nggak mau. Itu hobi gue. Jangan lo larang."

Tama sontak terdiam mendengarnya. Ucapan Jeka yang sama saat hari pertama cowok itu menunjukkan dirinya.

"Terserah," katanya pelan lantas menatap layar laptop, mengabaikan Jeka yang terkekeh pelan melihat raut kesalnya.

***


Tepat jam 4 sore, Rico udah sampe di depan rumah Nida. Iya, sebelum-sebelumnya juga gitu makanya dia udah hapal banget sama rumahnya Nida karena jemput adek bukan sedarahnya itu. Rico noleh ke pintu utama dan muncullah seorang cewek berambut panjang sebahu dengan muka betenya.

Abis dia ngechat Tama kalau dia udah di depan rumah, Tama langsung gercep takut abangnya ngesinisin dia seharian. Udah mukanya sinis tambah sinis kan Tama enek liatnya.

"Gue pamit ya Nida! BYE!" Tama lambaiin tangannya ke Nida yang berdiri di gerbang. Cewek itu udah naik ke atas motor.

"Iya, hati-hati yaa!"

Rico noleh ke Nida bentar terus ngangguk kecil dan motornya sudah melesat jauh dari pekarangan rumahnya.

Masuk ke dalam rumah lagi, Nida naik ke kamarnya. Merebahkan diri sambil memandang langit-langit kamarnya yang berhias ruang angkasa serta bintang-bintang kecil kalau ruang gelap, dia akan kerlap-kerlip.

Nida menghela napasnya. Mendadak dia jadi blank setelah liat Jeka dan Tama udah baikan.

"Masih mikirin dia?"

Nida langsung noleh ke sofa dimana Jeka duduk di sana. Oh, belum pulang.

Cewek itu terkekeh pelan, "Nggak ngerti juga, Jek."

"Lupain aja. Susah kalian buat ketemu lagi. Bahkan, impossible," kata Jeka.

"Lo juga gitu dong sama Tama?" tanya Nida bikin Jeka langsung mematung di tempat.

Jeka memalingkan wajahnya ke jendela balkon. Melihat awan mulai mendung dan nggak lama lagi pasti bakal hujan. Dia menghela napasnya berat, "Pasti."

Kini, Nida yang turut prihatin akan hubungan temannya itu. Tama baru aja baikan sama Jeka dan nyatain perasaannya. Beberapa jam yang lalu mereka baru aja saling bercanda kembali dan tertawa bareng. Tapi, waktu mereka pasti nggak akan lama lagi.

Sangat persis dengan dirinya dulu, malah.

"Lo yakin udah nemuin diri lo?" Nida bertanya, memandang penuh cowok yang tengah melamun. "Jeka!"

Cowok itu langsung menatapnya. "Nggak tau pasti, sih. Tapi gue ngerasa emang gue nggak bakal lama lagi kayak gini," balasnya lalu terkekeh pelan. "Entahlah gue masih bisa inget semuanya apa nggak."

"Harusnya lo nggak usah nampakkin diri lo di depan Tama."

Sebelah alis Jeka terangkat satu. "Kenapa?"

Sepersekonnya Nida beranjak dari tidurnya dan duduk sila di atas kasurnya. "Tama bakalan susah buat lupain lo setelah ketiga kalinya lo menghilang. Apalagi yang ketiga kalinya, lo udah nggak ada lagi."

Ghost Loveliest | JjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang