18

433 53 3
                                    

Sampai di rumah, Tama langsung masuk ke dalam rumah tinggalin Rico yang masih di garasi. Cowok itu noleh dengan kening mengerut liat Tama senyum-senyum terus. Bahkan, di jalan aja dia ditanyain terus sama Tama walaupun Rico cuma 'hmm' doang.

"Bundaaaaa!"

Dua orang tua yang lagi duduk di sofa sambil nonton tv sontak menoleh pada cewek mungil itu. Melihat tidak hanya bunda saja, Tama menyengir.

"Eh ada ayah," katanya lagi.

"Kamu kenapa? Tumben keliatan seneng banget." Bunda mengibaskan tangan. Memberi isyarat untuk Tama duduk di antara mereka.

Tama masih tersenyum. Dia duduk di tengah dan detik itu pula Rico masuk ke dalam rumah serta Keno menaikkan sebelah alisnya.

"Aku lagi seneng aja, bun," jawab Tama sambil melepaskan tasnya dan dipeluk.

"Jatuh cinta, ya?" Kini ayah yang bertanya.

"Ngg---"

Keno memotong, "Iya! Katanya anak Korea beda jurusan tuh!"

Mata Tama sontak membeliak marah pada Keno yang cekikikan seraya berlalu ke dapur. Ish, Tama jadi makin kesel sama abangnya itu.

Bunda dan ayah menatapnya penasaran. Tama hanya meringis kecil. "Bang Keno ngawur," katanya. "Jangan didengerin."

"Ooh, cowok yang waktu itu nganterin kamu, ya? Yang mukanya kayak Suzy di drakor bareng Jongsuk, kan?"

Mengangguk cepat, Tama mengulas senyum senangnya. Apalagi mendengar bunda yang menonton drakor.

Bunda menatap ayah. Senyuman masih terpatri di wajahnya yang awet muda. "Dia tuh ganteng banget, yah. Ya ampun, bunda aja sampe nggak sangka loh dia manusia apa bukan," ucap bunda yang memuji rupa Hyunjin si cowok yang katanya mirip Suzy.

"Bunda berlebihan," cetus ayah. "Anak-anak ayah lebih cakep. Apalagi Tama, paling cantik ngalahin Suzy."

"Yaaa iya sih."

Tama cekikikan. Dia beranjak duduk dan pamit kepada kedua orang tua angkatnya untuk ke kamar.

Begitu di lantai dua, dia melihat Rico yang baru keluar dari kamar. Pakaiannya rapi, seperti ingin pergi dan mungkin... mau kencan?

Tama mendekati Rico. Dengan senyum miringnya menatap Rico yang menatapnya datar.

"Mau pacaran, yaaa?"

Rico mengangguk sekali.

"Nitip makanan, doong."

Lagi, Rico mengangguk sekali.

"Sate padang tiga porsi, ya?"

Rico memelototkan matanya yang baru aja mau mengangguk mengiyakan. "Dua aja! Perut lo nanti sakit," sahutnya.

"Yaaah." Raut muka Tama berubah sendu. "Nggak jadi, deh."

Kelemahan Rico sekarang cuma satu, yaitu melihat Tama murung. Akhirnya, dia mengangguk pasrah.

Habislah duitnyaaaaaaa.

Senyum lebarnya terbit melihat anggukan sekali dari Rico. Dia memekik senang lantas mengecup pipi cowok itu sekilas lalu masuk ke dalam kamarnya.

Menantikan sosok Jeka yang mungkin sedang duduk di tengah kasur. Duduk di lantai balkon. Membuka album foto lamanya. Kalau opsi terakhir, Tama udah nggak masalah lagi.

Baru saja Tama menutup dan mengunci pintu kamarnya lalu balik badan. Senyuman itu lenyap seketika melihat tidak adanya sosok yang dia cari.

Kamarnya kosong.

Kepalanya tertoleh kanan dan kiri, memastikan jika Jeka sudah ada di sini. Seharusnya begitu. Tapi kenapa dia tidak menemukannya sama sekali?

"Jeka?"

Kaki Tama mengayun ke sebuah walk-in-closet. Berharap ada sosok itu di dalamnya yang mungkin sedang bersembunyi. Pintu terbuka, dia melongokkan kepalanya ke dalam.

Sama saja. Hasilnya nihil.

Tama menghela napas berat. Dia menaruh tasnya dulu di kursi belajar. Dengan muka murung, dia melepaskan semua seragamnya hingga menyisakan pakaian dalam sebelum masuk ke dalam kamar mandi.

Hatinya terasa panas dan harus didinginkan oleh air.

Air mulai keluar dari shower. Tama berdiri di bawahnya. Satu tangannya menahan tubuhnya yang terasa lemas. Sepertinya sendi-sendi tubuhnya mendadak terasa hilang.

30 menit berlalu, Tama selesai mandi. Tubuhnya sudah terbalut piyama beruang abu-abu dan siap untuk tidur.

"Cepet banget mau tidur?"

Kepala Tama sontak menoleh ke samping. Jeka menampakkan senyum manisnya melihat Tama yang terkejut keberadaannya. Tangan cowok itu mengudara dan mendarat di pipi Tama. Mengusapnya halus.

"Kenapa tiba-tiba? Aku kira kamu tetep di rumah Nida," kata Tama dengan suara sendunya. Irisnya menatap lurus Jeka yang sama menatapnya.

Menarik Tama mendekat, Jeka kemudian memeluk cewek itu. Membawanya ke dalam dekapan yang begitu Tama rindukan. Jeka meletakkan dagunya di atas kepala Tama. Menghirup dalam wangi rambut cewek itu.

"Surprise." Jeka terkekeh pelan saat perutnya mendapat cubitan kecil dari Tama. Tangannya semakin mengeratkan pelukan itu. "Jika suatu saat aku udah nggak muncul lagi, lupain aku ya?"

Tama mendongak dari dada Jeka. "Kenapa?"

Sedikit merunduk guna membalas tatapan Tama, dia mencubit pipi cewek itu dengan gemas. "Rahasia."

Tama kembali mencubit perut Jeka. "Kenapa, ih?" tanyanya menuntut. Mendengar Jeka berucap demikian, Tama kembali dirundung ketakutan akan hilangnya Jeka untuk selamanya.

"Kamu bisa terima perasaan Hyunjin setelah aku nggak ada lagi. Kamu nggak bisa untuk suka sama aku. Bagaimana pun juga, kita beda alam, Tama." Jeka mencium sekilas bibir cewek itu. "Tapi, aku sayang kamu."

"Nggak bisa lebih lama lagi?"

Jeka menggeleng pelan dan tersenyum.

Mata Tama terasa panas. Sungguh panas dan mungkin sedikit lagi akan mengeluarkan butiran kristal dari sana. Tama langsung menenggelamkan mukanya ke dada cowok itu. Memeluk erat tubuh Jeka dan sepersekonnya, suara isak tangislah yang keluar.

Ghost Loveliest | JjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang