21

419 53 14
                                    

Setelah dirasa tangisannya mereda, Tama melepas pelukannya dan mengusap kasar mukanya. Dia menunduk, nggak berani natap Vano yang masih kebingungan karenanya. Terlebih, Tama malu banget. Mundur beberapa langkah, dia bersuara dengan pelan--nyaris berbisik dan beruntung Vano kagak budek.

"Makasih, ya?" Tama tersenyum tipis. Berani mendongak, dia melihat Vano mengangguk kaku dan buang muka darinya. Entah mata Tama yang sakit atau apa, muka Vano kali ini keliatan merah. Sampai ke kuping.

Vano... malu?

Tama terkekeh pelan. Bikin Vano kembali menatapnya, tapi dengan raut yang berusaha dia datarin. Bukan raut malu karena habis dipeluk cewek.

"Kenapa?" tanya Vano. Agak heran plus malu juga sebenarnya dia diketawain sama cewek 'pertama'nya ini.

"Nggak..." tawa Tama mereda. Melihat air muka Vano yang sedikit merajuk, membuatnya teringat dengan Jeka, "Lo lucu, Van."

Lagi, muka Vano memerah karena malu. Sial. Hanya karena cewek yang pertama kalinya dia sentuh berani meledeknya. Vano menjilat bibir bawahnya. Menopang badannya pada pintu kulkas, sebelah alisnya terangkat. Tungkainya maju dua langkah, hingga mengikis jarak.

Kepalanya sedikit merunduk, menilik penuh tantang si lawan jenisnya yang tampak kebingungan. Napas hangatnya menerpa area muka Tama, bikin cewek itu memejamkan matanya sejenak. Teringat dengan terpaan napas Jeka yang dingin.

"Nama lo Tama, kan?"

Satu mata Tama terbuka, menilik cowok itu yang menatapnya datar. Membuka mata satunya lagi, dia berdehem sambil mengangguk. Tama mundur satu langkah. Berhadapan dengan Jeka versi nyata, rasanya Tama nggak bisa buat berani. Tatapan itu nyata. Tajam dan dingin.

Vano menegapkan tubuhnya. Sedikit merunduk karena memandang cewek itu yang terlihat nggak nyaman, tanpa berkata apa-apa, dia langsung balik badan dan pergi ke ruang tengah. Ninggalin Tama yang melamun menatap punggung cowok itu.

Tama mengerutkan keningnya. "Apaan sih?" gumamnya, sebelum akhirnya dia ikut menyusul ke ruang tengah.

Duduk di sebelah bunda, cewek itu masih melihat sosok Vano yang tengah mengobrol akrab dengan Keno. Tama mengendikkan bahunya. Peduli apa dia sama cowok itu? Ck.

"Kamu udah liat anak sulung tante Ra belum?" Bunda tiba-tiba ngebisikin Tama. Dia deketin kepalanya ke anak ceweknya, sambil mandangin sosok berhoodie itu. Tama ngangguk malas. "Gimana? Ganteng, kan?"

Lagi, Tama ngangguk. Ya... emang ganteng sih. Tapi... masih gantengan Jeka.

"Kenalan gih," kata bunda lagi. Kali ini menyenggol sikut Tama bikin cewek itu mengerang pelan.

"Udah kenalan, bun," sahut Tama malas. Kepalanya bersandar di bahu bunda. Tapi tatapannya masih tertuju ke Vano yang kali ini kelihatan ngakak banget sama Keno. Gak tau deh obrolin apaan. Tama gak peduli juga.

Bunda berseru pelan dengernya. "Serius udah? Kapan? Kok bunda gak liat? Kok bunda gak tau, sayang?" tanya bunda beruntun.

"Tadi pas aku mau minum, dia ke dapur. Yaa gitu deh, kenalan," balasnya dengan suara pelan, "Bun, aku ke kolam dulu, ya."

"Jangan berenang lagi. Udah jam sembilan," larang bunda. Tama terkekeh pelan dan mengangguk patuh.

Sebelum dia pergi ke belakang, Tama sempat pamit ke Azura. Demi kesopanan. Setelahnya, dia ngacir deh dari sana.

•••

"Toilet di mana, Ken?"

Cowok yang ditanyain itu mendongak sebentar menatap lawan bicaranya. "Di belakang. Deket dapur," jawabnya lalu kembali fokus ke hape.

Ghost Loveliest | JjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang