Daniel menatap tajam kedua Netra penuh kebingungan itu sementara tangannya mencengkeram kuat pergelangan lengan gadis yang kemarin dibicarakan Seongwoo dan Jaehwan—Sejeong.
"Kau sudah gila, ya? Untuk apa mengakhiri hidup? Masa depan masih panjang, jangan bertingkah bodoh!!"
"Benar, aku memang sudah gila!"
Keduanya saling berteriak kemudian sama-sama bernafas tersengal-sengal.
Kesempatan bagus.
Sesaat kemudian Daniel menyingkirkan cutter tadi dari tangan Sejeong hingga benda itu terlempar.
"Jangan ikut campur urusan orang lain. Memangnya kau itu siapa?!"
"Bagaimana mungkin aku tidak ikut campur dengan seseorang yang ingin bunuh diri? Dengar ya nona, mati tidak akan membuat masalahmu selesai. "
Daniel mencoba memberinya sedikit pengertian.
"Kau tidak tahu bagaimana rasanya kehilangan segalanya, kan?"
Tak disangka sejeong yang awalnya berteriak itu kini malah terduduk ditanah dengan kepala tertunduk.
Sebenarnya ada apa dengan gadis itu?
"Kau juga tidak tahu bagaimana rasanya dibenci satu sekolah hanya karena kau tak senormal orang lain."
Ah, Daniel mulai mengerti sekarang.
Gadis ini putus asa.
Daniel seharusnya tahu saat pertamakali melihatnya.
"Tetap saja perbuatanmu salah! Melakukan ini tidak akan merubah apapun kecuali hanya menyakitimu saja."Kini pria itu berjongkok lalu mengguncang keras bahu Sejeong.
"A-aku cuma tidak tahu harus melakukan apa lagi. Disini menakutkan dan aku sendirian." ucapan Sejeong sangat pelan dan lirih, tapi Daniel yakin mendengarnya dengan jelas.
Gadis ini benar - benar putus asa.
Sama seperti dia.
"Sudah, jangan menangis lagi. Kita harus mengobati lukamu. Ayo."
-curious-
Daniel tidak pernah merasa sepeduli ini sampai dengan senang hati ingin menolong seseorang. Tapi mereka berdua benar - benar berakhir diruang Uks dengan Sejeong yang duduk disalah satu ranjang dan Daniel yang sibuk Mengobatinya.
Pria itu sesekali bergidik ngeri saat menyadari sebanyak apa goresan yang Sejeong buat di pergelangan tangannya. Jumlahnya mungkin mewakili sampai mana Gadis di hadapannya ini merasa depresi.
Tepat di plester kesepuluh, Daniel akhirnya selesai.
"Sudah beres. Tapi itu akan berbekas. Aku akan sangat marah kalau sampai ada luka baru disana jadi tolong berhenti. Berjanjilah."
Sejeong masih diam. Dia tidak mau berjanji untuk berhenti karena hal itu satu - satunya cara untuk melampiaskan rasa sakitnya.
Sungguh, Sejeong tidak mau.
"Jadi tidak mau? Ayolah, aku pasti bantu. Lagipula melakukan hal seperti itu sama sekali bukan keputusan yang baik. Aku tahu kau putus asa, merasa sendirian atau malah tidak berguna apalagi saat orang - orang menganggapmu aneh. Tapi dimataku, semua sama. Kau sama berharganya seperti orang lain tidak peduli bagaimana dirimu."
Kau sama berharganya.
Entah kenapa mendengar kalimat itu membuat dada Sejeong menghangat hingga tanpa sadar kedua matanya sudah basah.
"Butuh pelukan?"Ucap Daniel refleks saat melihat gadis itu mulai menangis.
Sejeong menerimanya tanpa berkata. Dibenamkannya wajahnya sedalam mungkin di dada Daniel agar tangisannya tidak lagi terdengar.
Tapi melihat punggungnya yang bergetar saja sudah bisa memberitahu Daniel segalanya.
"Tidak apa - apa, menangislah. Setelah ini, jika ada apapun yang ingin kau ceritakan, beritahu aku. Itu lebih baik daripada menyakiti dirimu atau mengumbarnya di media sosial. Setidaknya aku akan coba bantu, bukan melukaimu atau malah menghinamu. Aku berjanji, mulai sekarang, aku akan membantumu keluar dari semua ini. "
Daniel tahu ini terdengar terburu - buru. Tapi melihat gadis itu yang bahkan mencengkram kemejanya kuat membuat Ia tahu,
kalau keputusannya untuk menolong gadis itu
Sudah benar.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Curious | Daniel & Sejeong
FanfictionBerawal dari rasa penasaran Daniel pada sosok 'Drama Queen' yang selalu jadi bahan perbincangan di sekolah nya. Hingga diam - diam dirinya jadi tidak setuju mereka memanggilnya begitu setelah melihat gadis itu secara langsung. Karena alih- alih cap...