New start

811 129 7
                                    

Kim Sejeong itu memang gadis yang sulit.

Sekalipun Daniel-dengan segala kerendahan hatinya menawarkan pertemanan tampaknya gadis itu sama sekali tak terbujuk pada awalnya.

Gadis itu malah sibuk menjauhinya.

Daniel sendiri heran, padahal banyak siswi yang ingin dekat dengannya. Mereka melakukan segala cara demi mendapat nomor ponselnya atau hanya sekedar Memotret Daniel diam - diam demi kepuasaan diri, lalu kenapa Sejeong justru ingin menjauh?

Daniel tidak mengerti.

Lebih tidak mengerti pada dirinya sendiri yang tiba - tiba berubah menjadi sepeduli ini pada seseorang.

Untung saja Daniel adalah tipe orang yang pantang menyerah dan pada akhirnya berhasil meluluhkan gadis itu. Walaupun terkadang Sejeong masih sering membentak dan mengusirnya karena Daniel yang membuntutinya kemanapun.

"Hei, Sejeong!!!" teriak Daniel memanggil Sejeong yang terlihat tengah berdiri dekat pohon di depan gerbang sekolah mereka.

Ini memang sudah jam pulang dan Sejeong Pasti tengah menunggu bus.

Kelihatannya gadis itu juga tak mendegar panggilannya. Pasti karena suara para siswa yang berebutan keluar dari gerbang, pikir daniel.

Tapi tunggu dulu,

Wajah pucat serta tangan yang memegang perut,

Bukankah gadis itu terlihat tengah kesakitan?

"Hei, kau kenapa?!" ucap Daniel panik setelah sampai dihadapan Sejeong."Kelihatannya parah. Sepertinya di UKS juga tidak ada siapa - siapa, aku bawa ke Rumah sakit saja ya?"

Sejeong menggeleng cepat. "T-tidak usah, aku bisa pulang sendiri."

"Tidak ada alasan untuk menolak. Lagipula kita teman, ingat?"

"K-kalau begitu, antar kerumahku saja."
.

.

.
Sejeong akhirnya bisa tertidur setelah diantar pulang lantas memakan obat - obatan dalam jumlah banyak.

Dan Daniel jelas tahu kalau semua obat itu,

obat - obatan antidepresan.

Sebetulnya hal itu tidak terlalu mengejutkannya.Tapi dosis yang sangat tinggi untuk masing - masing obat membuatnya sedikit takut

Apakah gadis itu akan baik - baik saja nantinya?

Hhhh.

Pria itu kini menghela nafas.

Sisi pedulinya untuk gadis itu mulai muncul lagi.

Dia bahkan sampai rela - relanya ada disini ditemani seorang asisten rumah tangga hanya untuk menunggu gadis itu bangun dan memastikan kalau dia memang tidak apa - apa.

"Nyonya sudah meninggal dan Tuan juga jarang pulang kerumah ini." begitu kata wanita paruh baya itu saat Daniel bertanya tentang keberadaan kedua orang tua Sejeong.

Ini mungkin sudah tiga jam berlalu sejak Daniel sampai dirumah—tepatnya di kamar ini. Kamar yang disetiap inchi temboknya dipenuhi foto - foto masa kecil gadis yang sekarang tengah tertidur di ranjang miliknya.

"Hiks..hiks..."

Suara isakan yang datang dari arah belakang tempatnya berdiri sontak saja membuyarkan fokus pria itu meneliti foto dan memilih memalingkan wajah dan berjalan mendekati asal suara.

Melihat Sejeong—sudah terduduk dengan kedua tangan memeluk tubuhnya yang gemetaran.

Lagi - lagi sisi peduli itu muncul dan mungkin sudah merusak akalnya.

Karena sekarang, Daniel sudah berlutut ditepi ranjang

Untuk kemudian memeluk gadis itu erat - erat.

-curious-

Pertama kali yang Sejeong rasakan saat bangun adalah sesak.

Kemudian tambah sesak saat pria yang mengaku sebagai temannya itu memeluknya.

Tapi lama - lama dia mulai merasa nyaman. Karena mungkin memang ini yang ia butuhkan. Sebuah pelukan hangat yang tidak bisa diberikan siapapun karena orang - orang lebih memilih memakinya bahkan sebelum tahu kalau menarik perhatian itu

Caranya menutupi luka.

Mereka bahkan tidak mau berada didekat Sejeong tapi pria ini, justru mengulurkan tangannya untuk memberi bantuan.

Membuka kedua lengannya lebar - lebar untuk dengan senang hati memeluk gadis tersesat ini seperti sekarang. Memperlakukannya seakan - akan dirinya adalah hal paling berharga di dunia.

Mendekapnya hangat seperti menyuruh Sejeong berdamai dengan dirinya sendiri. Melepaskan hal yang selama ini membebani gadis itu-

Menyuruhnya ikhlas.

Karena hanya itu satu - satunya cara untuk menyembuhkan luka.

Dengan merelakan.

Mereka berdua bertahan beberapa menit diposisi itu tanpa percakapan sampai akhirnya-

"Untuk apa meminum obat sebanyak tadi? Apa kau tidak tahu akibatnya? Tidak bisakah kau kurangi dosisnya?"

tanpa sadar sudut bibir Sejeong terangkat mendengar perkataan Daniel.

Ah jadi seperti ini ya, rasanya saat ada orang yang mengkhawatirkan dirimu.

Ini pertamakalinya lagi bagi Sejeong setelah bertahun - tahun.

"Ibu meninggal karena bunuh diri," gadis itu mulai bercerita. "Aku pikir aku akan tetap baik - baik saja karena ada ayah. Tapi pada akhirnya dia juga memilih pergi. disini, aku selalu berusaha hidup sebahagia mungkin sendirian." ia menjeda ucapannya lama sebelum melanjutkan.

"T-tapi ternyata tidak bisa. Aku gagal, rasanya selalu mau mati. Dan obat - obat itu selalu jadi pelarian. Sejujurnya, aku juga ingin lepas dari semua ini sejak lama. Aku hanya...tidak tahu harus bagaimana." lirihnya.

Sedangkan Daniel mulai melepaskan pelukan dan memilih memegang kedua bahu Sejeong.

"I believe you can do it. We 'll do this together. I promise."

Sejeong tidak bisa berkata - kata lagi.

Ucapan itu terdengar begitu tulus.

Pria ini tulus.

Sekarang giliran Sejeong mempercayainya.

Ini adalah awal baru dalam hidup yang tak penah Ia duga akan datang lagi.

Sejeong harus sembuh.

TBC

Curious | Daniel & SejeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang