[24]

62 8 0
                                    

"Semuanya sudah dipermainkan oleh takdir."

***

Hari ini, Nayla,Jessi,Varra dan Mella mengunjungi salah satu boutique. Keempat gadis itu sepakat membeli gaun berwarna hitam untuk pergi ke acara pertunangan kakak sepupu Eza besok malam.

Saat ketiga sahabatnya sedang memilih-milih gaun, Nayla hanya bisa melamun tanpa sedikit pun menyentuh bahkan melihat-lihat gaun-gaun yang terpajang di boutique itu.

Didalam pikirannya dipenuhi oleh rasa bersalah yang tak berujung. Memikirkan, apakah pantas jika dirinya menjadi sahabat Jessi, lagi?

Hatinya terluka. Batinnya mendesak rasa bersalah.

Terluka karena keegoisannya menerima Rais menjadi kekasihnya dan berujung pada keputusan bahwa dirinya harus meninggalkan Rais.

Batinnya mendesak rasa bersalah akan perlakuannya selama ini. Bagaimana bisa dirinya menyakiti Jessi dalam diam tanpa ia sadari?

Mungkin, Nayla harus bergegas menyelesaikan semuanya. Sebelum semuanya terlambat.

Ralat, semuanya memang sudah terlambat.

"Nayla?" panggil ketiga gadis ketika menyadari bahwa tinggal Nayla yang belum memilih gaun yang akan dipakai nanti.

Nayla tersadar. "E-eh? Kenapa?"

Mella menghela napas. "Lo belum pilih gaun buat acara nanti, Nay. Lo kenapa?" tanya Mella khawatir.

Nayla tersenyum miris. "Gak, gue baik-baik aja. Emm ... gue bingung mau pilih yang mana, gue ga tau yang mana yang cocok." Bohong. Sangat bohong.

Jessi mendekati Nayla lalu merangkul sahabatnya itu sambil tersenyum. "Yaudah, gue aja yang milihin buat lo. Gue cari yang paling cocok buat lo, tenang aja."

Nayla mengangguk, dua detik kemudian Jessi kembali sibuk mencari gaun hitam yang sekiranya cocok untuk Nayla.

Nayla tersenyum getir, benar-benar tak pantas Nayla memiliki sahabat seperti Jessi. Mata gadis itu berkabut. Dirinya adalah pemeran paling egois dalam ceritanya ini.

Egois. Egois. Egois.

Varra merengkuh Nayla dengan tiba-tiba, paham akan kondisi Nayla saat ini.

"It's okay. Gue janji bakalan bantuin lo untuk menyelesaikan masalah ini. Don't worry, Nayla."

***

Mobil putih mengkilat itu berhenti tepat didepan kediaman Nayla tepat sebelum matahari tenggelam. Ketiga gadis itu melirik Nayla yang masih duduk melamun kearah jendela mobil.

"Nayla ...," lirih Varra seraya menggenggam tangan Nayla yang dingin.

Nayla tersentak lalu mengedarkan pandangannya. "Ah sudah sampai, ya? Kalian mau mampir dulu?"

"Lo sebenarnya kenapa sih, Nay? Akhir-akhir ini kami liat lo ngelamun terus. Ada masalah apa? Cerita sama kita." tanpa memperdulikan pertanyaan Nayla, Jessi mengangkat suara dengan nada khawatir bercampur bingung.

"Gak kok. Ah udahlah, gue gapapa. Yaudah gue duluan ya. Thanks buat hari ini," kata gadis bersweater abu-abu itu dengan senyumannya.

Enggan untuk membuat ketiga gadis didalam mobil itu bertanya lebih lanjut, Nayla keluar mobil dengan paper bag berisi gaun yang dipilihkan oleh Jessi dan segera masuk kedalam rumah.

"Nayla kenapa sih? Gue khawatir sama dia," ucap Jessi.

"Kita," koreksi Mella.

Varra menggigit bibir bawahnya. "Gue mau tanya boleh gak, Jes?"

Treacherous [Re-Write Setelah Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang