1 - Lamaran? dan permintaan Ayah.

1.1K 40 2
                                    

Siang itu rasanya aku mendengar suara petir ditengah teriknya matahari, tapi bukan petir dalam arti yang sesungguhnya, melainkan karena aku terlalu terkejut mendengar penuturan seorang laki laki yang tengah berbicara dengan ayahku itu. Mulai detik ini aku merasa hidupku tidak akan sebebas dulu. Tidak sebelum laki laki ini datang ke rumahku lalu menemui ayahku. Dan yang paling mengejutkan adalah ia datang untuk melamarku. Shit!!!.

Bagaimana mungkin aku menikah diusiaku yang masih terbilang muda ini. Tujuh belas tahun, ditambah lagi aku belum lulus sekolah menengah atas.

"Gimana Syif? Kamu mau gak nikah sama Hanif?" Tanya ibuku saat aku tengah membantunya membuatkan minuman. Jadi nama pemuda itu Hanif, nama yang bagus. Pemuda itu memang tampan, dilihat dari penampilannya ia juga seperti pemuda baik baik. Tapi ayolah apa kata teman temanku kalau aku menikah diusia muda seperti ini.

"Udah gak usah ragu, dia pemuda yang baik, sholeh, berpendidikan, cakep. Kurang apa lagi coba?" Kata ibu meyakinkan, tapi maaf bu aku tidak bisa diyakinkan dengan mudah.

"Syifa aja belum lulus sekolah bu" sanggahku.

"Ya nggak apa apa. Nikah secara agama dulu. Ntar resepsi setelah kamu lulus sekolah". Ah ibu ini ada ada saja jawabannya kalau aku mengatakan sesuatu.

"Terserah lah" kali ini aku mulai merajuk.

"Berarti setuju ya?" Ibu semakin gencar menggodaku. Tapi aku sudah terlanjur kesal. Kulangkahkan kaki menuju kamar pribadiku, kurebahkan tubuhku di atas kasur kesayanganku ini. Tak terasa mataku kian berat, akupun masuk kedalam dunia mimpiku yang sungguh indah.

"Jangan dulu tidur Syif!!!!" Teriakan ibu itu sukses membuyarkan semua mimpi indahku. Dengan malas kuberanjak dari ranjangku, keluar dari kamar lalu menghampiri ibuku.

"Kenapa bu?"

"Ini belum pada beres juga. Nah sekarang anterin minumannya kedepan" titah Ibu, dan tentu saja aku menolak ucapan ibu itu, aku tidak mau bertemu dengan pemuda itu, nanti dia makin jatuh cinta sama aku, hehe.

Medengar penolakanku, ibu mengeluarkan jurus tatapan siletnya, uhhh ngeri sekali tatapan ibu itu. Pernah satu kali aku melawan ucapan Ibu, tapi memang ya nasib, ibu memotong uang bulananku sampai 50%. Alhasil selama satu bulan itu aku tidak bisa ikut teman temanku main.

"Hehe. Iya bu" buru buru aku mengambil nampan yang berisi gelas gelas yang sudah diisi teh plus cookies coklat buatanku, bukannya sombong, tapi aku memang sangat ahli dalam hal perkue an.

"Silakan" ucapku ketika nampan yang kubawa sudah mendarat mulus diatas meja. Hanif, pemuda itu menatapku cukup lama, lalu kembali menundukkan kepalanya. Dilihat dari wajahnya ia juga masih sangat muda, karena Ibu bilang usia kami hanya terpaut empat tahun.

"Syifa" sahut Ayah saat aku akan beranjak dari ruang tamu.

"Duduk dulu disini, temani Ayah" ucap ayahku dengan lembut.
Aku hanya menuruti ucapan ayah itu, lalu duduk tepat di samping Ayah.

"Perkenalkan, namanya Muhammad Hanif dia datang kemari bukan hanya untuk bersilaturahmi, tapi juga untuk melamarmu nak. Bagaimana?" Jelas Ayah. Aku sedikit kehilangan kata kata saat Ayah menjelaskan seperti itu, bagaimana ini, apa aku harus menerimanya atau menolak?.

Aku berdehem sejenak, menetralisir kegugupan dan kebingunganku.
"Anda serius dengan saya?" Tanyaku. Duh, kenapa aku bertanya seperti itu, kalau dia sudah menemui Ayah ya berarti dia serius dong. Aduh, Syifa bodoh sekali kamu.

Hanif Dan Syifa (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang