15 - Malam yang tertunda

292 24 7
                                    

Warning!!!!
Khusus part ini 18+ ya.
Untuk adek adek imut yang masih belum cukup umur harap di skip oke...
Terima kasih.
Selamat membaca.


Dimataku Kak Hanif itu manusia yang unik sekaligus aneh. Entah terbuat dari apa hatinya, entah muncul dari mana cintanya untukku. Entahlah aku masih belum mengerti tentangnya. Ya, walaupun terkadang ada hal yang membuatku kesal padanya, tapi banyak hal juga yang membuatku kagum pada laki-laki yang tengah tertidur disampingku ini.

Perlahan tanganku terulur untuk menyentuh pipi Kak Hanif, kuusap pipinya dengan lembut. Pipinya yang bersemu merah saat pertama kali melihatku tanpa mengenakan jilbab, pipinya yang bersemu merah saat dengan sengaja aku menjahilinya, pipinya yang juga selalu merah saat ia merasa kepanasan, kukira hanya wanita saja yang bisa memerah pipinya, ternyata laki lakipun sama saja.

Pandanganku tertuju pada kedua matanya yang kini terpejam, dengan kedua bulu mata yang terbilang cukup lentik untuk ukuran laki laki, mata yang selalu menatapku dengan lembut, matanya juga selalu terlihat teduh membuat hatiku tenang saat melihatnya. Dan bibirnya, bibir yang baru saja menciumku tadi. Tanpa kusadari pipiku memanas mengingat kejadian sore tadi saat Kak Hanif menciumku. "So sweet" gumamku pelan.

Tiba-tiba Kak Hanif membuka matanya, spontan aku menarik tanganku yang tadi menyentuh pipinya. Dengan cepat kuputar tubuhku untuk membelakanginya, aku tak mau Kak Hanif melihatku, sungguh aku malu sekali. Kutarik selimut yang kugunakan sampai menutupi kepala, pipiku semakin panas saja, bahkan tubuhku juga terasa panas sekarang, entah efek tertutup selimut atau efek yang lainnya.

Tapi ini terasa aneh sekali, Kak Hanif tidak mengeluarkan sepatah katapun. Kak Hanif juga tidak berbuat apapun, seperti memelukku atau menggelitikiku seperti biasanya, tapi kali ini tidak terjadi apapun. Apa Kak Hanif tidur lagi? Atau dia hanya mimpi saja tadi? Semoga iya, coba akan kuperiksa.

Pelan-pelan kuputar lagi badanku menghadap Kak Hanif, kubuka selimut yang menutupi kepalaku. Kulihat Kak Hanif tengan tersenyum nakal padaku, dengan salah satu tangan yang menopang kepalanya. Cepat-cepat kutarik lagi selimut untuk menutupi wajahku tapi terlambat, tangan Kak Hanif dengan cepat menahan selimutku.

"Kenapa harus malu?" Tanyanya.

"Aku gak malu" bantahku, seperti biasa jiwa gengsiku naik lagi.

"Terus kenapa ngumpet dibawah selimut?" Tanya Kak Hanif menyelidik.

"Gak apa apa, pencitraan doang" jawabku sok cool, padahal jantungku berdebar kencang.

"Hmmm masa??" Ucapnya tak percaya. "Udah jam sebelas kenapa belom tidur?" Tanyanya lagi.

Sontak aku langsung melihat jam, benar saja waktu menunjukkan pukul sebelas lebih sepuluh menit, tak terasa aku menatap wajah kak Hanif dua jam. "Dan sejak kapan kamu tatap muka aku?" Tanya Kak Hanif.

"Gak, aku gak liatin Kakak" sanggahku.

"Jujur Syifa" desak Kak Hanif .

"Gak Kak aku gak liatin Kakak" ucapku kukuh.

Kak Hanif mendekatikatiku, raut wajahnya barubah serius. Tiba-tiba kedua tangannya menggelitikki pinggangku, sampai sakit perutku karena terus tertawa. "Kak stop, geli ih" protes ku.

"Gak, jawab dulu yang jujur" jawab nya sambil terus menggelitiki pinggangku.
Alih-alih menjawab pertanyaan yang diajukannya, aku justru tidak bisa berkata-kata karena terus tertawa geli.

Akhirnya Kak Hanif menghentikan aksinya juga, sedangkan aku masih berusaha mengatur nafas efek tertawa tadi, ternyata terlalu banyak tertawa juga melelahkan. "Aku suka suara tawamu, lebih merdu dari suara tawa bidadari" ucap Kak Hanif sambil menatapku lekat. Kata-kata itu pernah ia ucapkan saat pertama kali aku tertawa di depannya.

"Emang Kak Hanif pernah denger bidadari ketawa?" Tanyaku sedikit bercanda.

"Pernah"

"Emang Kak Hanif pernah ketemu sama bidadarinya?"

"Setiap hari aku ketemu bidadari"

"Masa?, Dimana? Kapan?" Tanyaku beruntun.

"Disini, sejak pertama aku mengucapkan ijab qabul, sampai malam ini aku bersama dengan bidadari itu" ucapnya dengan lembut, sambil mengusap kepalaku. Aku masih belum mengerti dengan ucapannya, apa bidadari yang dimaksud Kak Hanif itu aku? Ah masa sih. Please Syifa jangan terlalu kepedean.

"Bidadari itu kini ada bersamaku, dihadapanku, dan kini tengah duduk satu ranjang denganku" sambungnya.

"Bidadari itu kamu istriku. Ratu dari para bidadari" pipiku terasa memanas mendengar kalimat-kalimat itu, jentungku juga semakin berdegup kencang. Jadi bidadari itu memang aku, salah tingkah aku dibuatnya. Ya Allah gugup sekali diriku.

Tapi aku masih belum mengerti dengan alasan Kak Hanif menikahiku, waktu itu dia bilang kalau dia mencintaiku, tapi bagaimana bisa dia mencintaiku secepat itu, padahal kita belum pernah dekat sebelumnya. Aku saja bertemu dia pertama kali saat dia datang melamar. Akan coba kutanyakan, oke tarik nafas Syifa, jangan sampai suaramu terdengar bergetar dan aneh.

"Kenapa Kak Hanif begitu mencintai aku, sampai Kak Hanif menjadikan aku sebagai ratu bidadari?" Alhamdulillah, suaraku keluar dengan lancar.

"Akan kuceritakan semuanya nanti, saat waktu nya tepat" jawabannya tidak memuaskan.

"Tapi aku mau dengernya sekarang" rengekku.

"Tunggu saat waktunya tiba, sabar sayang" ucapnya sambil mencubit pipiku pelan.

Aku baru sadar kalau Kak Hanif duduk begitu dekat denganku, wajahnya terlihat tampan dilihat dari jarak sedekat ini. "Ganteng banget gila" Kak Hanif terlihat sedikit terkejut mendengar ucapanku tadi. Ya Allah Syifa, ni mulut kok gal bisa dijaga sampei keceplosan gini.

Langsung kututup mulutku, malu sekali aku.
"Eh, maksud aku tuh...." Duh mau ngeles gimana nih, malah speachless lagi . Ditengah kebingungan ku mencari alasan, Kak Hanif tiba - tiba mendekatiku, lebih dekat dari biasanya, sampai hidungku bersentuhan dengan hidungnya. Duh, makin deket makin keliatan kan gantengnya, tahan Syif jangan sampei keceplosan lagi.

Dan....

Kak Hanif mencium bibirku lagi untuk kedua kalinya. Tapi kali ini rasanya berbeda daripada tadi sore, entahlah aku harus mendefinisikan nya bagaimana, yang jelas aku hanya pasrah saja. Tangan Kak Hanif perlahan membuka kancing piyamaku satu persatu.

Malam ini akan menjadi malam yang panjang. Untuk pertama kalinya kami melakukan ibadah itu bersama, saling memberikan hak dan kewajiban masing masing. Mungkin setelah ini semuanya akan akan berubah, atau mungkin aku harus membuka hati untuk suamiku?.

Bersambung....

Assalamualaikum...

Yey 2 kali up dalam 1 pekan. Semoga kedepannya bisa selancar ini ya...

Jangan lupa vote & komen. Jazakumullah khair.

Ig : @arininur23

Hanif Dan Syifa (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang