Subuh kali ini terasa lebih berbeda, selain rumah yang terasa lebih hening karena biasanya suara ayah sudah terdengar melantunkan ayat ayat suci, subuh kali ini aku bangun lebih awal. Yang biasanya pukul setengah enam aku baru sholat subuh, kali ini sejak pukul tiga aku sudah terbangun. Bukan karena suruhan suami ataupun suara jam weker yang mengganggu, tapi aku akan berusaha memperbaiki diriku mulai hari ini.
Kulihat kak Hanif tersenyum padaku, kubalas senyumannya dengan lembut, suasana hatiku lebih baik sekarang. Sudah kulupakan kemarahanku kemarin pada Kak Hanif. "Kakak mau sholat, atau cuma liatin aku aja? " Tanyaku sedikit mencairkan suasana.
Dia sedikit kikuk saat kubertanya seperti itu. Segera Kak Hanif beranjak dari tempat tidur, berjalan menuju kamar mandi. Selama suamiku berwudhu, aku mempersiapkan sejadah dan alat sholat untuknya. Ini kali pertama aku malayaninya seperti ini, mengingat subuh-subuh sebelumnya yang kami lewati tidak pernah berjalan mulus.
Kuserahkan peci dan kain sarung yang biasa Kak Hanif pakai untuk sholat, ia menerimanya dengan senang hati sambil menatapku lembut. Dan untuk pertama kalinya kami mendirikan sholat malam bersama, untuk pertama kalinya pula aku merasa seperti menemukan pelabuhan hatiku yang sedang gundah, hatiku bagai menemukan ketenangan dengan sholat malam ini.
Kucium punggung tangan Kak Hanif setelah selesai sholat, ia membalas perlakuanku dengan mencium keningku. Lagi-lagi ia hanya tersenyum lembut, tidak mengatakan apapun, apa Kak Hanif masih merasa bersalah padaku?. "Aku udah gak marah kok Kak" ucapku membuka pembicaraan.
"Alhamdulillah, akhirnya kamu mau maafin aku. Aku mencintaimu istriku, Asyifa Aulia"
Ucapnya dengan sungguh-sungguh."Maaf Kak, jujur aku belum bisa mencintai Kakak. Aku bisa nerima Kakak jadi suamiku, tapi aku belum bisa membalas cinta Kakak" ujarku.
"Aku ngerti Syif, lebih baik sekarang kita memulai semuanya dari awal. Kita perbaiki semuanya, ya walaupun gak mudah, kita berusaha bersama ya" ucapnya menenangkan hatiku. Aku mengangguk pelan meng-iya kan ucapannya.
****
Hari ke - 3 setelah kepergian ayah, semuanya berangsur berjalan normal, kulihat senyum ibu mulai mengembang seperti biasa, ya walaupun ku tahu ibu kerap menangis setiap berada dikamarnya sendirian. Wajar, karena biasanya mereka bersama didalam rumah ini, dan sekarang tidak ada.
Akupun sudah tiga hari ini izin tidak masuk sekolah, aku tidak mau meninggalkan ibu sendirian, tapi hari ini ibu sudah terlihat membaik, tidak seperti kemarin. Mungkin besok aku akan mulai masuk sekolah lagi.
"Perpisahan kamu jadinya tanggal 23 kan Syif?" Tanya Kak Hanif. Matanya masih menatap ke arah ponsel yang dipegangnya, entah apa yang suamiku itu lakukan dengan ponsel itu. Sementara aku masih sibuk merapikan pakaian-pakaian ku dan Kak Hanif yang baru saja kering.
"Iya kak. Pokoknya kakak harus dateng sambil bawa buket bunga buat aku ya"
"Emang harus bunga ya? Kayanya lagi nge tren banget ngasih buket bunga pas perpisahan".
"Harus pokoknya. Kan malu ntar, temen temenku semuanya dikasih buket sama pacar mereka, masa aku yang udah halal gak dikasih" ucapku sedikit merajuk. Kulihat bibir Kak Hanif sedikit tersenyum. Entah apa yang difikirkannya.
Kak Hanif mendekatkan wajahnya ke wajahku. "Akan kuberikan kejutan yang lebih istimewa daripada sebuket bunga" ucap Kak Hanif, apa yang akan Kak Hanif berikan padaku nanti?.
"Kejutan istimewa apa?" Tanyaku penasaran. Ia tersenyum padaku, tangannya menyimpan ponsel yang sejak tadi ia pegang, lalu datang menghampiriku. Digenggamnya tanganku dengan lembut, perlahan wajah Kak Hanif semakin mendekat, sampai aku bisa mendengar deru nafasnya dari jarak sedekat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanif Dan Syifa (On Going)
Spiritual'Nikah muda?' Kata itu tidak ada dalam kamus kehidupan Asyifa Aulia, menurutnya menikah diusia muda hanya akan menghambat dirinya untuk menggapai mimpinya. Namun semuanya berubah ketika seorang pemuda tiba tiba saja masuk kedalam hidup Syifa. Pemuda...