Tentang Rindu
Temaram
Mentari berpamitan, hari mulai malam
Ketika rindu didekap malam, menikam.
Rindu-rindu yang beku, langit tak lagi biru
Setetes embun terdiam, di ujung daun mahoni
Tak terjatuh, tak jua tenang
Tentang rindu
Bersyair syahdu merangkai sedu
Karena langit kita tak lagi satu
Bait-bait katamu
Baris-baris sajakmu
Tak akan lekang
Digerus waktu
Aku baik saja, Ayah
Sebutannya sebagai lelaki hebat
Ini tentang rindu, Ayah
Padamu.
Kamu
Kau ketuk pintu yang setengah terbuka
Lalu duduk di sofa yang setengah penuh dengan aksara
"Aku ingin bercerita," sapaku
Dia hanya mengangguk
Siang ini hujan, hingga sore
"Mengapa?" Tanyamu.
Karena awan tak dapat lagi menanggung bebannya
Bukan. Ada apa dengan hujan?
Hujan itu menyejukkan dan memberi kehidupan
Benar.
Tapi ia membuka kenangan yang kucipta sendiri
Lalu, bukan salahnya.
Aku mulai bercerita.
Saat itu, kami berjalan, sepayung berdua.
Dia hanya terus tertawa mendengar celotehku yang tak lucu
Kemudian kutengok bahu kanannya, basah kuyup.
Dia hening saja, padahal kutahu dia menahan dingin
Dia sunyi tanpa sepatah kata loloskan diri
"Tugasku adalah memastikan kamu baik saja," katanya.
"Teruskan ceritamu, aku menunggunya. "
Ucapnya sambil membiarkan dirinya dibasahi hujan dengan sempurna.
Aku membeku atas tidak atau seizin diriku, hanya termangu.
Lalu dia tersenyum untuk kali kedua
Kini
Di bawah lembar langit malam yang temaram
Aku sedang dikutuk rindu
Angin malam yang mengetuk-etuk pintu
Antar seka ruang jarak aku dan kamu
"Mari sekarang kita berbagi tugas." Kataku.
Biar kita sama-sama memikul beratnya rindu.
Kamu.
Sesosok yang kurindu
Entah sampai kapan
Di Penghujung Oktober
Hai, sayang
KAMU SEDANG MEMBACA
Bait-Bait Prosa yang Diam-Diam Didendangkan Untukmu
PoetryIni adalah bait-bait prosa yang dituliskan dengan segenggam rindu dan sebaris doa, semoga kamu menemukannya. Karena ini semua kutulis tanpa seizinmu. Biar saja kau tak tahu, bahwa kau adalah tokoh dari setiap kata-kataku. #6 rank - Prosa