"Was machst du?" dering pesan email masuk yang kuterima, berhasil mengalihkan perhatian dari naskah pidato yang kurevisi sejak tadi.
"Ich lese," jawabku. "Was lese?" jawabnya lima menit kemudian.
"bestelle bei dir,"
"Keren. Kemampuan Bahasa Jermanmu meningkat,"
"Danke," senyumku merekah dan wajahku memerah. "Und du, was machst du?"
"Verzeih mir,"
"Warum?"
"Ich bin krank,"
Jawabnya membuat napasku terjeda sejenak. "Sakit?" pikirku.
"Sakit apa? Sejak kapan? Mengapa tak pulang ke Indonesia?" Ya. Aku tahu pertanyaanku bertubi-tubi dan mengintrogasi. Tapi, dia tahu bahwa yang seharusnya ia lakukan adalah pulang.
"Begini, sebenarnya aku ingin menceritakannya padamu. Sejak awal. Tapi aku tak bisa,"
"Tell me."
"Verzeih mir. Keberangkatanku ke Jerman bukan untuk studi kedokteran, seperti apa yang kamu kira, Runi."
"Apa maksudmu, Ryan?"
"Di Jerman aku ke berobat. Ini untuk kemo kali kedua,"
Jantungku seolah berhenti berdetak. Kalimatnya membuat hatiku retak dan badanku tak bergerak. Ada apa dengannya sampai ia harus nyatakan hal ini? Kemo? Oh, Tuhan.
"Tapi, aku baik saja," lanjutnya. Kemudian, ia mengirimkan potret wajahnya yang diambil menggunakan kamera depan.
Hatiku getir, melihat ia harus kehilangan rambutnya yang hitam, wajahnya pucat dan sayu.
"Maaf," susulnya.
Aku tak dapat berkata apapun, mengapa ia harus menutupi semua ini? Mengapa ia harus menahan sakit seorang diri?
"Mengapa kamu lakukan ini, Ryan? Kau bisa jujur padaku sejak awal,"
Satu, lalu dua jam pesanku tak berbalas.
"Runi, kuingin beri jawaban pada sebuah pertanyaanmu tentang cinta. Maaf, aku baru menjawab setelah dua tahun lamanya. Runi, jatuh cinta itu berarti belajar untuk menerima lebih banyak kehilangan,"
Pesan darinya yang kuterima di detik pertama pergantian hari itu, mengundang air mataku, mengalir deras di pipi. Aku kehilangan kendali.
"Sorry, Runi,"
Permintaan maaf darinya untuk ketiga kali membuatku semakin tak mengerti, mengapa semua ini terjadi?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bait-Bait Prosa yang Diam-Diam Didendangkan Untukmu
PuisiIni adalah bait-bait prosa yang dituliskan dengan segenggam rindu dan sebaris doa, semoga kamu menemukannya. Karena ini semua kutulis tanpa seizinmu. Biar saja kau tak tahu, bahwa kau adalah tokoh dari setiap kata-kataku. #6 rank - Prosa