Tanpa Aksara
Sore itu telah datang
Lembar langit kebiruan berganti lembayung oranye
Katanya, petang
Padahal, mentari masih diharapkan tuk menemani
Bagi insan-insan yang keringatnya belum mengering
Sudah tiba giliran rembulan untuk maju
Memeluk jiwa-jiwa yang direngkuh peluh
Jeritan-jeritan manusia yang hampir tak terdengar
Seperti bisikan-bisikan, lenyap beradu dengan udara
"Hidup ini tak adil," katanya
"Hidup ini melelahkan," rintihnya
Bahkan untuk berdamai dengan diri sendiri
Harus beradu argumen ribuan kali
Semoga suatu saat dapat temui
Bahwa kata adil, tidaklah sama
Saat semesta mengajak berdialog
Tapi, kita hanya sibuk dengan monolog monolog
Yang dirangkai sendiri
Terus diyakini, tak tahu pasti, salah atau benar
Semesta mengajarkan untuk seimbang
Tak selalu tawa, tak selalu tangis
Semua beriringan seperti dua mata yang berbeda
Dalam satu buah koin
Ketika tak ada aksara yang dapat menyampaikan rasa
Tak apa
Saat tak ada yang dengar lara
Tak apa
Meski tanpa aksara, Bumi selalu menerima
Segala keluh kesah, tak ada kata lelah
Hingga bahasa yang tersisa hanyalah jerit
Tak terdengar oleh siapapun
Tak apa
Jika menangis saat hujan, bukan lagi sebuah pilihan
Meski tanpa aksara
Semesta selalu paham
Meski kau bilang, "tak ada seorang pun yang mengerti"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bait-Bait Prosa yang Diam-Diam Didendangkan Untukmu
PoetryIni adalah bait-bait prosa yang dituliskan dengan segenggam rindu dan sebaris doa, semoga kamu menemukannya. Karena ini semua kutulis tanpa seizinmu. Biar saja kau tak tahu, bahwa kau adalah tokoh dari setiap kata-kataku. #6 rank - Prosa