"Kita hidup di dunia nyata, Hwi Ji. Aku pernah kehilangan seseorang yang sangat kusayangi. Rasanya 'hidup bahagia selamanya' itu tidak pernah ada di dunia ini."
"Kau punya pandangan tentang itu dan aku juga punya pandangan sendiri tentang hal yang sama. Aku tidak pernah menyalahkan Tuhan atas apa yang telah terjadi di hidupku baik itu dulu ataupun sekarang. Sekalipun sudah banyak hal buruk, Kookie, tetap saja aku masih mempercayai tentang 'hidup bahagia selamanya'."
"Kau ini! Dasar keras kepala!"
Aku terkekeh mendengar responnya. "Kau lebih dari keras kepala, Kookie. Maksudnya hidup bahagia selamanya itu bukan berarti setiap waktu kehidupan kita akan selalu mulus tanpa masalah, bukan seperti itu. Tentu saja, akan ada masalah dan dari masalah-masalah yang akan datang kita harus menghadapinya bersama-sama karena itu akan membuat kita merasa bahagia dan hubungan kita akan semakin kuat," jelasku.
Dia menganggukkan kepalanya. "Kau temanku, teman terbaikku. Aku tidak akan tahu apa jadinya hidupku jika aku tidak bertemu denganmu. Mungkin aku harus setuju dengan ibuku jika kita akan cocok menjadi partner," ujarnya.
Aku tersenyum tipis padanya. Pria yang saat ini duduk dihadapanku adalah calon suamiku. Kami akan melangsungkan pernikahan minggu depan. Semua persiapan telah selesai termasuk undangan dan juga gaunku. Saat ini kami sedang menikmati makan malam di ballroom hotelnya sekaligus mengawasi persiapan dan juga dekorasi. Calon ibu mertuaku sedang ada perjalanan bisnis ke Paris, jadi dia tidak bisa ikut mengawasi selama empat hari kedepan.
"Kau juga teman baikku, Kookie. Sejak awal aku sudah tahu jika kita akan menjadi pasangan yang sangat hebat," balasku dan dia terkekeh mendengarnya.
Dua tahun yang lalu, ibunya Jungkook datang ke butikku. Dia ingin membeli gaun untuk menghadiri acara amal perusahaannya. Aku mengenal wanita itu dari majalah-majalah bisnis yang sering kubaca saat aku mengunjungi perusahaan ayah. Wanita itu adalah pemilik Jeon Inc. setelah kematian suaminya. Dia adalah wanita yang luar biasa.
Aku tidak tahu jika pertemuan yang tidak disengaja itu akan menghasilkan hubungan baru antara keluarganya dan keluargaku. Ibunya Jungkook bilang kalau aku terlihat seperti malaikat dan akan sangat cocok bersanding dengan putra semata wayangnya. Aku hanya tertawa mendengar candaannya itu. Ketika itu dia tidak tahu jika aku adalah putri dari Choi Daehyun yang merupakan pesaingnya di dunia bisnis. Butik itu adalah milikku tidak berada dibawah naungan ayahku sama sekali. Jadi aku tidak memberikan label keluarga di sana. Brand yang kuproduksi hanya kuberikan namaku di sana 'HJ'.
Butik itu adalah impianku, aku mendirikannya dengan jerih payahku sendiri. Setelah tiga tahun setengah menempuh pendidikan fashion di Paris, aku akhirnya bisa mendirikan dan membuktikan pada ayah jika fashion adalah lahan bisnis yang sangat menguntungkan. Brand 'HJ' milikku sudah tersebar ke beberapa negara seperti Malaysia, Singapore, China, Paris, London, dan New York. Aku masih mengusahan untuk melebarkan sayapku kembali ke daratan Amerika lainnya yaitu Los Angeles.
Pertemuanku dengan ibunya Jungkook adalah awal dari hubungan kami. Tidak, aku dan Jungkook tidak dijodohkan. Kami memutuskan untuk menikah, itu adalah keputusan kami sendiri bukan keputusan ibunya. Aku dan Kookie sepakat untuk menikah tahun lalu dan mulai mempersiapkan semuanya. Sebenarnya calon ibu mertuaku itu hampir mengerjakan semuanya disela-sela kesibukan bisnisnya. Dia sangat bahagia waktu kami memberitahukan keputusan kami. Katanya itu sudah menjadi harapannya sejak pertama kali kami dipertemukan.
Pertemuan pertama dengan pria yang kini sedang menikmati cheesecake didepannya tidak cukup mengesan untukku. Ketika itu Jungkook sedang mengalami masa yang sulit. Seseorang yang dicintainya baru saja pergi meninggalkannya. Dia jadi sangat pendiam, kacau dan labil. Emosinya tidak stabil. Aku pikir, aku telah melakukan kesalahan karena menyetujui untuk bertemu dengan pria ini. Aku tidak pernah dalam mimpiku sekalipun berkeinginan untuk bisa memiliki seorang pacar yang emosinya tidak stabil. Aku takut untuk mendekatinya dan ibunya Jungkook menepuk pundakku, lalu aku mengalihkan tatapanku untuk memandangnya. Dia tersenyum sendu, terlihat sekali jika wanita ini tidak ingin putranya terus seperti itu.
YOU ARE READING
SHARE A DREAM ABOUT OUR BANGTAN BOYS
Fanfictionkisah cinta, persahabatan, dan mimpi~