It was Always You

3 1 0
                                    

"Bagaimana kencanmu semalam, Kookie?"

Gadis itu tersenyum manis seperti yang biasa dilakukannya ketika menanyakan sesuatu yang ingin dia tahu dariku. Kim Saejin. Aku biasa memanggilnya Jinnie karena itu lebih terdengar seperti panggilan untuk anak perempuan ketimbang aku memanggilnya 'Sae' atau 'Jin' sangat tidak cocok untuknya dengan segala sifat perempuan di dirinya.

"Baik, semuanya baik," ujarku dengan cengiran konyol. Dia memutar bola matanya padaku lalu tertawa kecil.

"Aku mengerti, pasti kau berakhir dengan sebuah tamparan lagi. Tidak usah malu seperti itu, kita sudah saling mengenal sejak dulu. Aku sudah sering memintamu untuk membiarkan aku membantumu berkencan, tapi kau tidak pernah mau." Dia memukul pelan kepalaku dengan novel roman kesukaannya.

"Aku tidak mungkin meminta bantuanmu dalam setiap hal yang ingin kulakukan di hidupku, Jinnie. Aku tidak mungkin selalu bergantung padamu. Semua orang tahu jika, Jeon Jungkook tidak bisa melakukan satu hal pun dengan benar kecuali jika ada Saejin-nya yang membantunya. Aku ingin melakukan sesuatu dengan diriku sendiri, Jinnie, tanpa bantuan darimu sama sekali," kataku.

Dia memasang wajah bosannya ketika mendengar perkataanku dan itu membuatku tidak tahan untuk tidak menarik hidung lucunya itu. Dia meringis kesal setelah aku melepaskan tanganku dari hidungnya.

"Kau harus berhenti melakukan hal itu padaku, Kookie!" desisnya.

Aku tertawa. "Tidak bisa, kau tahu betapa aku sangat menyukai hidungmu itukan."

"Isss kau ini! Baiklah, aku akan berhenti membantumu mulai sekarang supaya kau bisa melakukan sesuatu dengan benar tanpa bantuanku sama sekali. Itu perjanjiannya dan aku setuju."

Dia tersenyum lagi. "Baik, malam ini aku akan berkencan lagi dengan Minjae. Kau harus mendoakanku agar kencanku ini berhasil," ujarku dengan semangat menggebu-gebu.

Matanya berbinar-binar ketika dia kembali memasang senyuman kesukaanku itu di wajah cantiknya. Lalu aku mendapatkan anggukan pelannya. Mengecup hidungnya sebelum akhirnya meninggalkannya sendiri di perpustakaan karena aku harus latihan basket sebentar lagi.

Biar kuberitahu sesuatu, Jinnie adalah sahabatku sejak kecil, sejak kami masih ada di dalam kandungan ibu kami, kami dilahirkan di tanggal yang sama. Aku hanya lahir sepuluh menit lebih dulu darinya, di rumah sakit yang sama juga.

Itulah kenapa hanya Jinnie saja yang mampu mengerti sifatku. Dia itu seperti pelengkap dalam hidupku. Dia selalu tahu mana yang kusuka, mana yang tidak kusuka. Dia tahu segala hal tentangku, dia bahkan mengerti diriku lebih baik dari ibuku sendiri. Kami dibesarkan bersama-sama. Aku menyayanginya, dia adalah gadis terpenting nomor dua untukku setelah ibu.

"Darimana saja kau, Jungkook? Kita akan mulai pemanasan sebentar lagi dan kau bahkan belum mengganti seragammu," ujar Nam Joon dengan kesal. Dia adalah ketua tim basket sekolah.

"Maafkan aku, aku akan berganti secepat mungkin dan tidak akan telat pemanasan," balasku seraya membungkuk hormat.

Dia menggelengkan kepalanya sebelum membiarkanku masuk ke ruang ganti.

"Wah, biar kutebak, kau pasti habis menemui Jinnie-mu kan, Kookie?"

Aku menatap datar Taehyung dan melanjutkan mengganti seragamku secepat mungkin sebelum mendapat masalah. Sebentar lagi akan ada turnamen dan aku harus ikut masuk ke tim inti ketika waktu pemilihan nanti.

"Jangan menggangguku dulu, Taetae, aku sedang sangat sibuk sekarang," ujarku ketus.

Dia terkekeh geli. "Jangan sensi seperti itu. Apa kau mau ikut malam ini?"

SHARE A DREAM ABOUT OUR BANGTAN BOYSWhere stories live. Discover now