─Kesimpulan apa yang bisa kuambil selain, kau tidak mencintaiku sebesar aku mencintamu.
~~~~
"Laki-laki sialan! Apa yang sebenarnya ada dipikiranmu? Ini sudah yang ketiga kalinya, Jim. Bagaimana bisa kau tega melakukan hal seperti ini padaku? Brengsek! Aku tidak percaya bahwa selama tujuh bulan ini aku sama sekali tak berarti apapun untukmu."
"Chagi, aku bisa menjelaskan semuanya. Dia dan aku hanya ada di masalalu. Kami hanya kebetulan bertemu tadi dan..."
"Dan kalian melakukan kencan panas dibelakangku. Jika saja hari ini aku menerima tawaran lembur bosku kemungkinan aku tidak akan mengetahui semua ini dan kau tidak akan pernah jujur padaku! Katakan padaku, Jim! Kau masih mencintainya kan? Kau masih sangat mencintainya! Kau tidak pernah mencintaiku!"
Aku terus berteriak padanya dan melempar benda-benda yang ada di dekatku kearahnya. Jimin menghindar dari lemparan-lemparan bantal serta alat-alat make up-ku. Tanganku mendorong guci besar di ruang tamu saat aku memutuskan untuk keluar dari kamar pengap itu.
Air mata mengucur deras dari mataku, kemarahan yang kurasakan saat ini rasanya sudah tidak bisa kutahan lagi. Aku sungguh sudah lelah menghadapi tingkahnya yang seperti ini. Aku ini istrinya, tapi kenapa wanita itu selalu saja membuatku merasa jika aku tidak memiliki arti apapun untuk pria itu.
Selama ini aku sudah berusaha semampuku untuk menjadi istri yang baik. Aku tidak pernah mengeluhkan apapun padanya. Sejak awal aku sudah mengatakan padanya jika aku tidak bisa menerima pengkhianatan dalam bentuk apapun, tapi hingga detik ini dia tidak juga mau mengerti. Dia selalu mengecewakanku, tapi aku selalu memberinya kesempatan lagi dan lagi, karena aku berharap suatu saat nanti dia akan mengerti jika aku melawan semua keegoisan yang kumiliki untuk menyelamatkan hubungan kami. Aku melawan semua kekecewaanku untuk mempertahankannya, tapi apa yang kudapatkan. Dia tetap pergi berkencan dengan mantan kekasih sialannya itu.
Kapan dia akan bisa menghargai perasaanku? Tidakkah semua yang sudah kulakukan untuknya selama ini cukup? Ataukah memang aku tidak pernah menjadi cukup untuknya? Lalu untuk apa hubungan ini dipertahankan, semuanya akan percuma.
"Chagi, jangan seperti ini! Aku minta maaf karena sudah menerima ajakannya untuk pergi keluar. Aku bersumpah itu bukanlah sebuah kencan, Chagi. Mengertilah!"
"Mengerti katamu? Apa yang harus kumengerti, Jim? Bahwa kau masih mencintainya? Kau tidak bisa melupakannya? Kau merindukannya atau apa huh? Kau selalu mengulangi kesalahan yang sama, Jim. Aku lelah memaafkanmu dan memberimu kesempatan. Aku benar-benar lelah. Sekarang, kau harus memilih, Jim. Selamatkan pernikahan kita atau kau bisa pergi sesukamu dengan wanita sialan itu, tapi kau harus menceraikanku."
Detik berikutnya, aku merasakan sesuatu yang panas menyentuh sisi wajahku cukup keras untuk membuatnya memerah. Air mataku jatuh lagi. Aku mengabaikan perih di wajahku dan kembali menatapnya.
"Jadi kau sudah memilih? Baik, sudah tidak ada gunanya lagi aku disinikan? Kau bebas sekarang, Park Jimin. Selamat tinggal."
Dengan kaku aku berjalan melewatinya dan meninggalkan apartemen kami. Tidak, tidak akan menjadi apartemen kami lagi. Aku akan membebaskannya dari semua kekanganku. Dari semua kecemburuanku. Aku akan melepaskannya dari hubungan yang mengikat kami. Dia bisa bahagia dengan kekasih tercintanya itu.
Harusnya aku tahu ini dari awal. Apapun yang kulakukan untuknya tidak akan pernah cukup. Cintaku, kasih sayangku, pengorbananku, semuanya. Semuanya tidak akan pernah cukup untuknya. Wanita itu akan selalu dipilihnya. Dia mungkin mencintaiku, tapi cintanya untuk wanita itu lebih besar daripada yang berhasil kudapatkan. Aku sudah lelah, tidak ada gunanya lagi aku bertahan. Dia tidak akan mengerti. Aku akan bersembunyi di rumah lamaku hingga perceraian kami tiba nanti.
YOU ARE READING
SHARE A DREAM ABOUT OUR BANGTAN BOYS
Fanfictionkisah cinta, persahabatan, dan mimpi~