Adara mengerjapkan matanya ketika sinar matahari berusaha masuk melalui celah-celah jendela kamarnya, "eugh." Ia merenggangkan otot tangannya.
Dengan malas ia bangkit dari tidurnya, tangannya beralih menyentuh lehernya yang terasa sakit.
Karena perjalanan dari Bandung ke Jakarta tadi malam tidak lancar, alhasil membuat Adara tertidur di dalam mobil dan membuat seluruh tubuhnya serasa remuk.
Ia melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 8 pagi, untung saja ini hari Sabtu.
Tanpa pikir panjang, ia pun melangkahkan kakinya memasuki kamar mandi dan bersiap untuk membersihkan dirinya.
Sedangkan di ruang tamu, suasana disana sudah terdengar sangat ramai.
Terlihat tiga lelaki yang tengah asik menatap layar TV, siapa lagi jika bukan Arga, Nauval dan Ferdi.
"Ya! Bagus, Ar! Tendang, Ar!" Suara Nauval terdengar seperti menyoraki.
Ia menatap layar TV di depannya dengan fokus, "nah iya, Ar. Dikit lagi, dikit lagi!"
"Yah! Good game, Ar!" Pekiknya kegirangan saat permainan tersebut berhasil dimenangkan oleh Arga.
Ya, seperti obrolan mereka semalam. Esok paginya Arga benar-benar berkunjung untuk bermain PS dengan Ferdi dan Nauval.
Nauval yang sedari tadi berasa di pihak Arga, tidak ada henti-hentinya menjadi supporter untuk kekasih adiknya itu.
Sedangkan Ferdi yang menjadi lawan main Arga hanya bisa menampilkan wajah sedihnya.
Sebelum pertandingan, mereka sempat membuat kesepakatan, dimana :
1. Yang kalah harus traktir pizza.
2. Mau gak mau, yang kalah gak boleh makan pizza nya.
3. Yang kalah harus mau keliling kompleks tanpa pakek baju alias telanjang dada.Dan itu berarti, Ferdi harus melakukannya 'bukan?
Ya, sebenarnya ini semua salahnya sih mau saja menyetujui persyaratan bodoh kedua bocah didepannya ini.
Lalu mau ditaruh dimana mukanya sekarang?
Disisi lain, hanya butuh waktu sekitar tiga puluh menit bagi Adara untuk membersihkan tubuhnya. Ia pun keluar dari kamar mandi dengan keadaan sudah menggunakan baju.
Dengan tubuh yang sudah segar, ia berjalan ke arah meja rias sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk.
Ia mulai mengoleskan pelembap ke wajahnya dan diakhiri oleh polesan liptint agar bibirnya tidak pucat.
Meskipun tidak memiliki banyak skincare, memastikan kondisi kulitnya terhidrasi yang baik tetap menjadi sesuatu yang wajib.
Ia memutuskan untuk keluar dari kamar ketika selesai menaruh handuk basahnya, dan dapat ia dengar sorakan-sorakan dari luar rumahnya.
Dengan cepat ia berlari menuruni tangga, "eh mamah." Sapanya ketika tidak sengaja berpapasan dengan Widya.
Dilihatnya sang ibu tengah membawa nampan berisi beberapa camilan, "buat siapa mah?"
"Buat Arga sama abang-abang kamu," jawab Widya membuat Adara mengernyit heran karena ia sama sekali tidak mendapati sosok ketiga lelaki itu.
"Loh terus merekanya dimana?"
Widya mengarahkan pandangannya keluar rumah, "lagi diluar, samperin gih." Setelah itu Widya berlalu dari hadapan Adara.
Jika kalian bertanya-tanya, kemana papah Adara? Lelaki itu sudah meninggal dunia sejak Adara berada di kelas VIII SMP.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARDARA
Teen Fiction[tahap revisi] Putra Argayasa dan Aisyah Adara, orang memanggil mereka Arga dan Dara. Dimana ada Arga, disitu ada Dara dan begitupun sebaliknya. Keduanya saling melengkapi dibalik kekurangan mereka masing-masing. Bagi Arga, Dara adalah hidupnya. Se...