"Nadia, sayang! Ayo turun nak! Papah kamu mau berangkat bentar lagi, ayo nak cepet." Mendengar panggilan sang ibu, Nadia meraih tasnya dengan cepat.
"Iya, mah." Dengan tergesa-gesa, ia menuruni satu persatu anak tangga rumahnya.
Ketika sampai dibawah, Nadia langsung disodori segelas susu strawberry yang menjadi kesukaannya.
Maura, wanita paruh baya yang tak lain adalah ibunya itu lah yang membuatkan segelas susu itu.
Nadia pun meneguknya hingga kandas, "Nadia berangkat, ayo pah."
Gilang yang tak lain adalah ayah Nadia mengangguk, ia meraih tas kerjanya yang berada di sofa.
Nadia meraih tangan Maura dan menciumnya, "Arga gimana kabarnya?" Tanyanya.
"Baik kok mah," Nadia menjawab sembari membenarkan posisi tas punggungnya.
"Suruh main dong kesini, udah lama kan dia nggak main kesini." Nadia menggeleng, "seminggu yang lalu main kok tapi mamahnya yang asik arisan."
Mendengar itu Gilang terkekeh, "mamah kamu mana pernah sih pergi arisan sebentar." Maura tersenyum.
Mau membantah tapi itu memang benar.
"Yaudah pulang sekolah kamu ajak dia kesini, ya?" Nadia tampak berpikir kemudian mengangguk.
"Yaudah deh ya, aku sampein ntar. Dah mamah," Maura melambaikan tangannya pada Nadia yang sudah terlebih dahulu pergi ke mobil.
Sedangkan ia menghampiri sang suami dan mencium telapak tangan suaminya dengan penuh cinta.
"Aku kerja dulu ya, kamu hati-hati di rumah." Ucap Gilang membuat Maura mengangguk.
Setelahnya Gilang pun menyusul Nadia ke mobil dan mengantar anak perempuannya itu ke sekolah.
Gilang memang sudah terbiasa mengantar jemput anak perempuan kesayangannya itu, kecuali jika ia sedang ada pekerjaan yang mengharuskannya ke luar kota.
Di dalam mobil, Gilang menatap putrinya sekilas sebelum melajukan mobil.
"Hubungan kamu sama Arga baik-baik aja kan?" Tanya Gilang dengan pandangan yang terfokus pada jalan.
Nadia menoleh, "baik kok. Emang kenapa pah?" Gilang menggeleng, "gapapa, papah penasaran aja."
"Kalau kamu ada masalah sama Arga, jangan dibiarin, langsung diselesaiin ya. Gabaik kalau nunda-nunda masalah," saran Gilang.
Nadia mengacungkan jempolnya, "papah tenang aja, kalau Arga ada salah kan tinggal Nadia pukul."
"Ahaha, bisa aja kamu. Dara masih nggak tau soal kalian berdua?" Nadia terdiam bingung harus menjawab apa pada Gilang.
Gilang yang paham pun memilih tidak memaksa Nadia untuk menjawabnya.
Tak terasa, keduanya pun sampai di depan SMA Nusa Bangsa. Dengan perlahan, Gilang memberhentikan mobilnya tepat di depan gerbang sekolah.
Nadia membetulkan tasnya kemudian ia menoleh ke arah Gilang, "aku sekolah dulu ya pah." Pamitnya sembari mencium telapak tangan Gilang.
Gilang tersenyum, ia mencium dahi Nadia penuh kasih sayang. "Sekolah yang bener ya."
Nadia pun keluar dari mobil Gilang dan disaat yang bersamaan muncul sosok Arga dengan motor miliknya.
"Arga!" Panggilnya.
Merasa namanya dipanggil, Arga menoleh dan memundurkan motornya ke tempat Nadia berada. "Apaan?" Tanyanya dengan wajah kesal.
Nadia mengernyit heran, lelaki ini kenapa?
KAMU SEDANG MEMBACA
ARDARA
Ficção Adolescente[tahap revisi] Putra Argayasa dan Aisyah Adara, orang memanggil mereka Arga dan Dara. Dimana ada Arga, disitu ada Dara dan begitupun sebaliknya. Keduanya saling melengkapi dibalik kekurangan mereka masing-masing. Bagi Arga, Dara adalah hidupnya. Se...