Sudah dua hari Adara tidak masuk sekolah karena sakit, dan selama itu pun Arga seolah kehilangan separuhnya nyawanya.
Ia bahkan sempat berkata bahwa jika tanpa Adara ia hanyalah raga tanpa jiwa.
Miris sekali.
Setelah insiden dua hari kemarin, mereka kembali berbaikan.
"Eh, Ar, lu pulangnya mau ke rumah Dara 'kan?" Tanya Marisa pada Arga.
Mereka saat ini tengah berada di kantin, bersama anggota Santuy Squad lainnya.
Arga mengangguk, "iyalah, rutinitas gua itu mah. Kenapa emang?"
"Kita-kita ikut dong, kan kita-kita belum sempet nih jengukin Dara."
Arga hanya mengacungkan jempolnya.
"Btw, gua penasaran deh kira-kira siapa ya pengganti pak Seta?" Tiba-tiba Toni bertanya dengan nada penasaran.
Yang lainnya mengangguk, "iya ya, siapa ya?" Timpal Bram.
"Siapapun gurunya semoga aja guru biologi." Kata-kata tak masuk akal itu keluar dari mulut Aldi.
Tawa mereka pun pecah, "Aldi, Aldi, yaiyalah guru biologi, masa iya guru matematika." Toni dibuat tak habis pikir oleh pemikiran sahabatnya yang satu itu.
"Tolong dong kalau punya otak di pasang," ucap Bram.
"Otak gua gua pasang terus kok kagak pernah dilepas," jawab Aldi kembali membuat semuanya terbahak.
Sedangkan Bram hanya bisa mengelus dadanya sabar, "punya sahabat gini amat sih, punya otak tapi kagak di pakek." Ucapnya pelan namun terdengar oleh Arga.
"Kayak lu punya otak aja, Bram, otak ayam aja bangga." Timpal Arga membuat mereka lagi-lagi terbahak.
Angel yang merupakan kekasih Aldi pun mengakui kebodohan kekasihnya itu, haduh.
"Eh eh, kemarin gua ke toko buku." Marisa mulai bercerita. "Ngapain?" Tanya Bram menyela membuat yang lainnya berdecak sebal.
"Ya beli buku lah bege, masa iya ke toko buku beli cat sih. Itu toko buku apa toko material?!" Sahut Toni diangguki yang lainnya.
"Lama-lama gua gedek juga dah sama nih KM, kok bisa ke pilih jadi KM." Toni menggelengkan kepalanya tak habis pikir.
Mendengar itu, Nadia berdecak sebal. "Kan elu yang ngusulin dia jadi KM, bege?!" Pekiknya membuat Toni teringat.
"Dih iya, kan gua yang milih ya." Ucapnya pada dirinya sendiri.
Sedangkan yang lain hanya bisa menggelengkan kepala tak percaya dengan tingkah sahabatnya itu.
Marisa yang hendak bercerita pun kesal, "ini jadi gua lanjutin jangan ceritanya?"
"Lanjut-lanjut," jawab Angel.
"Nah pas gua ke toko buku itu, gua tuh nanyain ke salah satu pegawai cowok, ganteng anjiir tapi tau gak? Tapi masa tuh cowok ternyata bukan pegawainya, gua malu anjir." Jelas Marisa menyelesaikan ceritanya namun seketika suasana menjadi hening.
"Eh eh, ke kelas yuk, udah mau bel nih." Ajak Angel membuat mereka melihat jam sedangkan Marisa berdecak sebal.
"Ih kalian kok gitu sih! Sebel deh!" Pekiknya.
Bram menghampiri Marisa dan menepuk bahunya pelan, "sabar ya, Bram suka cewek-cewek yang sabar." Marisa berdecak sebal.
"NAJIS!" Pekiknya setelah itu mengikuti para sahabatnya yang lain yang sudah berjalan terlebih dahulu.
"Eh, Nad, anterin gua ke toilet dulu yuk." Pinta Marisa pada Nadia, perempuan itu mengangguk.
Alhasil Arga, Toni, Sldi, Angel dan Bram pergi ke kelas mereka duluan.

KAMU SEDANG MEMBACA
ARDARA
Teen Fiction[tahap revisi] Putra Argayasa dan Aisyah Adara, orang memanggil mereka Arga dan Dara. Dimana ada Arga, disitu ada Dara dan begitupun sebaliknya. Keduanya saling melengkapi dibalik kekurangan mereka masing-masing. Bagi Arga, Dara adalah hidupnya. Se...