Bab 2 "Rumah Adara"

979 82 0
                                        

Sudah menjadi sebuah rutinitas bagi Arga untuk berkunjung ke rumah Adara sehabis sekolah, bahkan ia hampir tidak pernah absen mengunjungi rumah kekasihnya itu.

Seperti saat ini, ia tengah berada di ruang tamu Adara untuk menghabiskan waktunya.

Nadila, bunda Arga. Ia merupakan seorang pengusaha yang sibuk dengan butiknya. Pagi hari ia pergi membantu para pekerjanya dan pulang sore hari, otomatis hampir seharian Arga akan merasakan bosan yang luar biasa jika sedang weekend.

"Dar," panggilnya kepada Adara yang sedari tadi asik dengan ponselnya.

"Hmm?"

"Bang Nauval belum pulang, Dar?" Tanyanya ketika tidak mendapati sosok kakak dari kekasihnya itu.

Nauval Dirgasyah, lebih akrab dipanggil Nauval merupakan kakak kedua dari Adara yang saat ini tengah melanjutkan pendidikannya di Universitas Indonesia dengan jurusan Sastra Indonesia.

"Belum, katanya sih lagi ada bimbingan skripsi." Jawabnya membuat Arga menghembuskan nafasnya kecewa, "padahal mau aku ajak main PS."

"Ntar aku bilangin deh kalau kamu ngajakin main PS," balas Adara.

"Kamu haus ngga?" Tanyanya menatap sang kekasih lekat, Arga tersenyum lalu mengangguk.

"Kalau gitu ambil sendiri ya, udah hafal kan dapurnya dimana, nggak mungkin nyasar kan?" Mendengarnya Arga mendengus kesal, dilihatnya Adara kembali fokus menatap layar ponselnya.

"Hati-hati sibuk sama selingkuhan tuh," tuduh Arga membuat Adara mendongak.

"Ehehe, enggak, Dar. Yaudah aku ambil minum ya," ia bangkit dari duduknya dan berjalan menuju dapur.

Sesampainya di dapur, ia mendapati seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah mamah Adara, Widya.

"Eh mamah, lagi apa?" Merasa terpanggil, Widya pun menoleh. "Ya ampun Arga, ngagetin aja."

"Teriak dong, mah, kalau kaget." Ucap Arga membuat Widya terkekeh, "aww kaget?" Sontak Arga ikut terkekeh ketika respon Widyan malah terdengar seperti pertanyaan.

Ya, sudah tak heran lagi. Arga memang sudah sangat dekat dengan keluarga Adara, Widya bahkan sampai menganggap Arga itu anaknya sendiri.

"Ngapain kesini, Ar?" Tanya Widya heran, "mau bikin minum mah. Kalau mamah lagi apa nih, kayaknya seru banget." Arga melirik ke arah beberapa bahan makanan di depannya.

"Ini mamah lagi mau bikin kalian camilan, kamu masih suka mendoan buatan mamah 'kan?"

"Wah ya masih dong, mah. Mendoan buatan Mamah Widya kan terenak seantero Jakarta," puji Arga membuat Widya terkekeh.

"Bisa aja kamu," sahut Widya.

"Oh iya, kopi item nya dimana ya mah? Kok gak ada?" Arga mengeritkan dahinya ketika tidak mendapati sesuatu yang ia cari.

"Oh itu abis, tapi kemarin mamah udah beli, ada di kantung kresek sebelah kulkas." Sesuai perkataan Widya, Arga pun berjalan ke arah kulkas dan mengambil sebuah plastik belanjaan disampingnya.

Begitu menemukan apa yang ia cari, ia pun segera membuat kopi hitam yang biasa ia minum setiap kali berkunjung ke rumah Adara.

"Kamu masih aja suka kopi, Ar. Kopi itu gak baik loh kalau di konsumsi tiap hari, gak baik buat ginjal, kamu gak suka air biasa gitu?"

"Iya nih mah, Arga tuh kalau dibilangin suka ngeyel." Tiba-tiba saja sosok Adara muncul ikut menimbrung pembicaraan antara Arga dan Widya.

Adara meletakkan kedua tangannya bertumpu pada meja makan, "kasih tau tuh mah." Pekiknya.

ARDARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang