Hari ini hari Minggu, dan menjadi salah satu rutinitas bagi Arga untuk mengajak Adara berolahraga. Lelaki itu sengaja mengajak Adara untuk lari pagi, daripada perempuan itu melanjutkan tidur dan memimpikan jodoh-jodoh halunya itu.
Namun, bukan Adara namanya jika ia tidak berjalan. Ia lebih memilih untuk berjalan santai dibandingkan dengan Arga yang justru sudah lari sebanyak tiga kali keliling.
Lebih parahnya lagi, kini Adara malah berjalan menuju tukang lumpia basah yang biasanya berjualan di taman kompleks rumahnya tanpa memerdulikan Arga yang tengah berlari.
Yang ia pikirkan hanya satu, yaitu perutnya. Soalnya Arga gak bisa bikin kenyang sih.
"Pak lumpia nya 1 ya, pedes banget ya pak." Bapak-bapak penjual lumpia basah tersebut mengangguk dan mulai membuatkan pesanan Adara.
Adara pun duduk di bangku yang telah disediakan, "tumben ya pak sepi?" Tanyanya ketika melihat keseliling yang biasanya ramai dengan orang-orang yang tengah berolahraga.
"Iya nih neng, makannya bapak juga bingung, apa orang-orangnya pada dimakan zombie gitu jadinya abis." Gurau si bapaknya.
"Lah kalau dimakan zombie, kok bapak sama saya masih disini sih? Kan harusnya ikut dimakan." Balas Adara membuat keduanya tertawa.
"Si eneng gak sama pacarnya? Biasanya bareng pacarnya, neng. Siapa namanya teh?"
"Arga, pak. Bareng kok, lagi lari, biarin aja lah saya capek meskipun jalan santai doang."
"Kasihan atuh neng ditinggal sendiri," Adara hanya terkekeh.
"Udah biasa dia mah pak, eh ngomong-ngomong bapak asli Bandung ya?" Selidik Adara membuat bapak penjual lumpia basah itu terkejut.
"Wah si eneng kok bisa tau?" Adara terkekeh, "iya soalnya logatnya mirip sama tante saya, dia juga orang Bandung." Jelasnya.
"Oh gitu pantes atuh."
Drt... Drt... Drt...
Getaran telpon disakunya membuat Adara meraih ponselnya, dan benar saja bahwa sang penelpon itu adalah Arga.
"Halo, Dar."
"Kamu dimana?" Terdengar suara Arga dari sebrang sana.
"Ini aku lagi di tukang lumpia, kamu kesini aja."
"Oh oke." Setelah itu sambungan pun terputus.
Tut...
"Pacarnya ya neng?" Adara menoleh dan mengangguk.
"Iya pak, nyariin, biasa lah."
Tak berapa lama lumpia basah yang dipesan Adara pun jadi bersamaan dengan munculnya Arga.
"Dih kok gak bilang-bilang sih mau beli?" Arga duduk dengan nafas yang masih tersenggal.
Adara pun hanya tersenyum kemudian menyodorkan botol minuman, Arga pun menerimanya dengan cepat.
Namun baru seteguk ia meminum, Arga mengernyit bingung "loh? Bukan kopi?" Adara lagi-lagi mengangguk.
"Gak sempet bikin, kamu nya tadi ngeburu-buru sih. Udah ini aja, jangan kopi mulu, bahaya ah buat kesehatan."
Akhirnya Arga pun pasrah dan meneguk minuman pemberian Adara hingga kandas.
Namun setelahnya rasa sesak semakin dirasa oleh Arga, "dada aku kok sesak ya, Dar?" Adara mengernyit bingung, "kamu berapa keliling emang tadi?"
"Baru 4 kok, padahal biasanya aku 5 keliling gak kenapa-napa ah."
"Kecapekan kali, kan kamu waktu itu di hukum juga 15 keliling lapangan gara-gara kesiangan, hahaha." Ucap Adara diakhiri kekehan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARDARA
Teen Fiction[tahap revisi] Putra Argayasa dan Aisyah Adara, orang memanggil mereka Arga dan Dara. Dimana ada Arga, disitu ada Dara dan begitupun sebaliknya. Keduanya saling melengkapi dibalik kekurangan mereka masing-masing. Bagi Arga, Dara adalah hidupnya. Se...