Faris
Sejak tadi siang Dara sudah semangat banget ngajakin gue kulineran. Gue ayo aja. Bandung memang terkenal dengan keunikan dan kelezatan makanannya, kan? Tapi seperti biasa, Bandung di akhir pekan macetnya gila-gilaan. Akhirnya rencana hanya tinggal rencana. Gue dan Dara sama-sama mager buat keluar, jadi malam ini berakhir dengan gue yang gegoleran di kasur Dara. Malas balik ke kamar gue sendiri. Dara sibuk membereskan peralatan make up-nya yang berserakan di meja rias.
"Kamu nggak lapar, Dar?" tanya gue, baru ingat kalau sejak tadi Dara belum makan.
"Lapar sih. Mas lapar, nggak?"
"Hm," gue mengangguk. Gue udah makan sih, tadi di nikahan Kay. Tapi porsi kuli gue tentu belum tercukupi. "Cari makan, yuk? Yang dekat-dekat aja. Atau mau delivery order?"
"Cari makan aja," jawab Dara. "Eh, sekalian nonton, mau nggak, Mas?"
"Boleh."
Dara mengambil ponselnya, lalu ikut duduk di samping gue. Aroma shampoo-nya yang khas langsung tercium begitu dia duduk. Aroma yang sangat gue suka. Gue memperhatikan dia sibuk mencari jadwal tayang bioskop di mall yang letaknya persis di samping hotel kami.
"Suka horor nggak, Dar?" tanya gue ketika melihat poster film Mara.
"Nooo! Dara tidur sendirian ya malam ini, takut nggak bisa bobo," katanya. "Bohemian Rhapsody aja, mau nggak?"
"Film apa sih tuh?"
"Tentang biografi-nya Queen, Mas. Sama banyak bahas tentang kehidupannya Freddie Mercury juga, sih. Kata teman Dara filmnya bagus."
"Boleh."
"Ada nih jam 9. Mau nggak, Mas? Pas sih, kita bisa makan dulu baru nonton."
"Oke," gue ngikut aja. Yang penting bisa jalan sama Dara. "Mau berangkat sekarang?"
"Bentaaar. Dara siap-siap dulu. Bentar kok, Mas, kan ini Dara belum ngapus alis, hehehe. Mas nggak mau siap-siap dulu emang?"
Gue menggeleng. Kadang gue bersyukur jadi laki-laki karena nggak perlu ribet kalau mau pergi ke mana-mana.
"Ya udah Mas pesan tiketnya aja dulu. Biar nanti nggak ngantri di sana. Bentar ya, Mas? Beneran bentar, kok!"
Gue menurut, sementara Dara langsung riweh membongkar lagi peralatan make up yang tadi sudah dia bereskan. Gue kira dia bakal lama -- gue sudah hidup bertahun-tahun dengan menyaksikan betapa lamanya Bunda dan Nadya kalau sedang berdandan -- tapi ternyata, Dara cuma butuh waktu lima belas menit, sudah sama ganti baju. Ini kemampuan Dara sudah di level advance kali, ya?
"Kok cepat banget, sih?"
Dara menyengir. "Bagus, dong?"
"Hm." Gue mengangguk.
"Yuk?"
Gue gandeng tangannya sambil tersenyum nggak henti-henti sepanjang perjalanan. Hotel kami beneran bertetangga dengan mall yang akan kami tuju, jadi kami bisa jalan kaki ke sana. Dan sepanjang itu juga gandengan tangan kami tak lepas. Sial. Bisa-bisa dikira orang gila gue kalau dari tadi senyam-senyum nggak jelas gini.
Mungkin karena gue udah lama banget nggak deketin cewek kali ya, gue jadi lupa kalau ternyata... Hal sesepele bergandengan tangan pun cukup untuk membuat jantung gue jumpalitan. Bahkan cuma sekadar membaca chat masuk dari dia aja udah bisa bikin gue kesemsem seharian.
"Mas lagi bahagia banget kayaknya hari ini?" tanya Dara ketika kami sedang menunggu pesanan kami datang.
"Emang kamu nggak lagi bahagia juga hari ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Mess
ChickLitAdara Aku tidak percaya bahwa hubungan yang berhasil itu benar-benar ada. Yang pacaran punya peluang untuk putus, bahkan yang sudah menikah pun masih punya peluang untuk bercerai. There's no happy ending in romantic relationship, right? Satu-satuny...