16. Dinner Invitation

5.1K 817 36
                                    


Faris

Seharusnya pagi ini gue dan Dara sarapan bareng -- Dara yang bilang ke gue kalau ada bubur ayam enak banget yang sudah jadi langganannya sejak dia tinggal di sini. Tapi tadi mendadak Dara menelpon gue, bilang kalau ternyata dia diminta untuk meliput breaking news dan harus keluar kota dengan segera, makanya gue memutuskan untuk langsung turun ke bawah dan membeli bubur. Buat bekal jaga-jaga seandainya nanti dia nggak sempat mampir untuk beli makan.

Dara sedang sibuk mondar-mandir keluar-masuk kamarnya ketika gue datang, panik mempersiapkan segala barang yang harus dia bawa karena setengah jam lagi driver kantor akan menjemputnya.

"Kurang apa lagi, Dar?" tanya gue, capek sendiri melihat dia nggak berhenti mondar-mandir sejak tadi. "Mas bantuin masuk-masukin barang, sini."

"Tolong ambilin sandalku di ruang cuci dong, Mas," pintanya, lalu masuk kembali ke kamarnya. Ketika gue menyusul dia, dia sedang sibuk membongkar isi lemarinya, mencari-cari sesuatu. "Duh, di mana, sih..."

"Cari apa, sih?"

"Baju renang. Perasaan biasanya kutaruh di sini, kok nggak ada, ya..."

"Emang kamu mau ke mana, sih? Kok butuh baju renang segala?"

"Laut," jawabnya. Detik berikutnya wajah paniknya berubah menjadi girang karena sudah menemukan baju renang yang dicarinya. "Yes, ketemu!" serunya, kemudian meletakkan baju renang itu di dalam tas backpack-nya. Gue mengekor di belakangnya.

"Laut?" tanya gue. Breaking news apa yang harus membuat Dara meliput di lautan?

"Iya, laut, Mas. Ini di grup kantor Dara lagi rame ada berita tentang pesawat yang jatuh di laut... Dara yang ditugasin ke sana. Soalnya cuma Dara yang punya diving license dan udah lumayan berpengalaman... Jaga-jaga siapa tahu nanti ada kesempatan buat ambil gambar di dasar laut."

"Dasar laut?!" seru gue shock. Bisa-bisanya dia dengan enteng bilang kalau dia mau liputan di dasar laut. Gue nggak bisa bayangin betapa bahayanya medan yang harus ditempuh Dara nanti. Masalahnya ini kan misi penyelamatan, bukan diving main-main yang tujuannya untuk wisata.

"Iya," jawab Dara. Jawaban yang kelewat enteng untuk seseorang yang sebentar lagi akan diterjunkan ke dasar laut. Dia bahkan masih bisa berkonsentrasi menggambar alisnya dengan tenang di depan kaca.

Gue benar-benar nggak habis pikir dengan cewek satu ini.

"Harus banget kamu yang turun?" tanya gue seraya duduk di kasurnya, memperhatikan dia yang masih sibuk dengan alisnya. Kadang gue bingung kenapa cewek-cewek suka inscure sama bentuk alis mereka, sampai waktu semepet apapun akan tetap disempat-sempatkan untuk menggambar alis. "Emangnya di kantor kamu nggak ada cowok yang bisa nyelam, apa?"

"Ada sih, tapi dia lagi nggak fit. Takut malah kenapa-kenapa kalau dipaksain," jelas Dara. "Lagian kantor Dara tuh memegang teguh prinsip gender equality tau, Mas. Kalau ada karyawan perempuan yang dirasa kompatibel ya, nggak seharusnya nggak jadi masalah, kan?"

Duh, sempat-sempatnya dia membahas gender equality di saat gue panik begini.

"Bukan masalah gender equality-nya, Dar. Tapi kamu..." gue menghela napas, memikirkan kata-kata yang pas untuk menjelaskan isi kepala gue pada Dara. Karena Dara terlihat nggak ada takut-takutnya sama sekali terhadap project dia kali ini. "Emang beneran harus kamu, ya? Nggak ada yang lain?"

Dara menatap gue seolah baru paham kalau sedari tadi gue mencemaskan dia. Dia mendekat, mengenggam tangan gue erat. "Nggak usah khawatir gitu, Mas. Dara nggak apa-apa, kok. Nanti kan ada kameramen juga yang bakal turun sama Dara. Dia udah berpengalaman meliput kasus kayak gini juga, jadi insya Allah nggak akan ada apa-apa. Mas doain Dara aja, ya?"

Beautiful MessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang