32 (REVISI)

650 37 0
                                    

"V-Verry," Fira tergagap.

Benarkah, anak perempuan itu adalah dirinya di masa lalu?

"Iya," Verry mengusap lembut pipi Fira, "anak itu adalah lo, Fira. Gue nggak bermaksud nipu lo, hanya untuk nyenengin lo. Itu semua jujur."

"Tapi, gue nggak inget, Verry." Sanggah Fira, "seinget gue, kita baru kenal waktu MPLS."

"Lo emang nggak inget, Fira. Tapi gue inget dengan jelas. Karena waktu itu, lo berkesan di hati gue. Lo udah nyemangatin gue, udah motivasi gue, hibur gue. Gimana gue bisa lupa?" Tekan Verry, "mungkin, lo nggak inget karena lo nganggep semua itu biasa saja. Lo cuma anggep gue orang asing yang nggak akan pernah nginget lo lagi, apalagi waktu itu gue bentak lo."

Fira diam, ingatannya meraba-raba kejadian sebelum ia masuk SMP. Fira tidak sepikun itu untuk melupakan kenangan lima atau empat tahun lalu.

"Nggak usah diinget. Gue rasa hari itu nggak berharga buat lo,"

Manik Fira membola, mengapa Verry mengatakan hal itu? Kalau ia bisa mengingat kenapa tidak dicoba, dan apa itu? Berharga atau tidaknya? Tentu, hari itu pasti berharga untuknya.

Namun, karena lain hal. Fira bisa saja lupa, tapi Fira yakin ia pasti ingat kalau mencoba.

"Ver, lo kenapa ngomong begitu?" Cecar Fira, "gue akan inget-inget masa itu, gue akan coba."

"Nggak usah, Fira."

"VERRY!" Bentak Fira, "gue nggak mau karena ini hubungan kita renggang, tolong percaya sama gue, Verry!"

Verry membuang mukanya, hubungan mereka tidak akan renggang hanya karena masalah ini.

Namun, ia mulai ragu akan perasaan Fira padanya.

Fira memegang kepalanya, mencoba mengingat-ingat dengan keras masa itu.

"Bunda!"  panggil Fira kecil pada waktu itu.

"Apa, Sayang?" Tanya Sheila yang sedang mengantri jus buah di salah satu stand car free day.

"Bunda, Fira ke sana, ya?" Fira menunjuk salah satu bangku taman, namun di sana ada seorang anak laki-laki.

"Ngapain kamu ke sana? Itu ada orangnya lho, dia temen kamu?" Tanya Sheila bingung.

"Bukan temennya Fira, Bunda." Jelas Fira, "kasihan, Bunda. Dia nggak punya temen, makanya mau Fira temenin. Boleh ya? Sebentar aja," pinta Fira dengan wajah memelasnya.

Sheila terkekeh, ia paham maksud baik anak perempuannya yang masih polos itu.

"Iya nggak papa, hati-hati ya?"

Fira mengangguk, segera berlari menuju anak itu. Fira sangat heran saat mendekat ia melihat bekas air mata di pipi anak itu. Rupanya, anak itu habis menangis mungkin karena terpisah dengan orang tuanya atau apa. "Kenapa kamu menangis? Apa karena disakiti oleh orang terdekatmu?" tanyanya pada waktu itu dengan begitu polos.

Namun anak itu tak menjawabnya, malah memasang ekspresi kesalnya padanya. Fira jadi tertarik, baru pertama kali ini ia melihat anak laki-laki yang begitu dingin dan pemarah."Kamu begitu dingin, aku suka."

Fira tertawa lebar menanggapi candaan yang dibuatnya, ternyata membuat anak itu mengangkat kepala dan menatapnya kembali. Ada kesenangan tersendiri melihat anak itu menatapnya.

"Diamlah!"

Bentakan anak itu tak membuat nyalinya menciut, Fira malah semakin bernafsu mengerjai anak itu yang terlihat menggemaskan. "Hmmm...  Benar kataku, kamu begitu dingin. Kalau ada masalah tidak baik kamu hanya diam saja, ceritakan pada orang lain. Kalau perlu, padaku saja, aku tidak apa-apa. Kau akan sakit nanti jika terus diam padaku." Fira hanya usil sebenarnya mengatakan hal itu pada anak itu.

Melihat ekspresi anak itu yang berubah, membuat Fira bahagia."Hihi... Kamu menggemaskan sekali. Tidak perlu kagum padaku, aku tahu diriku memang sangat mengagumkan. Jangan sampai jatuh cinta padaku, ya?" dulu Fira memang usil sekali dan juga suka mengerjai siapapun orang yang ia temui. 

Fira tertawa lebar karena bisa mengerjai anak itu, manisnya. "Oh iya. Namaku, Safira. Diingat terus ya. Sampai jumpa!" Fira berpamitan karena mendengar seruan bundanya dari kejauhan.

"Jadi, anak cowok yang nangis di bangku taman itu lo?" Fira baru tahu jika anak kecil yang ia kerjai adalah Verry, soalnya di masa lalu dan masa depan Verry berbeda sekali.

Verry mengangguk pelan, ia tidak suka jika masalah menangis diungkit-ungkit oleh Fira. Itu memalukan, walaupun tadi ia sempat menangis di pelukan Fira.

"Gue beneran nggak nyangka, anak itu lo!" Fira meremas lengan Verry, "dan omongan gue kebukti, lo jatuh cinta sama gue." Saking senangnya Fira memukul-mukul lengan Verry, dulu ia hanya usil saja tak pernah tahu jika ucapannya akan menjadi nyata.

Verry menahan lengan Fira, pukulan Fira bertambah brutal saja. "Udah, Fir! Stop pukulin gue!"

"Gue bahagia banget, Verry! Ternyata lo beneran terpesona sama gue, itu luar biasa tahu! Lo dulu kan kelihatan benci banget sama gue, dan akhrinya benar-benar cinta sama gue."

Keputusan mengingatkan hal itu pada Fira sedikit bermasalah, Fira jadi terlalu bahagia sampai-sampai membanggakan dirinya terlalu berlebihan.

Verry menyesal,


The Annoying BOYS (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang